Rabu, 28 Juli 2010

Keep Hwaiting 11

C.N.Blue - I'm a loner
(kemarin di blog rf rame C.N.Blue.. makanya jadi kepengen ngepost lagu kesukaanku dari mereka.. dan lagu ini juga sebagai penyemangat buat aku karena aku sekarang tak sendiri lagi.. aku sudah punya keluarga pelangi.. terima kasih semua karena mau jadi keluargaku..)



let sing......:

oetoriya oetoriya
oetoriya oetoriya

bwabwa nareul bwabwa ttokbaro nae du nuneul bwa
geobwa imi neoneun ddan goseul bogo isseo
check it one two three sigyebaneulman chyeoda boneun gae
mal an haedo dareun saram saenggingeol ara

yojeum neon na anin dareun saramgwa mannami jatdeora
ijeneun meonjeo jeonhwado geolji andeora
narang isseul ttaeneun haruga 1chorado neon nae apeseo yojeum haneulman bodeora
(oh) I know your mind imi
(oh) neowa naui geori
meoreojin geurigo beoreojin namboda motan uri sai

reff:
(oh) oetoriya oetoriya daridiridara du
oetoriya oetoriya daridiridara du
oetoriya oetoriya sarange seulpeohago
sarange nunmuljitneun oetori
sad sad sad sad sad sad sad tonight (gaseumi)
Oh no no no no no body knows
one two three four five six seven night (su)
seumyeo nareul dallaego isseo

charari dareun saram saenggyeotdago naega sirheumyeon sirtago
charari soljikhage malhaejwotdamyeon
nan neoreul jukdorok miwohajin anhasseul tende
check it one two three ne mareul doesaegyeo bwado
irijeori dulleodaeneun geojitmariya

reff:
(oh) oetoriya oetoriya daridiridara du
oetoriya oetoriya daridiridara du
oetoriya oetoriya sarange seulpeohago
sarange nunmuljitneun oetori
sad sad sad sad sad sad sad tonight (gaseumi)
Oh no no no no no body knows
one two three four five six seven night (su)
seumyeo nareul dallaego isseo

sarangi gane sarangi ddeonane
(han)
i bami gamyeon neol jiwoyagetji
(geurae)
(gone)

reff:
(oh) oetoriya oetoriya daridiridara du
oetoriya oetoriya daridiridara du
oetoriya oetoriya sarange seulpeohago
sarange nunmuljitneun oetori

sad sad sad sad sad sad sad tonight (kkum)
Oh no no no no no body knows (nal)
one two three four five six seven night

seumyeo nunmul heulligo isseo


artinya...:

I’m a loner. I’m a loner.
I’m a loner. I’m a loner.

Look, look at me, me. Look at me straight in the eyes.
Look, you are already look at elsewhere.
Check it one two three, you only keep looking at the clock.
You don’t have to tell me. I know you got someone else.

You’ve been meeting someone else often lately.
You don’t even call me first anymore.
When you are with me, you would only look at the sky even if a day is a second long.
(Oh) I know your mind.
(Oh) The distance between you and I.
Getting farther and wider.
We are no better than strangers.

reff:
(oh baby) I’m a loner I’m a loner. daridiridara du
I’m a loner I’m a loner. daridiridara du
I’m a loner I’m a loner I’m a loner
being sad at love, shedding tear at love.
sad sad sad sad sad sad sad tonight (My hurt hurts)
Oh no no no no no body knows (how I feel)
one two three four five six seven night (I’m cheering up myself passing many nights awake)

If you had just told me honestly
that you got someone else. That you hate me.
Then I wouldn’t have hated you to death.
check it one two three. Remembering your words, they are all silly lies.

reff:
(oh baby) I’m a loner I’m a loner. daridiridara du
I’m a loner I’m a loner. daridiridara du
I’m a loner I’m a loner I’m a loner
being sad at love, shedding tear at love.
sad sad sad sad sad sad sad tonight (My hurt hurts)
Oh no no no no no body knows (how I feel)
one two three four five six seven night (I’m cheering up myself passing many nights awake

Love is going. Love is leaving.
(One person and one love. Everything that I’ve been used to)
I should erase you after tonight.
(Yes, I should force myself to erase you. I should do so since you abandoned me)
(Gone Gone my love is gone)

reff:
I’m a loner I’m a loner. daridiridara du
I’m a loner I’m a loner. daridiridara du
I’m a loner I’m a loner I’m a loner
hurt by love and waiting for love.
sad sad sad sad sad sad sad tonight (I want this to be a dream)
Oh no no no no no body knows (no body knows me)
one two three four five six seven night (I’m crying passing many nights awake)

txt to: cnbluesky

Sabtu, 24 Juli 2010

Happy Face Oppa KNG on Bad Guy

pingin liat wajah-wajah bahagia oppa di bad gay
bis drama ini banyak adegan sedihnya..








ada yang tau ndak berapa kali oppa ketawa or nangis di drama BG ini
aku cuma nemu ini nih yang oppa ketawa

thx for dramabean n teh nana rf

Senin, 19 Juli 2010

Rayuan Maut KNG





Gun-wook : "Malam ini, di pesta ini anda adalah wanita yang paling cantik"
rayuan maut yang tidak hanya membuat ajumma Tae-ra klepek2
tapi juga para fans oppa KNG (termasuk aku).

Kamis, 15 Juli 2010

Senin, 12 Juli 2010

Award dari ooppie... (award kedua)

award ke -2 dari temen
award kali ini ada syarat-syaratnya yaitu:
(sebetulnya yang pertama juga ada tapi mian g di tulis)

1. harus nyantumin link-link berikut:
Distiwan's Blog
Smart Son
Sumber Info
Perpustakaanku

Dolphin's Blog
Kumpulan PTC
Loudewik's Blog
All Information For Us
Informasi Untuk Kita
Akoey's Blog

2. trus award ini harus diasihkan ke 10 teman yang lain
tapi aku mau kasih ke semua temen yang dah follow aq
thx ya.. dah follow blog ini)

Senin, 05 Juli 2010

Personal Taste episode 11

Kae-in sedang melakukan pengakuan pada Chang-ryul dan tiba-tiba Jin-ho datang menarik tangannya, lalu berkata “Game over” dan menciumnya. Chang-ryul dan In-hae yang ada disana tak percaya melihat kejadian itu. Chang-ryul kemudian segera mimasahkan meraka, ia tanya apa yang dilakukan Jin-ho dengan calon pacarnya dan ia mengingatkan Jin-ho tentang pembicaraan mereka berdua kemarin. Kae-in masih bingung dengan kejadian itu. “Saya juga ingin melakukan itu, tapi saya tak dapat lakukan” kata Jin-ho. “Apa?” kata Chang-ryul tak percaya. “Mulai sekarang, saya mau dengan identitas sebagai lelaki berpacaran dengan wanita ini” kata Jin-ho. Kae-in kaget mendengarnya. “Jeon Jin-ho!” kata Chang-ryul kesal. In-hae kaget tak percaya mendengar pengakuan Jin-ho. “Jin-ho apa maksud semua ini? Kamu kenapa bisa dengan identitas sebagai lelaki” tanya Kae-in bingung. Jin-ho menghampiri Kae-in dan menjelaskan. “Kae-in, saya bukan gay”. Kae-in tambah bingung. “Kalau begitu!”. “Sangat maaf, sekarang baru beritahu kamu” kata Jin-ho. Kae-in mulai mengerti bahwa itu kenyataan. “Walaupun terlambat. Tapi, kamu bisa maafkan saya kan?”tanya Jin-ho lagi. Kae-in sedih mungkin juga lega ia memukul-mukul bahu Jin-ho sebagai tanda kekesalannya kerena dibohongi. Tapi pukulan Kae-in pelan dan seperti tak niat sehingga Jin-ho bisa menghentikannya kemudian memeluk Kae-in.


Chang-ryul pergi minum-minum bersama In-hae. ia bertekat melepaskan Kae-in. Tapi In-hae berkata bagaimana bisa Chang-ryul menyerah begitu saja, ia menyuruh Chang-ryul pergi mencari Kae-in dan berlutut memohon untuk kembali. Tapi Chang-ryul sepertinya sudah benar-benar ingin merelakan Kae-in, ia berkata kalau mereka berdua tadi terlihat saling mencintai, jadi tak ada harapan lagi ia bisa kembali dengan Kae-in. In-hae tak peduli, ia mengingatkan lagi kalau Chang-ryul pernah berkata kalau ia tak bisa hidup tampa Kae-in jadi seharusnya ia berusah merebut Kae-in lagi. Chang-ryul tetap tak mau. In-hae tanya apa alasannya. Chang-ryul berkata karena ia mencintai Kae-in dan ia selama ini telah membuat Kae-in menderita, jadi jika ia sekarang bersama Jin-ho bisa tersenyum maka sudah seharusnya ia melepaskannya. In-hae tertawa mendengar alasan itu. “Kamu kira itu adalah cinta?” (ya.. tentu saja.. cinta adalah jika bisa melihat orang yang kita cintai bahagia.. karena dengan hanya melihatnya bahagia kita akan ikut bahagia..). “Kamu kira itu adalah cinta? Jangan salah, Han Chang-ryul. Itu hanyalah alasan untuk menutupi kelemahanmu saja. Kamu hanya bisa disini minum-minum untuk menghilangan pikiran tentangnya. Tapi aku mulai sekarang akan melakukan tindakan” kata In-hae kemudain berdiri hendak pergi. Chang-ryul menariknya duduk kembali. “Aku mohon kamu hentikan ini saja. Kim In-hae, kamu berbuat begini hanya akan membuat dirimu makin parah saja”. "Dalam kasus cinta hanya ada satu ketepatan saja. Yaitu jika saya tidak dapat memilikinya, maka orang lain jangan harap memilikinya” (Hoi.. sadar dong.. sejak kapan Jin-ho pernah mau jadi milikmu).


Dalam perjalan pulang Kae-in hanya diam saja di mobil. Jin-ho terlihat lega karena telah berhasil mengatakan hal yang sebenarnya, tapi melihat Kae-in begitu kecewa. Ia minta maaf lagi dan berkata kalau ia tahu ia salah dan pantas mati. Tapi Kae-in tetap diam saja. “Apa kamu lain hari pun tak ingin bertemu dengan saya lagi? Kamu tak tahu saya juga melewati ini dengan sangat kacau” kata Jin-ho memancing. Kae-in diam saja dan mengingat pembicaraan mereka setelah kejadian ciuman itu disuatu tempat.

Kae-in saat itu berkata bahwa ia selalu berharap Jin-ho adalah laki-laki sesungguhnya, tapi sekarang ia merasa sangat idiot setelah mengatahui kebenarannya. Jin-ho saat itu berkata kalau ia benar-benar tidak ada keyakinan hati untuk mengungkapkan kebenarannya pada Kae-in. Ia juga berkata bahwa ia takut Kae-in masih suka dengan Chang-ryul makanya memutuskan balas dendam. Kae-in berkata karena ia menyukai Jin-ho makanya ada keberanian untuk melakukan balas dendam. Jin-ho berkata kalau ia baru mengetahuinya saat melihat Kae-in berbicara yang sesungguhnya pada Chang-ryul. Kae-in berkata Jin-ho idiot karena baru mengerti perasaannya padahal ia sudah rela berpura-pura jadi laki-laki agar bisa Jin-ho melihat kesungguhan hatinya. Ia juga berkata bahwa walaupun ia ada sedikit idiot ia merasa yakin jika bersama Jin-ho dan bahkan ia rela melepasakan identitas wanitanya agar bisa terus menemaninya. Kae-in jadi sedih, Jin-ho minta maaf karenanya. Kae-in saat itu berkata kalau ia tak mau memaafkan Jin-ho.

Kembali kesaat ini Jin-ho terlihat sedih melihat Kae-in masih tak mau memaafannya. Tapi dalam hati Kae-in bergumam “Laporan cuaca Park Kae-in besok: terus berharap dia dengan identitas ini sebagai teman terus berada tinggal disiiku. Hari ini dia malah berharap kita bisa berhubungan sebagai teman wanita dan lelaki dan juga minta maaf kepada saya. Walapun terharu dan mengeluarkan air mata untuknya, tapi hari ini jangan memaafkan dia dulu. Tapi mulai besok ,tak peduli cuaca sedang bagaimana saya tidak akan takut lagi”.


Saat sudah sampai di depan Sang Go-jae. Kae-in dengan dingin menyuh Jin-ho pulang saja karena ia tak ingin melihat Jin-ho lagi. Jin-ho tak percaya Kae-in berkata seperti itu, ia lalu menyusul Kae-in masuk kedalam. “Kae-in aku tahu kamu merasa dikhianati jadi tak ingin memaafkan saya. Tapi saya baru pertama kali mengatakan hal itu pada orang lain jadi tak tahu harus bagaimana menyelesaikannya. Kamu anggap saya kalah saja, dan sedikit memaafkan saya”. “Kamu juga bukan pertama kali seperti ini”. Jin-ho bingung mendengarnya. “Jin-ho kamu.. kamu bukankah pernah mencintai orang lain, iya kan? Saat bertemu dengan Eun-soo, bukankah dengan orang itu kau juga mencintainya?”. “Rupanya kamu lagi keberatan dengan Eun-soo” (Iya.. Kae-in cemburu tu!!). “Kalau begitu saya akan jelaskan pada kamu. Saya dan Eun-soo...”. tiba-tiba Hye-mi dalam keadaan mabuk datang bersama Tae-hoon. “Oppa kenapa bukan saya?”. “Tae-hoon, kamu jagakan dia!”. Kae-in tak suka melihat Hye-mi terus mendekati Jin-ho. “Saya tanya kamu, kenapa bukan saya? Saya lebih muda dan lebih cantik dibandingkan wanita itu. Memang benar oppa tak mencitai saya, tapi mengapa?”. “Hye-mi!”. Kae-in tak tahan ia beranjak menuju kamarnya. “Kae-in..” kata Jin-ho mencoba mencegah. Hye-mi menghalangi dan berkata “Kenapa saya tidak bisa, tapi wanita itu bisa?”. “Dalam mata saya kecuali dia, mata saya tak bisa melihat wanita manapun” teriak Jin-ho mulai kesal menghadapi Hye-mi. Kae-in berhenti karena kaget mendengar perkataan Jin-ho, tapi kemudain masuk kamarnya dan didalam kamar kae-in bergumam “Jika langsung memaafkannya. Park Kae-in kamu benar-benar tak ada harga diri” lalu Kae-in tersenyum kecil (senenng nih...). Jin-ho menyeret Hye-mi dan Tae-hoon keluar. Hye-mi kesal tapi Jin-ho tak peduli. Jin-ho kemudain memarahi Tae-hoon yang membiarkan Hye-mi datang kesana. Tae-hoon berkata ia tak bisa menahan karena Hye-mi sedang mabuk dan terus menangis.


Jin-ho akhirnya mengantar Hye-mi pulang kerumahnya. Ibu Jin-ho sudah menenangkan Hye-mi hingga ia tertidur. Kemudian ibu Jin-ho berkata pada Jin-ho agar ia memaklumi kelakuan Hye-mi yang kekanak-kanakan. Jin-ho berkata lebih baik luka sedikit sekarang dari pada luka berkepanjangn nanti, kemudian ia tanya pada ibunya apakah ibunya tahu Tae-hoo begitu mencintai Hye-mi. Jadi ia berharap ibunya tak mengkhawatirkan Hye-mi lagi.
Sementara itu Kae-in kesal karena pergi tanpa memberitahunya. Ia mondar-mandir menunggu Jin-ho. “Tidak pulang iyakah?” kata Kae-in kesal. Sementara itu di tempat lain Jin-ho sedang pamitan pada ibunya. Ibunya memperingatkan jika Jin-ho terus tinggal di rumah Kae-in tanpa ikatan pernikahan akan sangat tidak enak jika diomongkan orang lain. Jin-ho tetap beralasan karena ada proyek bersama Kae-in makanya putuskan untuk tinggal bersama dengannya agar lebih leluasa. Ibunya tanya apa Kae-in juga seorang arsitek (saya buk yang digitek). Jin-ho berkata bukan, dan menjelasakan kalau Kae-in adalah Designer furniture yang sekarang punya tugas penting mendesain salah satu proyeknya. Ibunya sedikit tak percaya. Jin-ho lalu mengalihkan pembicaraan dan minta ibunya menyelesaikan masalah tetang Hye-mi karena nanti bisa mengganggu hubungannya dengan Kae-in. Ia kemudian pamit pulang lagi.

Di Sang Go-jae Kae-in telah mengambil boneka Jin-honya, ia menggantung boneka itu kemudian dipukullinya sambil mengomel. “Kamu, Jin-ho. Kamu baik-baik sadarkan diri. Kamu sebenarnya bagaiman terhadap wanita? Membuat mereka terus terseyum terhadapmu. Kamu ini lelaki jahat!”.


“Kamu sekarang lagi melakukan apa?” kata Jin-ho tiba-tiba mengagetkan Kae-in. “Kenapa boneka ini bernama Jin-ho?” lanjut Jin-ho. Kae-in panik, ia langsung menurunkan bonekanya dan hendak pergi. “Memukul boneka ini, apa membuat hatimu jadi agak baikkan? Jangan begini, lebih baik kamu memukuli aku saja” kata Jin-ho sambil menarik tangan Kae-in agar tidak pergi. Kae-in tidak enak, ia tetap mau pergi. Tapi Jin-ho menghalangi lagi dan berkata “Saya ini orang jahat, jadi lebih baik kamu pukul saya saja”. Jin-ho yang masih memegang tangan Kae-in lalu menarik tangan Kae-in untuk memukuli dirinya. “Benar.. benar.. lepaskan!” kata Kae-in menarik tangannya. “Kamu dengan Hye-mi ada hubungan apa?” tanya Kae-in tiba-tiba. Jin-ho kaget, Kae-in langsung menjelaskan maksudnya “Bukan begitu tadi Hye-mi bilang ia adalah calon istri kamu. Itu pasti ada hal yang disembunyikan iya kan?”. “Dari umur 7 tahun Hye-mi sudah begitu” kata Jin-ho. “Ha.. mulai dari umur 7 tahun sudah suka kamu?” kata Kae-in kaget. “Kamu benar-benar membuat banyak wanita menangis” lanjut Kae-in. “Kamu lagi cemburukah?” kata Jin-ho sambil tersenyum. “Siapa yang cemburu?” kata Kae-in gengsi. “Saya lihat kamu memang benar-benar lagi cemburu” kata Jin-ho sambil tersenyum lagi. “Tidak cemburu! Saya benar-benar tak mengerti kamu. Saya kira seharusnya kamu menjadi orang yang tegas. Hye-mi sudah mengejarmu dari umur 7 tahun. Kamu mana bisa begitu terhadap dia? Hal ini tidak ada kaitannya dengan saya, kamu suka bagaimana ya terserah kamu”. Jin-ho hanya senyum-senyum kecil melihat reaksi Kae-in yang cemburu. “Orang yang begitu kejamkah menurutmu, yang mengatakan hal sebenarnya? Saya memang kejam tidak memeprdulikan perasaan ornag lain bagaimana. Juga tidak ada waktu memperdulikan hal itu. Jadi saya baru bisa membuatmu sedih” kata Jin-ho menjelaskan. Kae-in jadi tak enak, ia lelu mencoba menayakan sikap kejam yang bagaimana Jin-ho tunjukan saat berhubungan dengan Eun-soo. “Sebelum dia pergi kuliah, dia bilang pada saya jika saya suruh dia tinggal maka dia akan tinggal. Tapi saya tidak menyuruhnya tinggal” jelas Jin-ho. Kae-in kaget mendengarnya, ia tanya kenapa alasannya karena Eun-soo adalah orang yang bisa menarik perhatian Jin-ho begitu besar dulu. “Saya tak yakin dia adalah orang yang begitu berarti dalam hidup saya” jelas Jin-ho lagi. “Kalo begitu saya bagimu apa?” tanya Kae-in. “Walaupun kehidupan dimulai kembali, kamu adalah orang yang tak ku inginkan hilang dari kehidupan saya”. Kae-in jadi salah tingkah mendengarnya, ia lalu mengalihkan pembicaraan dan bertanya apa Jin-ho tidak lapar. Kae-in kemudian mau pergi membuatan mie, tapi Jin-ho mencegah. Dia menarik tubuh Kae-in kemudian memeluknya erat. “Jika merasa malu kamu selalu menanyakan tentang makanan, dasar wanita aneh” kata Jin-ho sambil memeluk Kae-in. “Aku mencintaimu” (aku juga... wkwk) lanjut Jin-ho. Kae-in senang mendengarnya dan mereka saling berpelukan malam itu.



Pagi harinya Jin-ho yang sedang senang berbuat baik pada para karyawannya. Semua karyawan heran melihat sikap Jin-ho itu. Jin-ho beralasan hal itu sebagai rasa terimakasih karena mereka telah bekerja keras selama ini, ia juga berkata kalau ia mencintai para karyawannya. Semua karyawan langsung bubar begitu mendengarnya (haha.. kalo aku karyawannya pasti memabalasanya dan bilang aku juga mencitaimu bos...).

Sementara itu di Sang Go-jae Kae-in dengan malu-malu menceritakan kejadian kemarin pada Young-soon. Young-soon kaget setengah mati mendengarnya. Ia memeringatakan Kae-in akan mati jika berbohong kepadanya. Kae-in berkata bahwa itu kenyataannya. Jin-ho kemarin mengaku kalau dia bukan gay dan menyatakan kalau ia mau berhubungan dengannya seperti hubungan pria dan wanita apalagi kemarin Jin-ho menciumnya didepan In-hae dan Chang-ryul (Lucu..lucu.. liat cara cerita Kae-in pada Young-soon dan reaksi Young-soon yang seperti anak-anak). Young-soon senang sekali mendengarnya, tapi kemudain ia ingat kalau cerita itu benar maka Sang-joon telah membohonginya.


Young-soon langsung membuat janji bertemu dengan Sang-joon. Saat Sang-joon sudah tiba, Young-soon dengan muka serius bertanya apa Sang-joo bukan gay. Mulanya Sang-joo mengelak, tapi melihat muka Young-soon yang serius akhirnya ia mengakuinya. Young-soon langsung marah dan mau memukul Sang-joon, ia merasa malu karena selama ini ia menganggap Sang-joon gay makanya ia meceritakan rahasia yang bahkan tak bisa dia ceritakan pada Kae-in (apa ya???). Sang-joon berkata agar Young-soon tak perlu malu terhadap dirinya. Young-soon marah dan minta merek jangan bertemu lagi. Sang-joon heran, ia tanya darimana Young-soon tahu kebenaran itu. “Apa karena saya yang berpura-pura gay masih memiliki daya tari laki-laki?” tanya Sang-joo. “Bicara apa kau? Benar-benar ingin aku menghajarmu ya? Kae-in dan Jin-ho sedang berpacaran” kata Young-soon. “Apa? Siapa berpcaran dengan siapa?” tanya Sang-joon kaget.


Begitu sampai di kantor Sang-joon langsung mencari Jin-ho. “Kamu..”. “Apa?” kta Jin-ho bingung. "Kamu dan Kae-in??”. “Wah kabarnya sangat cepat juga ya?” kata Jin-ho senang. “Apa? Kalau begitu ini adalah kenyataan”. “Ya.. kenyataan” kata Jin-ho sambil senyum lebar. “Kalau begitu bagimana ini? Bagaiman dengan ketua Choi?” kata Sang-joo khawatir. “Dia tahu kamu adalah gay, makanya begitu mendukungmu” kata Shang-joon lagi. “Aku akan katakan yang sebenarnya padanya” kata Jin-ho. “Kamu jangan terburu-buru, ini adalah masalah yang sangat serius. Jika ketua Choi marah lalu membatalkan kamu, kita harus bagaimana? Kamu apa benar begitu mencintai Kae-in?” kata Sang-joon. Jin-ho mengangguk senang.


Sementara itu di gedung Maiseu, Do-bin menyerahkan tiket ke pulau Jeju buat Kae-in. Ia ingin Kae-in membantunya dekat lagi dengan Jin-ho dan berharap kali ini Kae-in berakting dengan baik. Kae-in tak enak dan mau mencoba menjelaskan. Tapi tiba-tiba In-hae datang memberitahu kalau Do-bin harus pergi kebandara sekarang. Kae-in bingung harus bersikap bagaimana.

Sang-joon yang merasa khawatir mulai berpikiran aneh-anah. Ia menjadi senang Jin-ho jadian dengan Kae-in, karena itu berarti Jin-ho akan menjadi menantu arsitek terkenal Korea. Jin-ho jadi pusing memikirkannya. “Hyung, kamu jangan katakan sembarangan”. “Saya mengerti. Saya mengerti. Kamu bukan demi hal itu, tapi saya sekarang merasa tenang”. “Jika kamu begini lagi, saya pergi ke gedung Meiseu saja menjelaskan yang sebenarnya” kata Jin-ho. “Baiklah, aku akan tutup mulut. Kamu ini benar-benar..” kata Sang-joon. “Keluar” teriak Jin-ho. Sang-joo keluar sambil senyum-senyum terus. “Saya mau gila” gumam Jin-ho sendiri.

Di suatu apartement ayah Chang-ryul marah-marah sambil membangunkan Chang-ryul. “Bocah ini kamu apakah tak mau hidup lagi”. Ayah Chang-ryul terus marah-marah saat Chang-ryul mulai bangun, ia juga mengancam akan mengirim Chang-ryul ke Cina. “Ya, saya akan lakukan” kata Chang-ryul setuju dikirim ke Cina. Ayah Chang-ryul dan asisten Kim kaget mendengarnya. Ayah Chang-ryul langsung mau menghajar Chang-ryul tapi dihalangi oleh asisten Kim. “Saya tidak ada kepercayaan diri lagi tinggal disini. Jadi saya pergi saja ke Cina” kata Chang-ryul menjelaskan.

Jin-ho pergi ke gedung Meiseu ingin bertemu dengan Do-bin. Tapi tak sengaja ia berpapasan dengan In-hae. In-hae menyindir Jin-ho punya keberanian besar untuk menyatakan cintanya. Jin-ho dengan dingin mengucapkan terimakasih. In-hae bertanya apa yang membuat Kae-in lebih baik dan Jin-ho berani membuat ketua Choi kecewa. “Kae-in ada begitu mulia kah?”. “Ya” jawab Jin-ho tegas. In-ha jadi kesal mendengarnaya. Jin-ho lalu pamit mau bertemu Do-bin. In-hae menyindir lagi dengan berkata memang seharusnya Jin-ho mengatakan yang sebenarnya pada Do-bin, tapi sayang Do-bin sedang pergi ke Jepang. Jin-ho langsung pamit pulang. In-hae tiba-tiba memberikan undangan rapat di pulau Jeju oleh perusahaannya. Jin-ho menerimanya. In-hae memberitahu bahwa pulau Jeju adalah tempat kesukaan Do-bin jadi ia harap Jin-ho tidak menjadikan tempat itu menjadi tempat yang menyedihkan bagi Do-bin. Jin-ho tak peduli dan pamit pergi lagi. “Kenapa Kae-in?” tanya In-hae tiba-tiba. “Saya tak dapat dibandingkan dengan dia kah? Membujuk ketua Choi yang kecewa dan membuat pengaruh pada juri saya lebih bisa dibiandingkan dengan dia” lanjut In-hae. Jin-ho berbalik sambil tersenyum dan bilang “Yang saya cari bukan teman dalam bisnis. Melainkan orang yang dapat mendampingi saya dalam kehidupan ini”. “kamu kira Kae-in bisa seperti itu?”. “Kenapa kamu membuang waktu mengurusi hal ini?”. In-hae kesal mendengarnya. “Kemarin kamu melihat saya bersama Kae-in saling mengungkapkan cinta kan? kenapa kamu tak menyerah saja?”. “Ini mungkin karena saya tidak rela kalah”. “Kamu memang orang yang sedikitpun tak punya kepedulian dengan kehidupan dirimu sendiri ya!”. Kemudian Jin-ho pergi, In-hae terlihat begitu kesal mendengarnya (sukurin).


Jin-ho menemui Kae-in di ruang kerjanya. Kae-in telihat senang melihat Jin-ho di sana. Jin-ho mengajak Kae-in pergi kencan. Kae-in bercanda dengan berlagak jual mahal kemudian berkata sebenarnya ia sedang sibuk, tapi jika Jin-ho memohon ia akan mempertimbangkannya. Jin-ho tertawa dan berkata sejak kapan ia memohon. Kae-in senyum dan berkata ia akan segera membereskan pekerjaannya dan segera siap untuk pergi. Sambil berdiri Kae-in menyindir bukankah Jin-ho pernah memohon padanya saat di depan ibunya kemarin. Jin-ho mengelak dan berkata kalau ia tiba-tiba ingat ada janji lain dan menyuruh Kae-in menyelesaikan pekerajaannya saja. Kae-in langsung mengalah dan mengakui bahwa ia hanya ingin bercanda. Jin-ho tetap mau pergi sambil senyum-senyum karena berhasil mengerjai Kae-in. Kae-in berusaha mencegah, tapi tiba-tiba Jin-ho mendapat telepon dari ibunya.


Ternyata ibu Jin-ho mau bertemu Jin-ho dengan Kae-in. Kae-in sangat cemas dengan penampilannya karena ini pertemuan pertama dengan Ibu Jin-ho secara resmi. Jin-ho berkata bahwa ibunya bukan orang yang menilai orang lain dari penampilannya. Kae-in tetap cemas, ia takut ibu Jin-ho menganggapnya tak sepandan untuk anaknya. Jin-ho hanya senyum, ia lalu berkata kalau ibunya juga akan bilang suka jika ia mengatakan suka. “Benarkah?”. “Ya. Ia pasti akan menganggapmu sebagai putrinya juga” kata Jin-ho menenangkan. Kae-in mulai lega, tapi tiba-tiba ia meliha ibunya Jin-ho datang. Kae-in langsung reflek berdiri memberi hormat dengan tegang. Kemudian mereka bertiga duuduk bersama. “Nona Park Kae-in, iya kan?”. “Ya”. “Hari itu terlalu kacau, jadi tidak bicang-bincang dengan baik dengan kamu”. “Tidak, sayalah yang tidak baik. Seharusnya sejak awal pergi bertemu dengan anda”. “Saya percaya Jin-ho. Saya yakin pasangan yang dicari Jin-ho adalah yang unggul”. “Saya masih banyak kekurangan” kata Kae-in malu-malu. “Kamu ini! Seharusnya merasa bangga!” kata Jin-ho memperingatkan. “Dia ini begitu jujur” kata Jin-ho pada ibunya. “Kelihatannya Jin-ho sangat menyukai dia” kata Ibu Jin-ho pada Jin-ho (ibu anak ini selalu panggil nama sebagai tanda sayang). “Ini pertama kali melihatmu didepan saya masih membantu orang lain berbicara” lanjut ibunya. “Jika saya tidak membantunya, dia tidak akan dapat saya”. “Saya ini bukan orang yang begitu pelitkan? Walaupun bukan pelit, tapi saya ada sedikit kecemasan”. “Apa?” kata kae-in kaget. “Proyek yang sekarang kalian kerjakan. Walaupun kalian katakan tidak ada cara lain selain harus bersama”. “Proyek?” kata Kae-in kaget. Jin-ho langsung berusaha menjelasakan. “Kita sekarang bukannya sedang bekerja sama menangani proyek gedung Meiseu kan?”. Kae-in bingung, Jin-ho memberi tanda agar Kae-in mengikuti saja cerita karangannya. Kae-in akhirnya mengangguk membenarkannya. “Jadi kalian benar-benar bekerja sama? Ini saya bisa mengerti, tapi harap kamu janji pada saya satu hal”. “Apa?” kata Kae-in cemas. “Sebelum menikah hamil dulu. Saya harap ini tidak terjadi” kata ibu Jin-ho. Kae-in dan Jin-ho kaget mendengarnya.


Saat pulang ke Sang Go-jae, Kae-in masih memikirkan perkataan ibu Jin-ho. Ia akhirnya tiba-tiba menyuruh Jin-ho pulang kerumahnya saja. “Apa?” kata Jin-ho kaget. “Kamu kenapa harus tinggal disini dan berbohong pada ibumu? Sebelum menikah hamil!, saya dengan apa harus mendengar perkataan seperti ini?” kata Kae-in kesal. “Kamu jangan terlalu memikirkannya. Saya dengan satu jari pun tak ada niat mau menyentuhmu. Jadi kamu jangan salah paham”. “Hanya kamu yang memikirkan begini. Apa gunanya? Ibu tetap saja khawatir”. “Kalau begitu saya akan pergi saja” kata Jin-ho mengancam. “Pergilah”. “Kamu ini benar-benar sangat dingin. Saya benar-benar akan pergi nih”. “Pergilah” kata Kae-in dingin.

Jin-ho kemudian memberesan barang-barang dikamarnya. Kae-in mengawasinya. “Mau saya bantu?”. “Tak perlu” kata Jin-ho kesal. “Benar juga ini adalah masalahmu sendiri jadi harus kamu selesaikan sendiri” kata Kae-in menggoda. “Saya mulanya sudah begini” kata Jin-ho. Kae-in senyum dan tanya “Tak ingin pergi ya!”. “Kenapa tak ingin pergi? Tidak ada kamu, saya malah bahagia”. Kae-in menggoda lagi dengan berkata kalau sebaiknya mereka kencan seminggu sekali saja. Jin-ho kaget mendengarnya. Kae-in berkata ia sedang sibuk akhir-akhir ini jadi cukup kencan sekali seminggu saja. “Saya juga dengan sibuk dengan proyek baru. Kalau begitu bagaimana kalau kita sebulan sekali bertemu saja?” kata Jin-ho balas menggoda. Tapi Kae-in malah langsung menggangguk menyetujuinya, dan berkata sebaiknya Jin-ho segera beberes dan lekas pergi karena ia sedang banyak kerjaan. Kae-in pergi, Jin-ho kesal godaannya tak berhasil. “Tak bisa begini” kata Jin-ho.

Jin-ho selesai berberes, ia pamit pada Kae-in dari luar kamar kerja Kae-in. Kae-in yang sedang bekerja dari dalam dengan enteng mempersilahkannya. “Tidak pergi mengantar keluar sayakah?” kata Jin-ho kesal. “Saya sangat sibuk, tak ada waktu untuk itu”. “Kalau begitu kamu rajin bekerja saja, saya pergi” kata Jin-ho memancing. “Selamat jalan”. “Benar. Saya pergi nih” kata Jin-ho. Didalam Kae-in kesal “Kamu buka pintu sendiri tak bisakah? Benar-benar sangat keterlaluan”. Jin-ho kesal pergi menuju mobilnya. “Park Kae-in, kau benar-benar bodoh. Jika saya pulang kerumah bagaimana bisa keluar lagi” gumam Jin-ho sendiri. Kae-in tak bisa konsentrasi kerja, ia kesal karena Jin-ho menuruti saja perintahnya untuk keluar dari rumahnya. Ternyata Jin-ho tidak pergi, ia tinggal di dalam mobilnya. Ia mencoba membuat alasan-alasan agar bisa kembali ke Sang Go-jae.

Tiba-tiba Kae-in mendengar pintu gerbang rumahnya terbuka. Ia kaget sekaligus senang mendengarnya karena ia menggap itu Jin-ho. Dan benar Jin-ho kembali ke dalam. Kae-in lalu keluar dengan sikap sok dingin, ia tanya kenapa Jin-ho kembali. Jin-ho berkata kalau laptopnya ketinggalan. “Barang yang begitu penting dan dipakai tiap hari kenapa sampai keluapaan tidak di bawa?” sindir Kae-in. “Saya juga ada saat tidak hati-hati” kata Jin-ho. Jin-ho memberekan laptonya dengan pelan-pelan, Kae-in menggoda agar Jin-ho segera memberekan laptopnya dan pergi dari sana. “Saya bukannya sedang memberesakan” teriak Jin-ho kesal.

Setelah selesai beres-beres dan mau pergi, Kae-in memperingatkan agar Jin-ho lihat lagi apa ada barang yang ketinggalan tidak, agar ia tidak kembali lagi. “Saya sudah kemas semuanya” kata Jin-ho kesal. “Kalau begitu kamu baik-baik di jalan, ya!” kata Kae-in. “Kamu harusnya yang baik-baik”. “Huah.. sangat ngantuk” kata Kae-in pura-pura ngantuk dan masuk kamarnya. ‘Lihat.. mengartar pergi pun tidak “kata Jin-ho kesal. Jin-ho pergi, Kae-in di dalam mengupingnya. Ia khawatir Jin-ho kali ini benar-benar pergi, kemudaian ia pura-pura sakit. Dan benar Jin-ho langsung khawatir dan masuk melihat keadaan Kae-in. “Ada apa?”. “Saya tadi terjatuh, sepertinya kaki saya terluka”. “Mana, disinikah?” kata Jin-ho sambil memegang kaki Kae-in yang sakit. Tapi Kae-in malah tertawa geli karena kakinya dipegang. Jin-ho memandang Kae-in curiga. Kae-in sadar dan pura-pura lagi dan menunjuk bagian kakinya yang sakit. Jin-ho melihat bekas luka lama disana dan tanya itu luka karena apa. Kae-in berkata mungkin karena jatuh saat kecil tapi ia sudah lupa kejadiannya bagaimana. Jin-ho mengelus luka itu dan bilang “Pasti sangat sakit ya?”. Tapi lagi-lagi Kae-in geli saat kakinya dipegang Jin-ho. Jin-ho akhirnya sadar kalau Kae-in hanya berbohong. Kae-in menyangkal dan berakta kalau ia benar-benar sakit. Jin-ho tak percaya dan berkata kalau akting Kae-in buruk sekali. Kae-in kesal dan menghampiri Jin-ho. Mereka saling bertatapan dan tiba-tiba mereka jadi gugup karena terlalu dekat. Mereka lalu mau berciuaman, tapi tiba-tiba ada suara Young-soon datang. Kae-in kaget dan khawatir jika Young-soon melihat Jin-ho dikamarnya. Ia minta Jin-ho sembunyi sementara ia menemui Young-soon.



Kae-in menghampiri Young-soon ia tanya kenapa Young-soon tiba-tiba datang malam-malam. Young-soon terlihat sedih. Kae-in tanya sebenaranya ada apa hingga Young-soon datang membawa koper besar-besar. Young-soon Cuma berkata bahwa Kae-in pasti tahu kenapa. “Bertengkar dengan oppa lagi kah?”. “Kae-in, saya bisakah tinggal sementar di sini?” tanya Young-soon memelas. Kae-in kaget mendengarnya tapi ia hanya bisa menganggu-angguk menyetujuinya. Sementara itu Jin-ho yang sedang sembunyi di dalam lemari kesal mendengarnya. “Orang ini kenapa mau tinggal di sini?”. Kae-in khawatir dengan Jin-ho, ia mencoba memeperingatkan Young-soon bahwa ia tidak bisa keluar rumah begitu saja karena masih ada anaknya di rumah. Young-soon tetap pada pendiriannya dan cerita permasalahannya. Kae-in bingung harus bertindak bagaimana. Tiba-tiba Young-soon ingat, ia tanya apa Jin-ho ada di rumah karena ia takut Jin-ho mendengar curhatnya tadi. “Tidak, Jin-ho sedang tak ada sini” kata Kae-in. Young-soon jadi tenang, ia ingat Jin-ho bukan gay jadi pasti tak enak tinggal dengan Kae-in. Young-soon kemudian tanya apa Kae-in pernah melihat sesuatu yang tak boleh dilihat saat mereka tinggal bersama. “Kamu ini khawatiran apa, kami ingin melihat pun tak dapat melihat” gumam Kae-in pelan. “Apa?” tanya Young-soon. “Tidak. Tidak ada apa-apa” kata Kae-in. Young-soon kemudian mau masuk kamar Kae-in untuk membereskan baranganya dan menyuruh Kae-in menyiapan makanan untuknya. Kae-in langung cemas, ia mencoba menyuruh Young-soon mandi dulu sebelum masuk kamarnya. Young-soon heran tapi akhirnya menurutinya.



Kae-in masuk kekamarnya, ia bingung karen Jin-ho tak ada di sana. Ia lalu memanggil-manggil nama Jin-ho pelan, Jin-ho keluar dari lemari. Ia langsung menyuruh Kae-in mengantar Young-soon pulang. Kae-in berkta tak bisa karena Young-soon baru bertengkar dengan suaminya. “Kalau begitu kamu menyuruhku sembunyi dini sampai kapan?” tanya Jin-ho kesal. Kae-in menyuruh Jin-ho pelan dikit sambil menyuruh Jin-ho pergi diam-diam saja dari sana. “labih baik waktu menjadi gay, lebih lelasa” kata Jin-ho. Kae-in tersenyum dan menggoda “Begitu ingin bersama saya kah?”. Jin-ho hanya diam. Kae-in lalu mencium pipi Jin-ho, ttapi tepat saat Young-soon mau masuk kekamar mencari Kae-in. Young-soon kaget dan langsung keluar lagi, tapi ia masuk lagi minta maaf dan berkata agar merea berdua melanjutkan saja kemudian keluar (haha.. kacau semua..).


Beberapa saat kemudian Kae-in dan Young-soon mengantar Jin-ho keluar. Young-soon merasa tidak enak karena dia Jin-ho harus pergi. Jin-ho berkata tidak apa-apa, kemudian ia pamit pergi. Tapi tiba-tiab Young-soon mencegah, ia ingin tanya sesuatu lagi. Young-soon bertanya sebenarnya sebelum ia datang Jin-ho mau melakukan apa dengan Kae-in. Jin-ho malu dan langsung pergi dar sana. Kae-in merasa kesal dengan Young-soon karena mengacau acaranya. Akhirnya malam itu Jin-ho menginap di kantornya.


Keesokan harinya In-hae menerima laporan proyek museum untuk diserahkan pada Do-bin. Si karyawan curhat sedikit dengan berkata proyek museum pasti sudah berjalan jika sejak awal di serahkan kepada Prof. Park. Mendengar nama Prof. Park, In-hae jadi penasaran. Ia bertanya sebenarnya ada alasan apa sampai harus berurusan dengan Prof. Park. Si karyawan menjelasakan karena ketua Choi menyukai desain-desain bangunan rancangan Prof. Park. In-hae mulai menyadari sesuatu saat itu.

Hye-mi dengan membawa koper tiba-tiba mengahampiri Kae-in di tempat kerja Kae-in. “Kamu benar ingin menikah dengan Oppa Jin-ho kah?” tanya Hye-mi langsung. Kae-in kaget mendengarnya dan hanya diam saja. “Tidak ada waktu lagi. Jangan menjawab bertele-tele. Saya masih mau pergi ke bandara” kata Hye-mi mendesak. “Mau pergi kah?” tanya Kae-in. “Kamu mau saya bagaiman menerima oppa Jin-ho menikah dengan wanita lain? Saya kenapa bisa datang ke Korea? Orang tua dan teman pun saya tak ada disini, hanya demi oppa Jin-ho seorang baru datang kesini”. “Maaf. Tidak sangka bisa separah ini”. "Maaf? Saya benar tidak tahu kenapa saya bisa dikalahkan orang seperti kamu? Saya benar-benar mau gila. Di dunia ini tidak ada orang lain yang disa mencintai oppa Jin-ho melebihi saya” .”Saya tak ada keyakinan diri mengatakan saya bisa lebih mencintai oppa Jin-ho melebihi kamu”. “Lihatlah!”. “Tapi saya mengira Jin-ho gay waktu itu, sehingga demi menyembunyikan itu melamar saya. Bagi saya jika Jin-ho ingin walaupun dia gay saya tetap akan bersedia menikah dengannya” kata Kae-in. Hye-mi kaget mendengarnya. “Ini lah saya, saya benar-benar ingin bersama dengan Jin-ho” kata Kae-in lagi. “Apa?” kata Hye-mi merasa kalah dan pergi dari sana.

Saat akan pulang tak sengaja Hye-mi berpapasan dengan In-hae. In-hae mengenali Hye-mi dan mengajaknya bicara di suatu tempat. (Ini nih adegan paling di tunggu penggemar oppa KNG). In-hae dan Hye-mi pergi ke sebuah restoran (yang disana ada seorang pria duduk sendiri sedang minum kopi sambil baca novel siapa lagi kalo bukan oppa KNG.. adegannya bisa dilihat di sini ). Hye-mi tanya apa In-hae ada rasa suka juga pada oppa Jin-ho-nya. In-hae tak menjawab. Hye-mi menyuruh In-hae melepaskan saja rasa suka itu karena sudah berakhir semua. Hye-mi lalu cerita tentang perkataan Kae-in tadi. In-hae berkata sebenarnya ia curiga Jin-ho pura-pura jadi gay untuk apa. Hye-mi berkata tidak tahu. In-hae memanasi dengan berkata mungkin itu cuma siasat Kae-in untuk mendapatkan Jin-ho. Hye-mi kaget dan heran mendengarnya. Ia kemudian tanya apa In-hae kenal Kae-in. In-hae bercerita kalau mereka adalah teman selama 10 tahun. In-hae kemudian tanya apa Hye-mi kenal dengan Han Chang-ryul. Hye-mi berfikir sebentar kemudain berkata “Anak orang yang mencelakakan ayah oppa Jin-ho meninggal. Kamu bagaimana tahu dia?”. “Dia adalah orang yang mau jadi suami saya”. “Benarkah?”. “Tapi saat hari pernikahan tiba, semuanya jadi sia-sia” . “Kenapa?”. “Kae-in, dia adalah dulunya teman wanita Chang-ryul. Jadi kami berdua sampai akhir tetap saja berpisah”. Hye-mi kaget mendengarnya (mau diputar balikaan nih ceritanya.. dasar wanita jelak...). “Tapi setelah saya berpisah dengan Chang-ryul, tak lama kemudian dua orang ini bersama lagi”. “Kalu begitu Park Kae-in selingkuh kah?” kata Hye-mi kaget.

Saat Kae-in yang baru saja pulang, ia kaget melihat ayah Chang-ryul ada di depan Sang Go-jae sambil membawa banyak hadiah. Ayah Chang-ryul minta maaf atas tidakan anaknya. Kae-in jadi tidak enak. Ayah Chang-ryul menyuruh sopirnya membawa hadiah itu masuk kedalam Sang Go-jae. Tapi Kae-in mencoba menghalanginya dan berkata kalau ia dan Chang-ryul sebenarnya sudah berpisah dan selama ini mereka tak pernah benar-benar kembali berpacaran. Ayah Chang-ryul malah tertawa dan berkata ia mengerti kalau hubungan antara pria dan wanita pasti ada waktu yang tidak baik. Ia terus-terusan minta maaf atas nama anaknya dan menyuruh sopirnya membawa masuk hadiah tadi. Tapi tiba-tiba ia melihat ibu Jin-ho datang dengan Hye-mi. Ibu Jn-ho yang baru datang pun kaget meliaht ayah Chang-ryul ada disana. “Ibu” kata Kae-in kaget melihat ibu Jin-ho. Ayah Chang-ryul kaget mendengarnya. Kae-in menghampiri ibu Jin-ho dengan cemas. Ayah Chang-ryul bertanya kenapa ibu Jin-ho bisa datang kesana. Ibu Jin-ho hanya diam saja menahan kesal. “Saya tak menyangka kamu kenal orang ini yang mau menjadi menantu kami” kata ayah Chang-ryul lagi. “Menantu? Kalau begitu” kata Hye-mi. “Ibu” kata Kae-in mau menjelaskan. “Ibu, kamu memanggilnya ibu?” kata ayah Chang-ryul kaget. “Ibu, saya akan jelaskan pada anda” kata Kae-in. “Jangan panggil saya ibu” kata ibu Jin-ho marah. “Ibu”. Ibu Jin-ho dan Hye-mi kemudian pergi. Kae-in mencoba mengejar tapi tak berhasil.


Jin-ho kembali kerumah saat mendengar masalah itu. Hye-mi langsung bertanya kenapa Jin-ho bisa memilih wanita seperti itu dan berata kalau Kae-in masih menerima ayah Chang-ryul yang datang membawa banyak hadiah untuk Kae-in. “Kamu diam” kata Jin-ho. Ia kemudian menghampiri ibunya untuk menenangkan serta menjelaskan keadaan sesungguhnya. “Ibu, saya akan beritahu semuanya”. “Sebelum saya mati, dia pasti tidak akan berhenti. Jika kamu ingin melihat saya mati kamu lakukan hal begitu saja” kata ibu Jin-ho tak menyetujui hubungan Jin-ho dan Kae-in.

Sementara itu ayah Chang-ryul memarahi Chang-ryul, ia minta penjelasan kenapa putri Prof. Park bisa memanggil ibu Jin-ho dengan panggilan ibu mertua. Chang-ryul kaget sekaligus heran ayahnya bagaiman tahu hal itu.

Kae-in menunggu Jin-ho pulang dengan cemas. Ia berjalan mondar-mandir di teras dan saat Jin-ho pulang. Ia langsung tanya bagaimana keadaan ibu Jin-ho. Jin-ho malah tanya balik. Ia tanya kenapa ayah Chang-ryul datang membawa hadiah untuk Kae-in. Kae-in berkata kalau ia juga tidak tahu dan tak tahu harus melakukan apa dalam keadaan seperti tadi. Jin-ho curiga Kae-in mau berhubungan kembali dengan keluarga Chang-ryul. Kae-in menyakal dan berkata kalau Jin-ho sudah tahu maksudnya selama ini bersikap baik pada Chang-ryul. Jin-ho tetap memarahi Kae-in dan berkata seharunya Kae-in tidak balas dendam sejak awal. Kae-in mulai kesal dan balik bertanya kenapa Jin-ho tak mengatakan hal sebenarnya kalau ia bukan gay sejak awal. Mereka jadi bertengkar. Jin-ho kemudian pergi. Kae-in bingung harus melakukan apa.


Jin-ho sambil berlutut menjelaskan segalanya pada ibunya. Ibu Jin-ho tetap tak setuju Jin-ho berhungan dengan Kae-in karena dia dulu berhungan dnegan Chang-ryul. “Tapi saya duluan yang menyukai dia?” kata Jin-ho. Ibu Jin-ho kaget mendengarnya. “Jika dalam hati wanita masih ada sediit bayangan Chang-ryul, saya juga tidak akan melakukan begitu. Saya adalah anak ibu. Apa ibu ta bisa mengerti saya kah?”. ‘Saya tidak suka dia. Ta peduli dia bagaiman. Asalkan orang itu ada hubungannya dengan Han Chang-ryul. say tak beniat menerimanya menjadai menantu” kata Ibu Jin-ho kesal. “Ibu.. saya harus ada dia. Jia tida saya tak akan menikah” ancam Jin-ho. Ibu Jin-ho aget mendengarnya.


Young-soon sedang menenangkan Kae-in yang sedih karena masalah tadi. Ia berkata “Diantara pasangan kekasih bertengkar hanyalah seperti air pasang surut saja. Asal diantara kalian tidak mengambil hati. Tidak akan ada masalah”. “Waktu Jin-ho keluar, dia benar-benar sangat marah. Saya tak berani bertemu dengan dia lagi” kata Kae-in sedih. “Saya telepon Sang-joon dulu”. Kae-in kaget mendengarnya. “Saya sebenarnya sudah putuskan untuk tak menghubungi orang itu lagi tapi demi kamu, saya akan telepon dia”. “Kalau begitu Jin-ho sekarang lagi lakukan apa?”. “Asalkan tidak ada di kantor”. Tiba-tiba Young-soon dapat ide bahwa Kae-in harus ikut ke pulau Jeju menyusul Jin-ho. Kae-in bisa baik-baik menghibur Jin-ho di sana. Young-soon menyarankan agar Kae-in hamil dulu, pasti ibu Jin-ho akan menyutujui mereka (ups.. jangan ditiru ya.... gak baik n haram hukumnya).

Akhirnya Kae-in dan Young-soon pergi ke pulau Jeju. Di dalam pesawat sebenarnya Kae-in masih ragu. Tapi Young-soon menguatkan Kae-in agar yakin bahwa tindakannya benar dan Jin-ho pasti teharu jika melihatnya menyusul.


Saat di pulau Jeju Kae-in harus menunggu Young-soon di lobby hotel sebelum pergi. Young-soon beralasan tiba-tiba suaminya telepon jadi ia akan turun terlambat. Kemudian Young-soon menelepon Sang-joon dan memberitahu bahwa Kae-in ada di lobby hotel saat itu. Sang-joon berkata kalau Jin-ho juga sudah ada disana. Dan benar saja Jin-ho kaget melihat Kae-in sedang menunggu seseorang di lobby. Jin-ho senang sekali melihat Kae-in di sana dan merasa ialah yang sedang di tunggu Kae-in, ia lalu menghampiri Kae-in. “Nona Kae-in, kamu apakah begitu menyukai saya” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget mendengarnya, sekaligus kesal. Ia lalu pura-pura dingin dan berkata kalau ia ada kerjaan juga disana. Jin-ho tak percaya. “Saya tidak beralasan” kata Kae-in. “Kita keluar saja” kata Jin-ho sambil menggandeng tangan Kae-in pergi.


Jin-ho dan Kae-in pergi ke tepi pantai. “Bagaimana keadaan ibumu? Mungkin tidak akan mudah menurunkan amarahnya iya kan?”. “Asalkan kamu percayakan pada saya saja”. “Kamu mau melakukan bagaimana?”. “Keculi dia benar sanggup membunuh anaknya sendiri! Jika tidak ada Kae-in saya akan mati, saya bilang begitu”. “Jin-ho” kata Kae-in tak enak. “Jangan terlalu terharu saya katakan begitu” kata Jin-ho sambil senyum-senyum. “Apakah kamu benar mengira saya akan mati demi kamu?”. “Jangan bercanda, saya khawatir sekali memikirkannya” kata Kae-in kesal. Jin-ho lalu memeluk Kae-in dari belakang dan berkata “Saya tidak bercanda. Saya tidak akan berpisah dengan kamu, jadi jangan khawatir”. Kae-in dan Jin-ho akhirnya bisa senyum bersama lagi sekarang.



“Kita mau tidak pura-pura bertengkar?” ajak Jin-ho saat mereka kembali ke hotel. “Apa?” kata Kae-in kaget. “Mempermainkan Young-soon dan Sang-joon bukankah sangat menyenangkan”. “Kamu ini benar-benar jahat”. Tiba-tiba mereka berpapasan dengan Do-bin. Jin-ho langsung memberi hormat. “Acara di Jepang lebih cepat berakhir, jadi saya lebih awal kesini” kata Do-bin. Ia lalu mengajak mereka malan malam bersama. Kae-in jadi tidak enak pada Do-bin keran Do-bin memintanya untuk mendekatkan dia dengan Jin-ho. Jin-ho berkata kalau ia ingin mengatakan sesuatu pada Do-bin. Do-bin kaget dan bertanya apa ingin diucapkan sekarang. “Ya” kata Jin-ho. “Baiklah, ayo” kata Do-bin senang. “Ini adalah bagian yang mau saya selesaikan. Pergi langsung datang” kata Jin-ho pada Kae-in sebelum pergi.


Kae-in masuk hotel dan berpapasan dengan Chang-ryul. Chang-ryul kaget melihat Kae-in ada disana. Kae-in kemudian menghampiri Chang-ryul dan berkata kalau ia ingin berbincang sebentar dengannya di luar. Di sisi lain In-hae melihat kejadian itu, tiba-tiba ia merasa dapat ide.
Jin-ho bicara dengan Doo-bin di suatu tempat. Jin-ho berkata kalau ia sangat berterima kasih pada Do-bin. Do-bin berkata agar Jin-ho tak menjadikannya beban, ia hanya ingin Jin-ho menganggapnya seperti ia sedang menaruh saham pada diri Jin-ho saja. Sehingga lain kali Jin-ho bisa tidak pura-pura tidak mengenalnya. Jin-ho jadi tak enak mendengarnya. Do-bin yang melihat air muka Jin-ho kemudian tanya sebenarnya apa yang ingin Jin-ho katakan padanya. Tapi tiba-tiba Do-bin mengalihan pembicaraan dan berkata kalau ia telah menemukan lukisan dan ingin memberiannya pada Jin-ho. Jin-ho dengan sopan menolaknya. Do-bin berkata sebenarnya ia tahu pemberiannya akan di tolak, tapi ia tetap merasa kecewa karena penolakannya itu. Do-bin lalu berkata sebenarnya ia tak tahu Jin-ho mau bicara apa, tapi dari air muka Jin-ho ia bisa tahu dan ia bilang ia belum siap mendengarnya saat itu. Sebelum pergi ia minta Jin-ho membicarakan hal itu lain kali saja. “Ketua Choi” kata Jin-ho tiba-tiba.

Di tempat lain Kae-in memperingatkan Chang-ryul agar berkata pada ayahnya untuk tidak menemuinya lagi. “Ya, saya bisa” kata Chang-ryul. “Selama ini saya telah begitu dalam melukaimu. Lain hari saya tidak ingin begitu lagi” lanjut Chang-ryul. Kae-in jadi tidak enak, ia minta maaf karena telah berniat balas dendam padanya. Chang-ryul tersenyum dan berkata “Kamu juga tidak bisa baik-baik balas dendam kan? Buat apa menyalahkan diri?”. Kae-in kemudian pamit masuk ke hotel kembali. “Kamu bahagia kan?” tanya Chang-ryul tiba-tiba. Kae-in berbalik. “Saya tanya kamu dan Jin-ho bahagia kan?” kata Chang-ryul lagi. Kae-in mengangguk. “Kalau begitu saya sudah bisa melepaskanmu” kata Chang-ryul kemudian mau pergi juga. Tiba-tiba Chang-ryul melihat sebuah truk melaju kencang kearah Kae-in. Ia berlari menyelematkan Kae-in.


“Maaf” kata Jin-ho pada Do-bin. “Maaf apa?”. “Saya mencintai Park Kae-in” kata Jin-ho langsung. Do-bin kaget mendengarnya. Chang-ryul berhasil menyelamatkan Kae-in tapi ia malah yang tergeletak tak sadarkan diri. Kae-in jadi khawatir melihatnya (menurutku In-hae yang mengendarai truk itu deh.. ).

Award dari aphni... (award pertama)

award dari apni
sebetulnya gag mudeng dan gag tau mau di apain ni award
tapi karena yang lain si pasang di blog
ya.. ikut aja deh..
thx apni

Minggu, 04 Juli 2010

OST BAD GUY MP3 VERSION



1. Jung Yeop - 가시꽃/ Gasikkot / Thorn Flower download di sini
2. Mi - 어디에 / Eodie / Where download di sini
orchestra version download di sini
3. 4Men feat. Jang Hye Jin - 웃지마 울지마 / Usjima, uljima /
Don't Laugh, Don't Cry download di sini
male version download di sini
4. BMK - 기다림은 상처만 남기 / Gidalim-eun Sangcheoman Namgi /
Waiting to Leave Cause Pain download di sini
5. Yeon Seo - 슬픈여자 / Seulpeun-yeoja / Sad Girl download di sini
6. T-max - 해 줄 수 있는 말 / Hae Jul Su Inneun Mar/
Words That I Can Say download di sini
7. 4Men feat. Ben of Bebe Mignon - 고해요 / Gohaeyo download di sini
8. Baek Joo Young - 바보 / Babo / Fool download di sini
9. Jung Yeob - 혼잣말 / Honjatmal / Alone download di sini
10. Yelocloc - 몰랐었어 / mollass eosseo / I did not know download di sini


thx bwt yg udah upload lagu-lagu ini...

Sabtu, 03 Juli 2010

Personal Taste episode 10

Melihat Kae-in begitu khawatir terhadap Chang-ryul, hati Jin-ho jadi panas ia tak tahan dan mau masuk ke Sang Go-jae lagi. Chang-ryul ia mencoba menghalangi Jin-ho masuk lagi tapi kali ini In-hae menengahi mereka berdua. In-hae membela Jin-ho dengan berkata kalau Chang-ryul hanya iri saja pada Jin-ho. Chang-ryul mencoba berkata kalau Jin-ho itu hanya pembohong, tapi In-hae selalu memotong pembicaraan Chang-ryul. Kae-in kaget juga melihat In-hae begitu perhatian dengan Jin-ho. In-hae menyuruh Kae-in membawa Jin-ho masuk. Kae-in menurut dan minta Chang-ryul bicara dengannya lainkali saja saat semua sudah tenang. Kae-in dan Jin-ho masuk rumah, Chang-ryul coba mencegah tapi dihalangi In-hae.


Begitu masuk kedalam rumah Kae-in langsung menanyakan keadaan Jin-ho, tapi Jin-ho yang sedang kesal berkata bahawa Kae-in sebaiknya memperhatikan pacarnya saja. Kae-in kaget mendengarnya. Jin-ho berkata tadi Kae-in berprilaku seperti pacar pada Chang-ryul karena terlihat begitu cemas saat melihat Chang-ryul jatuh (CEMBURU!!). Kae-in jadi gugup ia mencoba berbohong dan berkata bahwa tadi ia hanya berakting saja di depan Chang-ryul. Tapi Jin-ho tak percaya dan berkata kalau ia tahu Kae-in tak pandai berakting. Kae-in tetap pada pendiriannya dan bertekad akan menunjukan pada Jin-ho bahwa ia pandai berakting. Kae-in kemudian berniat mengambil kompres untuk muka Jin-ho, tapi Jin-ho menarik tangannya hingga Kae-in kesakitan. “Apa kamu benar-benar bisa?”. “Apa?”. “Kalau aku berkata Game over.. kamu akan benar-benar putus dengan Chang-ryul kah?”. Kae-in diam sebentar dan berkata dengan tegas “Ya. Aku bisa melakukannya”. Jin-ho menatap Kae-in dan melepas genggamannya sambil berkata “Kalau begitu apa kau bisa tepati janji ini?”. “Di dunia ini teman baikku adalah janjiku” kata Kae-in. Kae-in kemudian berkata kalau ia merasa tidak aman saat melihat In-hae begitu khawatir kepada Jin-ho tadi. Jin-ho berkata kalau ia tidak akan menjadi seperti yang dipikirkan Kae-in. “Hati orang bisa selalu berubah. In-hae adalah anak yang apa pun yang ia inginkan akan mendapatkannya. Dia ingin jadi temanmu maka ia pasti akan menjadi temanmu” kata Kae-in. “Hatiku.. hanya aku yang tahu bagaimana isinya. Kamu hanya perlu atur hatimu sendiri” kata Jin-ho.




In-hae pergi minum bersama Chang-ryul. Di sana In-hae berkata kalau Chang-ryul memberitahu Kae-in sekarang bahwa Jin-ho bukan gay itu tak ada gunanya. Chang-ryul tak mengerti maksud In-hae. In-hae menjelasakan bahwa Kae-in karena tahu Jin-ho adalah gay makanya mau jadi temannya. Tapi jika Kae-in tahu kebenarannya Kae-in akan melihat Jin-ho berbeda. Bagi Kae-in, Jin-ho dalah teman spesial lebih dari Chang-ryul yang dulu pernah mengkhianatinya. Jadi jika Chang-ryul mengungapkannya sekarang pasti ia akan kalah. In-hae juga berkata kalau mereka sekarang satu kapal. Chang-ryul tak mengerti. In-hae berkata kalau ia menyukai Jin-ho dan mau memilikinya. Chang-ryul kaget mendengaranya. In-hae berkata kalau sebaiknya mereka bekerjasama saja. Chang-ryul hanya diam masih tak percaya dengan pengakuan In-hae.


Jin-ho masih teringat bagaimana begitu perhatiannya Kae-in pada Chang-ryul. Ia kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa. “Kau bilang hal itu adalah akting!” gumam Jin-ho sendiri. Kae-in memberikan kompres yang ia telah buat. Jin-ho berkata hal itu tak perlu. Kae-in tetap memaksa. Jin-ho lalu berkata kalau pukulan Chang-ryul itu tidak ada apa-apanya. Lalu tiba-tiba In-hae datang. Kae-in dan Jin-ho kaget melihatnya. In-hae berkata kalau ia khawtir dengan keadaan mereka jadi ia kembali membawa minuman untuk mereka berdua agar bisa minum bersama dan tidur nyenyak. In-hae juga berkat sebetulnya ia juga ingin ikut minum bersama mereka tapi ia tahu Kae-in pasti tidak suka jadi ia pamit pulang saja. Kae-in jadi kesal mendenganya. In-hae kemudian berkata kalau ia bersyukur karena ada Kae-in yang menemani Jin-ho- kami. Jin-ho dan Kae-in saling berpandangan setelah mendengarnya. In-hae kemudian pamit pada mereka berdua. Kae-in kesal dan menyerahkan kompresnya tadi dengan kasar pada Jin-ho dan masuk kamarnya (CEMBURU!!). “Apa.. Jin-ho-kami?” gumam Kae-in kesal. Tiba-tiba Chang-ryul menelepon dan berkata kalau ia ingin bertemu sekarang dan ia sudah ada di depan Sang Go-jae. Kae-in sebetulnya tak ingin bertemu Chang-ryul, tapi Chang-ryul memaksa.


Kae-in akhirnya keluar menemui Chang-ryul dan terlihat oleh Jin-ho yang sedang ada di dapur. Mereka hanya berpandangan dan Kae-in tetap keluar. Jin-ho merasa kesal karena ia tahu Kae-in keluar untuk bertemu dengan Chang-ryul. Di luar Kae-in bersikap dingin pada Chang-ryul dan minta Chang-ryul mengatakan segera apa yang ia ingin katakan. Chang-ryul berkata kalau ia tidak suka Kae-in tinggal dengan Jin-ho meski ia tahu Jin-ho itu adalah Gay. Kae-in kesal Chang-ryul mencampuri kehidupan pribadinya karena sampai saat itu mereka belum jadian kembali jadi tidak ada hak untuk mencampuri kehidupan pribadinya. Chang-ryul terlihat sedih, ia berkata meski ia tidak suka, ia akan mencoba mengerti. Kae-in jadi tidak enak. Chang-ryul berkata kalau ia akan menuruti keinginan Kae-in kali ini karena Jin-ho bisa membuat Kae-in bahagia tapi ia memohon agar Kae-in membiarkan Jin-ho pergi dari rumahnya demi dia. Kae-in jadi tidak enak ia berkata ia akan mempertimbangkannya. Chang-ryul lalu menyuruh Kae-in masuk saja karena cuma hal itu yang ia ingin bicarakan. Kae-in menyuruh Chang-ryul pergi saja dulu, tapi Chang-ryul menolak dan berkata kalau ia ingin melihat Kae-in masuk.

Akhirnya Kae-in masuk dan ia melihat bungkusan plastik pemberian In-hae tadi tergeletak di lantai. Kae-in mengambilnya dan menyerahkannya pada Jin-ho yang ada di kamar. Jin-ho kaget menerimanya dan berkata kenapa ia harus minum minuman itu. “Ini adalah In-hae yang kamu cintai yang beli untukmu. Kalau kamu tak minum lalu siapa yang minum” kata Kae-in kesal. “Aku tak mau minum. Mau kau minum atau buang terserah kamu saja” kata Jin-ho. “Kamu tidak perlu sengaja begini demi aku. Kalau kamu ingin berteman dengan In-hae maka lakukan saja” kata Kae-in. “Apakah yang kamu katakan adalah benar?”. “Aku tidak bisa hanya memikirkan diriku sendiri hingga tidak biarkan kamu berteman dengan orang lain”. “Jadi yang kau maksud.. aku juga jangan mengaturmu berteman dengan siapa begitu kah?” kata Jin-ho kesal. “Kapan aku bilang begitu”. “Kamu bukankah pergi bertemu Chang-ryul. bukankah kau yang katakan jika aku katakan Game over.. maka kamu akan putuskan dia. Sekarang kau tidak tanya aku.. tetap keluar”. “Itu karena ada masalah sedikit. Apa ini pun harus minta tolong padamu? Lagipula aku takut kamu merasa dipusingkan oleh urusanku”. “Kalau begitu kelak kamu urus sendiri masalahmu” kata Jin-ho sambil menutup pintu kamarnya. Kae-in tak percaya Jin-ho berkata seperti itu, ia kesal dan membuang bukusan plastik tadi didepan kamar Jin-ho. Kae-in masuk kamarnya dan mengambil boneka Jin-honya. Dalam hati ia berkata kalau dibandingakan dengan melihat acara pernikahan In-hae dan Chang-ryul, ia lebih takut dengan kalimat In-hae tadi yang berkata Jin-ho-kami.


Keesokan harinya Jin-ho tak dapat konsentrasi kerja di kantornya. Ia ingin menelepon Kae-in dan minta maaf tapi ia urungkan. “Aku juga tak tahu kenapa mau begini. Jika aku sudah keterlaluan.. maka maafkanlah” gumam Jin-ho. Sementara itu Kae-in juga tak bisa konsentrasi kerja ia meninggalkan pesan suara untuk Jin-ho. Ia berkata kalau ia tidak ingin menyerah. Ia hanya hanya ingin balas dendam tapi malah membuat mereka bertengkar. Tapi Kae-in membatalkan pesan suara itu.

Jin-ho buru-buru pulang saat jam kerja telah selesai dan menolak ajakan makan bersama Sang-joon dengan alasan ia ingin istirahat. Sang-joon heran melihatnya, tapi ia lalu mengingatkan Jin-ho bahwa tanggal penyerahan draf gambar proyek musem sudah hampir tiba. Jin-ho berkata kalau ia sudah tahu dan akan mengurusnya. Ternyata Jin-ho tak langsung pulang hari itu, ia pergi ke supermarket membeli bahan makanan. “Kenapa kau harus melakukan semua ini” gumam Jin-ho heran dengan tindakannya sendiri. Saat tiba di rumah Jin-ho memanggil-manggil Kae-in tapi Kae-in belum pulang. Ia lalu melihat cuaca jadi mendung mau turun hujan.

Kae-in pulang dan turun di halte bis dekat rumahnya, saat itu hujan sudah turun dengan deras. Akhirnya ia nekat hujan-hujan untuk sampai rumah. Kemudian Jin-ho tiba di halte bis sambil membawa payung. Ia duduk menunggu Kae-in yang ia pikir belum datang, tapi ia kemudian melihat sebuah buku tertinggal di halte itu dan ia mengenali itu buku milik Kae-in. Kae-in tiba-tiba menyadari bukunya tertinggal ia ingin berbalik tapi tiba-tiba seseorang datang dengan payung membawakan bukunya. Kae-in kaget melihatnya dan tambah kaget saat melihat orang itu adalah Jin-ho. Di jalanan di bawah satu payung, Jin-ho berkata “Park Kae-in bukankah kau orang yang suka melihat ramalan cuaca kenapa tidak membawa payung”. Kae-in pura-pura kalau ia suka hujan-hujanan dan pergi meninggalkan Jin-ho. “Nanti orang akan menganggapmu seperti tikus yang tenggelam” kata Jin-ho menyusul sambil berjalan di samping Kae-in dan memanyunginya. “Kamu ini ingin bertengakar denganku di jalanan, iya kan?”. “Kamu kenapa tidak bisa siapkan dengan lengkap sedikit. Benar-benar ceroboh”. “Apa kamu baru pulang kerja? Apa kamu naik angkutan umum dan datang kesini? Kalau begitu mobilmu mana?”. “Aku sudah pulang sampai rumah”. "Kalau begitu kamu sengaja datang menjemputku, iya kan?”. “Walaupun aku tidak tahu kenapa membuatmu marah, tapi aku lihat kamu masih ada rasa tidak puas jadi demi baikan denganmu baru menjemputmu”. “Kalau begitu seharusnya kamu bawa dua payung. Lihat kamu kebasahan”. “Kalau begitu dekat sedikit sudah bisakan” (Halah..bikin iri aja..). Kae-in mendekat dan menggandeng lengan Jin-ho. “Aku dulu merasa iri saat melihat ibu-ibu anak lain datang menjemput anaknya saat hujan. Tapi sekarang aku ada Jin-ho.. Jin-ho kamu seperti ibu nih. Jika bersama Jin-ho tidak akan ada orang yang bilang aku seperti tikus yang tenggelam” kata Kae-in senang. “Barusan waktu aku katai, kamu masih melototi aku. Sekarang kamu dengan enaknya mengatakan itu” kata Jin-ho sedkit kesal. “Aku bukannya tidak punya hati nuranikan”. “Kalau begitu kamu ada apa?”. “Kamu cari kesalahan apa lagi? Kita kan sedang berbaikan” kata Kae-in sambil mencubit Jin-ho. “Hati-hati kehujanan. Ke sini..” kata Jin-ho sambil merangkul Kae-in agar tidak Kehujanan. Dan mereka pun pulang sambil berangkulan. “Kamu lihat.. kamu masih bilang mereka berdua demi pekerjaan baru tinggal bersama” kata Hye-mi dan Tae-hoon yang sengaja memata-mati Jin-ho dan Kae-in. Tae-hoon mengelak dan berkata mungkin karena ada 1 payung makanya mereka berbuat seperti itu. Tapi Hye-mi tetap curiga dan tetap percaya dengan fillingnya kalau mereka berdua ada apa-apa.



Saat sudah sampai di rumah, Kae-in memberikan hadiah Jin-ho berupa miniatur apel sebagai tanda maafnya (kata maaf pad bhs. korea katanya bunyi sama dengan kata maaf.. makanya untuk minta maa orang biasanya memberikan apel). Ia berkata kemarin seharunya ia tidak emosi karena In-hae. Jin-ho mersa Kae-in pelit karena cuma memberikan itu sebagai rasa minta maaf. Kae-in mengelak ia berkata kalau Jin-ho juga tidak terlalu murah hati. Jin-ho hanya diam melihat Kae-in. Kae-in lalu berkata kalau pokoknya mereka sudah baikan. Jin-ho tersenyum. Kae-in berkata kalau ia sudah memberikan hadiah sebagai tanda bahwa hatinya lapang. Jin-ho lalu berkata kalau demi membuat mekanan untuk temannya yang satu ini ia sudah khusus pergi ke supermarket. Kae-in kaget dan senang mendengarnya. Ia bersandar didada Jin-ho dan berkata kalau Jin-ho ternyata juga benar-benar punya hati yang luas seperti laut. Jin-ho tersenyum mendengarnya. Kae-in lalu meminta Jin-ho membuatkn makanan untuknya. Jin-ho menyuruh Kae-in buat sendiri. Kae-in menggeleng dan berkata kalau Jin-ho pun sudah tahu kalau ia tidak pandai memasak. Jin-ho tersenyum lagi mendengarnya.



Young-soon dan Sang-joon pergi ke spa bersama. Sang-joon terlihat senang dan tak percaya Young-soon memintanya menjadi model pemotretannya. “Eonni apakah ini mimpi?” kata Sang-joon. Young-soon minta Sang-joon membuka kacamatanya dan kemudian plak!, Young-soon menampar Sang-joon “Sekarang merasa bagaimana? Jangan berlebihan aku hanya memintamu menjadi model beberapa lembar foto saja” (haha... kasihan3). Sang-joon berkata kalau dirinya sebenaranya ingin jadi model meski ia hanya punya tampan yang lumayan dan sedikit lemak diperut. Young-soon enek mendengarnaya, tapi ia berkata kalau itu bisa diatur pakai efek. Sang-joon senang sekali mendengaranya. Young-soon lalu mengalihkan pembicaraan dengan berkata kalau kuku jari Sang-joon indah sekali. Sang-joon berkata kalau itu adalah salah satu daya tarik miliknya untuk menjerat wanita. “Wanita?” kata Young-soon heran. Sang-joon buru-buru berkata “Laki-laki tentunya”.


Di Sang Go-jae. Kae-in terpesona melihat Jin-ho memotong apel dengan sempurna. Ia lalu tanya apa ada hal yang tidak bisa dilakukan Jin-ho. “Tidak ada yang tidak bisa” kata Jin-ho. Kae-in heran ia berkata apa Jin-ho tidak malu berkata seperti itu. “Ini adalah kenyataan. Buat apa malu?” kata Jin-ho. Kae-in berkata ternyata kekurangan Jin-ho adalah sedikit pun tidak rendah hati. Kae-in lalu mengajak Jin-ho melakukan sesuatu besok, tapi Jin-ho menolak ia ingin membersihkan rumah dan tidur besok. Kae-in memaksa, Jin-ho kesal ia tanya apa Kae-in sehari saja tidak memerintahnya apa bisa mati bosan. “Sedikit” kata Kae-in. Lalu tiba-tiba hp Kae-in dan Jin-ho berbunyi bersamaan. Ternyata itu dari Young-soon dan Sang-joon yang minta bantuan mereka berdua besok.

Keesokan harinya Kae-in dan Jin-ho ternyata diminta membantu pemotretan Sang-joon. Tapi Young-soon merasa Sang-joon terlalu berlebihan, ia lalu minta Jin-ho menggantikan. Jin-ho awalnya tidak bisa tapi ia lalu bisa dan menikmatinya. Sang-joon merajuk pada Young-soon bahwa dia bisa lebih baik dari pada Jin-ho. Tapi Young-soon tak peduli dan minta Sang-joon menggantikan tugas Jin-ho saja (hihi.. kasihan3). Kae-in heran melihatnya, ia lalu mendekati Young-soon dan tanya sambil berbisik apa Young-soon benar-benar ingin menggunakan Sang-joon sebagai model produk kosmetik. “Sang-joon adalah penutupnya.. sasarannya adalah Jin-ho” kata Young-soon. Kae-in kaget mendengarnya dan berkata kalau Young-soon sudah membohongi orang. Pemotretan selesai, Kae-in tiba-tiba mndapat telepon dari Chang-ryul yang mengajaknya bertemu. Kae-in menolak dan berkata kalau ia sedang membantu Young-soon melakukan pemotretan, ia juga berkata tidak ingin di jemput dan akan menelepon Chang-ryul nanti. Young-soon heran sebenarnya Kae-in mau melakukan apa dengan Chang-ryul. Kae-in berkata kalau ia ingin mata dibalas mata, gigi dibalas gigi.. Young-soon memperingatkan agar Kae-in jangan bertindak aneh-aneh dan jangan pernah kembali pada Chang-ryul bagaimanapun masalahnya. Chang-ryul menelepon lagi tepat saat Sang-joon dan Jin-ho datang mendekat. Kae-in ahirnya setuju bertemu dengan Chang-ryul, ia lalu berkata pada Jin-ho bahwa Chang-ryul baru saja meneleponnya. “Lalu kenapa?” kata Jin-ho. “Sebelum pergi berkencan. Kita latihan dulu satu kali. Ok!” kata Kae-in. “Latihan apa. Sekarang kalian taktiknya benar-benar banyak” kata Young-soon heran. “Young-soon... Sang-joon.. kalian balik duluan saja. Kami mau pergi kesuatu tempat. Ada sedikit urusan darurat” kata Kae-in. Kae-in menarik Jin-ho pergi. Sang-joo bingung sebenarnya ada apa. Young-soon semakin heran ia berkata pada Sang-joon kalau mereka berdua yang aneh. “Satu pasangan yang serasi” kata Sang-joon. Young-soon keget, Sang-joon buru-buru berkata kalau ia melihat sepasang burung yang serasi.




Kae-in dan Jin-ho jalan-jalan di taman. Jin-ho tanya kapan Kae-in berencana mengakhiri balas dendamnya. Kae-in tak tahu, tapi ia lalu berkata bagaiman kalau saat Chang-ryul melamarnya, Kae-in bercerita saat Chang-ryul memberi cincin ia akan langsung membuang cincin itu dan menginjak-injaknya. Lalu Kae-in berkata apa sebaiknya saat hari pernikahan saja ia akan lari hari itu.. “Bukan... Jin-ho saat itu kamu di depan Chang-ryul bawa aku pergi saja. Aku paling suka ide ini!” kata Kae-in semangat. “Kenapa aku harus melakukan hal itu” kata Jin-ho. “Betul, kamu bukan orang suka bersantai. Mana ada waktu demi aku melakuan hal seperti ini”. “Aku akan bantu kamu” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget mendengarnya. “Jika benar-benar berkembang sampai tahap itu. Aku akan bantu kamu. Karena kita adalah teman” lanjut Jin-ho. Kae-in tersenyum senang mendengarnya.

Kae-in dan Jin-ho sudah hampir sampai Sang Go-jae. Kae-in menarik tangan Jin-ho dan berkata “Nanti kamu tarik tanganku seperti ini.. lalu kita lari bersama”. “Kamu ini benar-benar suka membuat janji” kata Jin-ho. Mereka pulang sambil bergandengan tangan. Lalu tiba-tiba mereka melihat Ibu Jin-ho, Hye-mi dan Tae-hoon ada di depan Sang Go-jae. “Jin-ho.. Ya Tuhan.. kamu.. kamu bagaimana bisa” kata Ibu Jin-ho kaget dan kemudian pingsan melihat Jin-ho dan Kae-in bergandengan.



Ibu Jin-ho lalu di bawa masuk ke kamar Jin-ho. Kae-in datang membawa minuman untuk membantu. Tapi Hye-mi menuruhnya pergi saja, tapi Kae-in tetap di dalam kamar dan tanya bagaiman keadaan ibu Jin-ho. “Kamu kenapa bisa seperti ini.. aku begitu mempercayaimu saat kamu bilang hal itu.. jadi baru tinggal di Sang Go-jae ini. Aku merasa kasihan sekali padamu saat itu, tapi kamu membelakangi ibu tinggal bersama wanita lain” Kata Ibu Jin-ho kecewa. “Bukan begitu ibu!” kata Kae-in mencoba menjelaskan. “Ibu!! Kamu atas dasar apa memanggil ibuku sebagai ibumu” kata Hye-mi kesal. Jin-ho minta Hye-mi tenang sedikit. Hye-mi kesal ia berkata, ia bereaksi seperti itu karena ia adalah tunangan Jin-ho. “Tunangan?” tanya Kae-in kaget. Jin-ho jadi khawatir melihat reaksi Kae-in. “Ya. Aku adalah tunangan Jin-ho oppa”. “Jin-ho.. sebentar.. kita keluar bicara sebentar” ajak Kae-in. Hye-mi melarang tapi Ji-ho akhirnya keluar bersama Kae-in.

Jin-ho dan Kae-in masuk ke kamar Kae-in. Kae-in berkata sebaiknya Jin-ho terus terang saja pada ibunya tentang kenyataannya. “Kenyataan apa?” kata Jin-ho bingung. Kae-in berkata akan sangat kasihan jika wanita tadi (Hye-mi) terus menganggap Jin-ho sebagai tunangannya padahal Jin-ho tak mungkin menikahinya. Jin-ho mengerti sekarang dan sedikit kesal menedengarnya. “Lagi pula jantung bibi sepertinya juga tidak baik hingga sampai sekarang tidak tahu. Jadi kamu sebaiknya mengatakan lebih awal. Selagi ada kesempatan katakan yang sejujurnya. Aku rasa ia bisa mengerti kamu” kata Kae-in. “Sekarang bukan waktunya untuk mengatakan hal ini” kata Jin-ho dan mau pergi. Kae-in mencegah dan berkata "Jin-ho, sebagai ibu ia pasti bisa mengerti keadaan anaknya sendiri. Meskipun awalnya pasti akan terpukul. Tapi harusnya ia bisa mengerti kamu” kata Kae-in. Jin-ho sudah kesal, ia berkata “Apakah kamu ingin memberitahu ibuku bahwa aku adalah gay?”. “Ya”. “Apa kamu masih normal?”. Tiba-tiba pintu terbuka ternyata ibu Jin-ho, Hye-mi dan Tae-hoon menguping pembicaraan mereka. Kae-in dan Jin-ho kaget melihat mereka. “Gay” teriak Hye-mi. Tae-hoon dan Hye-mi masih tak percaya. Ibu Jin-ho juga keget dan hampir pingsan lagi. Tapi Jin-ho buru-buru berkata “Bukan ibu.. aku bukan gay”. Kae-in kecewa Jin-ho berbohong pada ibunya. "Nona Kae-in.. kamu kesini” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget dan hanya diam saja. Jin-ho menyeretnya mendekat. “Ibu. Aku mencintai dia dan akan menikahinya” kata Jin-ho sambil merangkul Kae-in. Semua orang kaget mendengarnya. “Aku ingin menikah dengannya” kata Jin-ho menegaskan lagi. “Jin-ho” kata ibu Jin-ho bingung. Jin-ho lalu menyuruh Kae-in memberi salam pada ibunya. Kae-in mulanya ragu, tapi ia akhirnya melakukannya. Hye-mi menangis dan pergi dari sana, Tae-hoon menyusul Hye-mi. Ibu Jin-ho hampi jatuh pingsan lagi dan berkata “Gay.. kamu bukan gay betul kan?”. “Bukan” . “Nama.. nama kamu siapa tadi?”. “Park Kae-in” kata Kae-in. “Nona Kae-in.. kamu.. cinta Jin-ho kami kah?”. Jin-ho dan Kae-in kaget mendengarnya. Jin-ho memberi tanda agar Kae-in menjawabnya ya, tapi Kae-in memberi tanda tidak setuju. Ibu Jin-ho menunggu dan Kae-in langsung bilang “Ya. Aku mencintai Jin-ho”.


Malam harinya Kae-in sendirian di rumah, ia masih tidak percaya apa yang dikatakan Ji-ho tadi. “Walaupun mendadak tapi bagaimana bisa berbohong begini. Apalagi di depan ibu.. apa ia mau kelak aku menanggung akibatnya” gumam Kae-in sendiri. Tiba-tiba Young-soon datang, ia berkata kalau ia merasa khawatir dengan Kae-in makanya datang kesana. Kae-in tak mengerti. Young-soon berkata kalau ia khawatir dengan hubungan Kae-in dan Jin-ho yang aneh dan terlihat seperti bukan hubungan pertemanan biasa bahkan seperti sedang pacaran. “Aku dan dia bagaimana mungkin pacaran” kata Kae-in. Young-soon berkata kalau ia tadi mengikuti Kae-in dan ia melihat Kae-in dan Jin-ho berjalan berduaan sambil menyanyi. Kae-in berkata ia hanya sedang latihan demi membalas dendam pada Chang-ryul. Young-soon tetap tak percaya, ia berkata Kae-in hanya menggunakan alasan balas dendam agar bisa terus bersama Jin-ho. Kae-in tak bisa mengelak kali ini. Young-soon menyuruh Kae-in sadar karena Jin-ho tak mungkin tertarik padanya. Kae-in berkata kalau situasinya sekarang sudah semakin parah. Young-soon langsung tanya ada masalah apa. “Jin-ho mau menikah denganku” kata Kae-in.

Sementara itu Jin-ho setelah mengantar pulang ibunya menemui Hye-mi yang sedang di tenangkan oleh Tae-hoon karena ingin bunuh diri. Jin-ho berkata kalau selama ini Hye-mi pun tahu kalau ia tak mencintainya. Hye-mi berkata bukanah sudah cukup kalau ia yang mencintainya. “Cinta bukan masalah satu orang”. “Aku bisa laksanakan itu”. “Orang yang mencintai kamu adalah orang ini” kata Jin-ho sambil menarik Tae-hoon. “Sama seperti kamu yang cinta sepihak padaku. Orang ini juga sama. Karena kamu orang ini juga benar-benar ikut sedih” lanjut Jin-ho. “Tapi aku tak mencintainya”. “Kalau begitu .. kamu mau demi aku yang tak mencintaimu pergi bunuh diri? Kalau begitu kamu lakukan saja”. “Hyung bagaimana bisa kamu katakan perkataan yang begitu sadis” kata Tae-hoon. Tae-hoon kemudian menutup telinga Hye-mi dan berkata “Jangan dengar. Jangan dengar. Jangan dengar”. “Kamu jangan lihat aku. Coba lihat orang ini. Mungkin nanti kamu jatuh cinta padanya” kata Jin-ho pergi meninggalkan mereka berdua. Tae-hoon lalu memeluk Hye-mi dan berkata “Tak apa – apa Hye-mi kalau kamu mau menangis.. menangis saja yang kuat” (oh so sweet aku suka Tae-hoon.. walaupun Hye-mi gak mencintainya tapi ia bisa melakukan apapun buat Hye-mi).



Young-soon masih kaget mendengar perkataan Kae-in tadi. Ia merasa Jin-ho terlalu tidak normal, bagaimana bisa menggunakan Kae-in untuk hal seperti itu. Kae-in berkata kalau Jin-ho sangat mencintai ibunya. Young-soon khawatir bagaimana nanti jika ibu Jin-ho benar-benar menyuruh mereka menikah. “Aku setuju saja tak bisakah?”. “Apa! Kamu sudah gila ya?”. “Jin-ho sepenuhnya tak punya keberanian mengatakan hal sebenarnya pada ibunya. Aku ingin seumur hidup begini. Demi dia, halangi angin dan hujan yang mendera. Begitu tak bisakah?” kata Kae-in. Young-soon semakin kaget tak percaya. "Kamu gila ya! gila juga harus ada gunanya. Kamu searang sedang pirkan apa? Mau menjaga seorang laki-laki yang sepenuhnya tak mungkin mencintai wanita seperti kamu”. “Hidup sebagai taman tak bisakah?”. “Kae-in.. kita masih ada banyak hal yang bisa kita kerjakan bukannya tidak ada yang tidak bisa dikerjakan. Dasar anak bodoh”. “Jin-ho terhadapku selalu baik. Setidaknya akupun harus baik pada ibunya.. aku.. kalau ada hal yang bisa kulakukan hanya itu aku rela”. “Kamu hanya menggunakan pertemanan sebagai alasan iya kan? Kamu hanya ingin berada didampingnya makanya berbuat begini iya kan?”. Kae-in tak bisa membalas. Young-soon merasa bersalah karean dulu ia lah yang mendorong Kae-in agar mau tinggal bersama Jin-ho. Saat pulang Young-soon tiba-tiab ada ide untuk mengatasi masalah itu.

Kae-in merenungi keputusannya di teras. Tiba-tiba Jin-ho datang. Kae-in tersenyum dan Jin-ho membalasnya. Mereka lalu ngobrol diteras. Kae-in tanya bagaiman keadaan ibu Jin-ho. Jin-ho minta maaf karena membuat kaget Kae-in hari ini. Kae-in berkata kalau ia tak apa-apa dan ia mengerti kalau Jin-ho sangat mencintai ibunya makanya berkata seperti itu. “Hanya perlu tunggu ia sedikit tenang dulu saja” kata Jin-ho. “Jin-ho.. jika... aku bilang jika.. jika kamu benar-benar tak ada keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada ibumu.. jadi tetap ingin bersama laki-laki tapi menikah dengan seorang wanita didepan ibumu... Aku Bisa Bantu Kamu”. Jin-ho kaget mendengarnya. “Jika aau bisa menjadi perisaimu.. kamu tak perlu memikirkan orang lain dan bisa melakukan apa yang ingin kamu lakuakan” kata Kae-in. Jin-ho kesal, ia berdiri dan berkata “Apa kamu merasa ini tindakan yang benar?”. Kae-in tak mengerti. “Harus menikah dengan orang yang dicintai barulah tidakan yang benar. Apa kamu tak ada pikiran sehat seperti ini?” kata Jin-ho. Kae-in hanya diam menunduk. “Masih harus aku katakan berapa kali lagi agar kamu bisa mencintai diri kamu sendiri baru kamu mengerti?” teriak Jin-ho. Kae-in berdiri dan berkata “Tapi kamu.. bukankah tak bisa menikahi orang yang kamu cintai. Walaupun kau tak mengganggapku sebagai wanita yang untuk dicintai aku rela.. jika itu adalah denganmu, aku merasa aku bisa seumur hidup bersamamu”. “Karena begini, kamu mau hidup seumur hidup ditipu orang. Ternyata pemikiran menikah dengan seoranng gay adalah pemikiran yang sangat bodoh”. “Walaupun aku sangat bodoh. Tapi setidaknya kamu akan merasakan bahwa aku adalah temanmu yang terbaik didunia ini. Jadi demi kamu aku bisa lakukan apa pun” kata Kae-in sedih. Jin-ho sudah tak habis pikir Kae-in bisa berkata seperti itu demi dia. Ia lalu berkata “Kita jangan jadi teman lagi. Aku benar-benar sangat capek. Tidak usah teruskan ini lagi”. Jin-ho kemudian masuk kamarnya. Kae-in terdiam dan menahan tangisnya.


Di dalam kamar Jin-ho sangat pusing, ia lalu bergumam “Kamu seharusnya tanya aku.. bisa tidak anggap kamu sebagai wanita untuk dicintai. Itu baru betul! Wanita bodoh ini!”. (huwa marahan lagi.. ntar baikan lagi.. cek.cek..). sementara itu Kae-in di dalam kamarnya mengambil boneka Jin-honya dan berkata “Bagaiman ini.. kelak sampai jadi temanpun tak bisa”.

Keesokan harinya Young-soon datang ke gedung Meiseu menemui Do-bin. Do-bin kaget melihatnya. Young-soon beralasan ia datang untuk mengucapkan terima kasih karean Do-bin memberi kesempatan kerja pada Kae-in (aku.. juga mau diberi kesempatan kerja.. kapan ya!! Pengacara nih...penganggguran banyak acara). Young-soon lalu berkata apa Do-bin ada waktu nanti malam karena ia ingin menunjukan rasa terima kasihnya.

Chang-ryul menelepon Kae-in dan tanya apa ia bisa bertemu hari ini. Kae-in berkata tak bisa karena ia sedang tak mood bertemu Chang-ryul. Chang-ryul memaksa. Asisten Kim datang memberitahu ayah Chang-ryul ingin Chang-ryul datang menemuinya. Chang-ryul memberi isyarat agar asisten Kim diam. Kae-in tetap tak mau dan menutup telepon Chang-ryul.

Chang-ryul datang kekantor ayahnya dan tak sengaja mendengar ayahnya sedang telepon dengan Prof. Park. Ayah Chang-ryul berkata pada Prof. Park bahwa ia ingin bertemu dengan Prof. Park untuk membicarakan pernikahan anak-anak mereka. Chang-ryul kaget mendengarnya, ayah Chang-ryul memberi isyarat agar Chang-ryul diam. Ayah Chang-ryul tanya kapan Prof. Park pulang jika masih lama ia bisa datang menemui Prof. Park di Inggris. Chang-ryul semakin kaget dan mau menghentikannya, tapi Ayahnya memberi isyarat lagi agar Chang-ryul tidak ikut campur. Prof. Park berkata kalau ia tidak lama lagi akan pulang. Ayah Chang-ryul senang sekali dan berkata ingin sekali membuat janji bertemu setelah Prof. Park setelah ia pulang, kemudian percakapan telepon berakhir. Chang-ryul kesal ia langsung tanya apa maksud ayahnya berbuat seperti itu padahal ia sudah memberitahu bahwa masalahnya dengan Kae-in ia bisa selesaikan sendiri. Ayah Chang-ryul berteriak bahwa sudah tak ada waktu lagi dan berkata bahwa sekarang manajemen perusaam Meiseu sudah diserahkan hampir sepenuhnya pada Do-bin dan sekarang Do-bin sedang baik pada Jin-ho. Ia takut Do-bin dalam hatinya sudah putuskan Jin-ho sebagai pemenangnya. Chang-ryul berkata bukankah sudah cukup kalau mereka memberikan desain yang lebih bagus dari Jin-ho. “Bodoh.. ada jalan yang mudah kenapa harus putar jalan” kata ayah Chang-ryul. Ia juga berkata bahwa Do-bin masih menunggu Prof. Park mau menjadi arsiteknya, jadi jika bisa menarik Prof. Park disisi mereka maka mereka akan memenangkan tander kali ini. Chang-ryul kesal ia berkata bukankah ayahnya sudah memberikan tanggung jawab penuh kepadanya untuk proyek kali ini. Ayahnya berkata bahwa tugas Chang-ryul adalah menangkap kembali hati Kae-in.

Chang-ryul menemui Kae-in di gedung Maiseu. Kae-in kaget melihatnya dan berkata bukankah ia sudah bilang tak ingin bertemu hari itu. Chang-ryul berkata ada yang ia ingin katakan pada Kae-in. Kae-in dengan dingin berkata apa tidak bisa dikatakan lain kali saja karena ia sedang ada banyak kerjaan. “Jin-ho.. sampai kapan ia mau tinggal di Sang Go-jae?”. “Kamu datang cuma mau katakan ini kah? Bukankah kamu bilang bisa mengerti dan bilang bisa menunggu”. “Betul, tapi.. tinggal bersama dalam satu rumah bukankah sedikit keterlaluan. Kamu gadis yang begitu polos, tapi tinggal bersama dengan orang yang keji”. “Jika kamu masih katakan hal jelek tentang Jin-ho sebaiknya kamu jangan katakan lagi. Kamu tahu.. bagaimana aku sulit melewati waktu itu. Waktu saat kamu datang mencariku dan berkata karena akau tak bisa memberikan semuanya padamu makanya kau membuangku.. waktu itu bersama Jin-ho sambil minum aku sudah katakan semuanya padanya tapi hatiku tetap tak bisa tenang. Dia bilang aku bukan wanita, aku hanya seorang gadis muda. Jin-ho adalah orang yang selalu menemaniku saat itu. Jadi walaupun kau katakan ingin kembali padaku saat ini tapi luka yang kau berikan saat itu belum benar-benar sembuh. Saat ini pun aku belum ada persiapan menerimamu kembali. Dan juga... sekarang dibandingkan kau.. temanku Jin-ho jauh lebih penting” kata Kae-in. “Jeon Jin-ho.. apakah sebegitu pentingnya bagimu?”. “Ya, sekarang adalah begini”. “Baiklah, aku mengerti. Kamu kerja lagi saja” kata Chang-ryul sedih kemudian pergi dari sana. Saat akan pulang Chang-ryul berpapasan dengan In-hae. Ia bertanya apa In-hae yakin bisa mendapatkan Jin-ho. “Tentu”. “Kalau begitu kamu harus berhasil”. “Kenapa?”. “Kamu harus berhasil. Lalu pisahkan Kae-in dari sisi Jin-ho”. “Kae-in bilang apa padamu?” kata In-hae curiga. “Dibandingkan dengan aku, dia jauh lebih menghargai Jin-ho”. “Benar-benar seperti yang aku katakan, iya kan? Kae-in ada maksud lain pada Jin-ho”. “Aku minta tolong kamu. Kali ini aku tak ingin gagal dalam percintaan” kata Chang-ryul kemudian pergi dari sana (suruh siapa dulu selingkuh... sukurin!!!).

Dikantor Jin-ho sedang memperlihatkan beberapa gambar draf museum yang sudah jadi pada Sang-joon (keren oi.. pakai alat apa itu ya??? Maap gaptek!!). Tiba-tiba Jin-ho mendapat telepon dari Young-soon. Sang-joon kaget dan heran Young-soon menelepon Jin-ho. Young-soon berkata agar nanti malam Jin-ho langsung pulang saja karena ia ingin makan melam bersama Jin-ho. Jin-ho menyanggupinya. Sang-joon heran ia tanya Young-soon ada urusan apa menelepon Jin-ho. Jin-ho berkata kalau Young-soon akan menyiapkan malam dan menyuruhnya langsung pulang nanti. Sang-joon senang dan mau ikut makan malam bersama. Jin-ho berkata buankah Sang-joon ada janji malam itu. Sang-joon berkata kalau ia kan membatalkan janji itu. Tiba-tiba karyawan Jin-ho datang dan berkata kalau ada telepon dari Chang-ryul. Jin-ho dan Sang-joon kaget mendengarnya.


Ternyata Chang-ryul ingin bertemu dengan Jin-ho dan mereka bertemu di bawah jembatan. Jin-ho tanya ada hal apa Chang-ryul ingin bertemu dengannya. Chang-ryul berkata kalau ia tidak pernah sekalipun menunggu Kae-in sampai saat itu. Ia lalu bercerita dulu Kae-in lah yang selalu menunggunya jika mereka janjian. “Buat apa kamu ceritakan semua ini padaku?”kata Jin-ho. Chang-ryul tetap bercerita, Kae-in tetap akan menunggunya meski ia datang kemalaman dan sekarang ia tahu bagaimana rasanya menunggu itu saat Kae-in belum bisa membuka hatinya lagi untuknya. “Kamu sebenarnya katakan semua ini padaku buat apa?” kata jin-ho lagi. “Aku tahu kamu bukan gay” kata Chang-ryul. Jin-ho kaget mendengarnaya. “Bagaimapun juga aku tak percaya saat kamu bilang gay padaku, makanya suruh orang menyelidikinya. Awalnya aku ingin memberithau Kae-in karena kamu demi mendekati kepala Choi berpura-pura jadi gay. Tapi tak bisa. Karena jika begitu.. Kae-in akan mengusirmu dari Sang Go-jae. Kae-in lebih menghargaimu dari pada aku sekarang. Jika ia tahu teman yang begitu dipercayainya adalah seorang pembohong besar. Kae-in takutnya akan sedih lagi. Jadi tak peduli bagaimana.. aku sudah putuskan tidak akan membuat Kae-in sedih lagi. Jadi Jeon Jin-ho.. kamu sekarang sebaiknya pindah dari sana. Dengan status masih sebagai teman pergi dari sisinya. Aku merasa kamu sudah cukup mengerti perkataanku bukan?” kata Chang-ryul kemudian pergi meninggalkan Jin-ho.


Di Sang Go-jae, Kae-in masih bingung melihat Young-soon tiba-tiba menyiapkan makan malam di rumahnya dan terlebih ia menyiapan makanan untuk empat orang. Young-soon menyuruh Kae-in diam saja karena ia sedang berusah menyesaikan masalah Kae-in. Tiba-tiba ada bunyi bel, Young-soon dengan semangat berlari membukakan pintu. Ternyata yang datang adalah Do-bin. Kae-in kaget sekali melihat Young-soon mengundang Do-bin ke rumahnya. Tak lama kemudian Jin-ho datang. Jin-ho kaget melihat Do-bin disana, ia melirik Kae-in dan Kae-in hanya diam saja tak enak. Makan malam jadi canggung. Young-soon dan Kae-in membuat makan malam agar lebih cair tapi tak bisa. Jin-ho terlihat sangat kesal. Young-soon tiba-tiba mendapat telepon yang mengabarkan kalau anaknya hilang. Young-soon minta ditemani Kae-in mencari anaknya. Do-bin dan Jin-ho menawarkan bantuan, tapi Young-soon menolaknya. Akhirnya Young-soon dan Kae-in pergi dari sana. Sampai di luar Kae-in terlihat sangat panik, tapi Young-soon malah terliat tenang-tenang saja. Young-soon berkata kalau anaknya ada dirumah. Kae-in kaget. Young-soon menjelaskan bahwa ini adalah cara paling baik untuk Jin-ho. Kae-in tak mengerti. Young-soon menjelaskan jika Jin-ho bersama ketua Choi, ibu Jin-ho pasti akan menyetujuinya jadi Kae-in tak perlu mengorbankan diri. Kae-in terlihat tak senang dan tak enak. Young-soon berkata sekarang sudah terjadi jadi mereka hanya tinggal tunggu bagaimana hasilnya. Kae-in akhirnya mau tak mau mentujuinya dan pergi dari sana. Di dalam suasan semakin canggung dan dingin. Do-bin berkata sepertinya ia tak seharusnya datang kesana. Jin-ho minta maaf karena ia benar-benar tak tahu kalau Do-bin akan datang kesana. Do-bin berkata kalau Jin-ho punya dua teman yang baik, tapi ternyata mereka tidak pandai berakting. Jin-ho masih terlihat kesal. Do-bin lalu berkata kalau sebaiknya ia pergi saja. Jin-ho berkata agar sebaiknya Do-bin pergi setelah makan saja. Do-bin tersenyum kecil, tapi ia menolak tawaran Jin-ho dan berkata bahwa ia orang yang tahu diri lagi pula air muka Jin-ho terlihat tidak senang melihatnya disana (Do-bin sempat keceplosan bilang Jin-ho-kami..). Jin-ho minta maaf lagi, ia berat situasi sangat kacau jadi tak bisa mengontrol emosinya. Do-bin berkata kalau ia sangat suka Jin-ho yang terus terang, jadi Jin-ho tak perlu ambil hati dan Do-bin pun pamit pergi.


Jin-ho menunggu Kae-in dalam keadaan kesal. Saat Kae-in pulang ia langsung pura-pura bahwa mereka telah menemukan anak Young-soon. Jin-ho kecewa dan berkata “Perkataanku yang bilang sebaiknya kita menikah ternyata telah membuatmu kaget iya kan?”. Kae-in kaget mendengarnya. “Apakah kamu mau begini terus.. kekhawatiran sepanjang hidup akan berubah menjadi candaan”. “Jin-ho”. “Langsung dorong kepada kepala Choi kan sudah bisa. Seperti inikah pemikiranmu?”. “Kamu jelas tahu bukan begitu”. “Tidak peduli bagaiman masih lumayan beruntung. Selama ini mengira kamu sangat bodoh.. tidak terpikir ternyata masih bisa gerakkan otak”. “Kamu sedang katakan apa?”. “Akhir minggu ini aku akan pindah keluar”. “Kamu bilang apa?” kata Kae-in kaget. “Sisa uang sewanya akan aku tunggu jika kamu sudah temukan orang sewa baru, saat itu baru kamu kembalikan padaku” kata Jin-ho kemudian mau pergi dari sana. “Jin-ho.. kamu mau pergi kemana?” kata Kae-in mencoba menghalangi. “Aku mau keluar”. “Apa! Kamu mau pergi sekarang kah?”. “Betul” kata Jin-ho kemudian pergi dari Sang Go-jae.

Kae-in termenung sendiri di teras. “Laporan cuaca park Kae-in: seorang pasangan yang mengikuti angin musim semi yang hangat.. malam seorang teman. Musim panas segera datang. Tapi aku pikir tidak akan ada musim panas yang begitu.. semua tetap sama terasa dingin tidak bisa mempererat bahu”.

Keesokan harinya ternyata Jin-ho tidak pulang kerumahnya dan malah kembali ke kantor. Sang-joon heran melihat sikap Jin-ho, ia memberanikan diri mengajak Jin-ho makan, tapi Jin-ho menolaknya dan menyuruh Sang-joon pergi saja. Sang-joon pergi, Jin-ho tak bisa konsentrasi kerja ia memikirkan perkataan Chang-ryul kemudian bergumam “Apa kau sudah puas sekarang? Malah sampai jadi temanpun tak bisa”. Tiba-tiba In-hae datang. Jin-ho mengira itu Sang-joon dan berkata kalau ia tak selera makan. “Kenapa tak selera makan?” kata In-hae. Jin-ho kaget dan bertanya sedang apa In-hae datang kesana. In-hae berkata kalau perusahaannya memberikan beberapa lembar tiket pertunjukan musik dan minta Jin-ho menemaninya. “Tak mau” kata Jin-ho sambil mengambil mantelnya dan mau pergi dari sana (Bagus!!!). “Kae-in hari ini juga mendapat tiket dari kepala Choi. Chang-ryul dua hari ini terus datang ke gedung Maiseu demi berbaikan kembali dengan Kae-in. Hari ini mereka juga bersama melihat pertunjukan musik ini”. “Hal ini tak ada hubungannya denganku” kata Jin-ho dan mau pergi lagi. In-hae berkata “Kae-in sekarang sepertinya juga ingin kembali kesisi Chang-ryul. Bukankah sebagai teman kamu seharusnya mau membantunya.. atau jangan-jangan kamu tak mau bantu diakah? Jika kamu pergi bersamaku, aku rasa Kae-in bisa lebih fokus pada hubungannya dengan Chang-ryul, iya kan?”.

Kae-in bersama Chang-ryul sedang menunggu pertunjukan di lobby. Chang-ryul berkata kalau Kae-in terlihat paling cantik disana. Kae-in tidak merespon. Tiba-tiba mereka melihat Jin-ho datang bersama In-hae. Kae-in kaget melihatnya. Chang-ryul memberi tanda pada In-hae dan In-hae dengan sengaja menunjukan kemesraan bersama Jin-ho pada Kae-in. Kae-in tidak suka melihatnya dan Jin-ho pun tak bisa mengelak. Saat di dalam pertunjukan kedua pasangan ini duduk bersebelahan dan In-hae terus-terusan sengaja melihatkan manuver-manuvernya. Kae-in tak tahan dan pergi dari sana (aku juga ikut kesal melihatnya.. dasar cewe perayu!!). Chang-ryul mengejar, Jin-ho pun ingin ikut mengejar tapi dihalangi In-hae.



Di luar Chang-ryul berhasil mengejar Kae-in dan bertanya sebenarnya ada apa hingga Kae-in bersikap seperti itu. Di sisi lain Jin-ho dan In-hae akhirnya ikut keluar juga dan melihat mereka berdua. “Aku benar-benar tak bisa lakukan ini lagi” kata Kae-in. “Lakukan apa?”. “Aku sebenarnya demi membalas dendam padamu baru berbuat begini padamu. Sama seperti saat kamu membuang aku, aku juga ingin lakukan hal yang sama. Tapi aku juga tidak ingin melakukan hal begini lagi. Aku benar-benar tak bisa melakukan ini lagi”. “Kae-in jadi kau mengatakan ini karena merasa bersalah padakukah? Aku tidak apa-apa jika itu bisa membuatmu balik padaku” kata Chang-ryul. “Salah. Kamu tak bisa membuatku kambali padamu lagi". “Kae-in”. “Chang-ryul kamu sama sekali tak tahu hatiku.. hatiku sekarang sebenarnya mengarah kepada siapa” kata Kae-in. Jin-ho yang mendengar sejak tadi akhirnya bergerak menuju Kae-in. Ia menarik tangan Kae-in dan berkata “Game over”. Kae-in kaget melihat Jin-ho disana dan terlebih lagi Jin-ho tiba-tiba menciumnya dihadapan Chang-ryul dan In-hae (lamanya.. hehe.. aku juga mau.. *ditimpuk ma minoz-minoz ).




(Hihi.. ternyata dah hampir seminggu buat recap episode ini. Gak tau kenapa bisa akhir-akhir ini malas baget bikin recap. Mungkin karean hatiku sedang kepincut sama yang lain, ato karena lagi banyak kegiatan, ato karena ceritanya yang sedikit menyakitkan ditengah-tengah... Tapi untunglah selesai juga. Pingin cepet-cepet nyelesaiin recap PT ini deh cos hati ini bener-bener kepincut ma yang lain tapi ga bisa ninggalin ini juga kalau belum selesai dan bahannya belum ada (masih ngumpulin).. jadi nunggu deh tu proyek sampai PT selesai dan aku bisa mengalahakan rasa malas ini.. minta Do'anya ya biar aku jadi orang yang gak malasan lagi.. amien)