Sabtu, 26 Juni 2010

Personal Taste episode 9

Jin-ho mulai menyadari perasaannya pada Kae-in dan merasa kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan balas dendam Kae-in pada Chang-ryul.


In-hae datang menemui Jin-ho dikantornya, tapi Sang-joon berkata kalau Jin-ho pergi dan tak bisa di hubungi sejak tadi. Sang-joon lalu menyilahkan In-hae menunggu Jin-ho dikantornya.

Kae-in di antar pulang oleh Chang-ryul. ia juga memberitahu Jin-ho kalau ia mnegalami kecelakaan. Tapi tidak ada tanggapan dari Jin-ho dan hal ini membuat Kae-in sedikit kesal. Chang-ryul memberitahu ayahnya tentang keadaan Kae-in. Kae-in bertanya apa ayah Chang-ryul tahu tentang dirinya. Chang-ryul membenarkaan dan perkata kalau ayahnya tahu saat ia melihat Kae-in di pernikahannya.

Jin-hoo tak kunjung kembali kekantor. In-hae akhirnya mengajak Sang-joon pergi minum di warung Soju. Di sana in-hae segajak mengajak Sang-joon minnum soju banyak hingga akhirnya Sang-joon menjadai sedikit mabuk. Dan saat sudah mabuk In-hae mulai bertanya tentang Jin-ho. Ia bertanya apa ia punya kesempatan mendekati Jin-ho. Sang-joon berkata tentu saja bisa gadis seperti In-hae laki-laki mana akan menolaknya. In-hae lalu bertanya tentang pengakuan gay Jin-ho didepan Chang-ryul. Sang-joon berkata itu hanya kebohongan karena Jin-ho dan Chang-ryul adalah musuh. In-hae senang karean ia akhirnya tahu kalau Jin-ho adalah laki-laki sejati.


Saat sampai di rumah Chang-ryul ingin menemani Kae-in lagi tapi Kae-in menolak dan menyuruh Chang-ryul pergi. Tiba-tiba Young-soon datang. Young-soon khawatir setelah mnedengar kabar kecelakaan Kae-in, tapi ia menjadi kesal saat melihat Chang-ryul disana. Kae-in menyuruh Chang-ryul pergi saja karena sudah ada Young-soon yang akan menemaninya sekarang. Chang-ryul akhirnya mau pergi.

Jin-ho kembali kekantor saat semua karyawan sudah pulang. Kae-in menelepon untuk memberitahu keadaannya tapi Jin-ho bersikap dingin. Kae-in merasa anaeh ia tanya apa Jin-ho ada masalah. Jin-ho berkata kalau ia baik-baik saja. Kae-in lalu tanya kalpan Jin-ho pulang, tapi Jin-ho berkata kalau ia kana lembur hari itu kemudian menutup teleponya.

Young-soon heran kenapa Jin-ho tak merasa khawatir dengan teman serumahnya yang baru saja mengalami kecelakaan. Kae-in membela Jin-ho dan berkata kalau Jin-ho sudah minta maaf kepadanya. Young-soon lalu heran enapa Kae-in yang sedang sakit malah makan sedikit. Kae-in berkata kalau mulai saat itu ia ingin menjadi wanita yang membuat laki-laki jadi tidak konsen. Young-soon kahwatir Kae-in mau kemabali pada Chang-ryul. Kae-in segera berkata kalau Youngs-oon tak perlu kahawati karena ia sekarang sudah menjadi wanita yang berbeda dan lagi pula jika ia kembali pada Chang-ryul ia takut akan luluh dan tidak jadi balas dendam.

Tiba-tiba In-hae menelpon Jin-ho dan berakata kalau apartementnya kemalingan. Ia juga minta Jin-ho datang membantunya karena merasa ketakutan dan tidak ada lagi orang yang bisa dimintai tolong. In-hae sengaja memberantakan apartementnya (cih.. gadis in!!). Saat Jin-ho datang ia tanya bagaiman keadaan In-hae sekarang apa masih ketakutan. Tapi In-hae langsung memeluk Jin-ho dan berkata terimakasih karena Jin-ho mau datang. Ia juga berpura-pura kalau ia tadi merasa sangt ketakutan saat melihat keadaan apartementnya berantakan seperti itu. Jin-ho tak enak tapi membiarkan In-hae seperti itu di pelukannya agar In-hae merasa tenang.


Young-soon khawatir dengan Keadaan Kae-in karean ia harus pulang menemani anaknya tidur dan Jin-ho harus lembur. Kae-in berkata kalau ia baik-baik saja. Tapi saat Young-soon sudah pergi Kae-in merasa kesepian ia bergumam Jin-ho harusnya tetap merasa khawatir dan pulang menemaninya meskipun ia sedang banyak kerjaan.
“Benar-benar orang yang tak punya perasaan” kata Kae-in.

Jin-ho membantu In-hae membereskan rumahnya. In-hae sendiri sedang membuatkan teh untuk Jin-ho. Setelah selesai beres-beres Jin-ho pamit pulang. In-hae mencegah ia minta Jin-ho minum dulu baru pulang. Jin-ho berkata kalau ia masih ada urusan. In-hae kemudian pura-pura masih ketakutan sehingga minta Jin-ho tinggal di sana malam itu. Jin-ho berkata tak enak seorang laki-laki tinggal sampai malam di tempat seorang wanita. In-hae langsung berkata bahwa itu hanya alasan karena selama ini Jin-ho tidak masalah tinggal bersama Kae-in. Akhirnya Jin-ho tak dapat menolak karena In-hae terus memohon.

Sementara itu di Sang Go-jae, Kae-in tak bisa tidur meski sudah menghitung beratus-ratus domba. Ia lalu bangun dan memarahi Jin-ho bonekanya. Jin-ho sendiri di rumah In-hae memilih tidur di sofa ruang tamu meski dipaksa In-hae untuk tidur di Kamar tidur tamu. Dan saat In-hae membawakan selimut untuk Jin-ho dan memaksa tidur di kamar tidur tamu lagi, Jin-ho memlih pulang ia berkata kalau hari sudah mulai pagi jadi In-hae tak perlu takut lagi.


Setelah bangun Kae-in mengecek kamar Jin-ho dan ternyata Jin-ho tidak pulang, ia lalu berpikir unutk membawakan baju ganti untu Jin-ho. Meski awalnya risih dan takut Jin-ho berpikir macam-macam karena ia mengambilkan pakaian dalam untuk Jin-ho, tapi akhirnya Kae-in melakukannya. “Kami kan teman” gumam kae-in.

Jin-ho sendiri ternyata kembali ke kantornya setelah dari rumah In-hae. Sang-joon yang datang terlambat langsung menemui Jin-ho untuk minta maaf. Sang-joon beralasan ia semalam pergi minum bersama In-hae hingga ia mabuk. “Nona In-hae!” kata Jin-ho kaget. “Ya” kata Sang-joo. Sang-joon lalu menjelasakan mulanya ia mengira In-hae itu sombong tapi ternyata tidak. Jin-ho khawatir Sang-joon bicara yang tidak-tidak pada In-hae, ia tanya apa yang diobrolkan Sang-joon. Sang-joon lalau pura-pura tidak ingat karena ia terlalu mabuk tadi malam. Kemudian Sang-joon mengalihkan pembicaraan dengan bertanya kenapa Jin-ho memakai pakaian yang sama dengan kemarin. Ia heran apa Jin-ho tidak pulang kemarin. Jin-ho tak mau menjawab dan hanya berkata kalau ada sesuatu yang spesial. Sang-hoon makin penasaran apa ada masalah apa hingga kemarin Jin-ho pergi buru-buru dan ta dapat dihubungi. Jin-ho tetap menyangkal dan berata tidak ada apa-apa. Mereka lalu membicarakan tentang Sang Go-jae, Sang-joon merasa harus segera mengambil gambar Sang Go-jae karena sudah terlalu lama Jin-ho tinggal di sana dan belum ada kemajuan. Jin-ho langsung tidak setuju dengan ide itu, ia berkata kalau Kae-in tak akan membiarkannya mengambil gambar Sang Go-jae. Sang-joon lalu memberi saran agar Jin-ho mengajak Kae-in pergi dan ia akan masuk mengambil gambar Sang Go-jae diam-diam. Jin-ho tetap tak setuju dan bertanya apa harus sampai seperti itu. Sang-joon berkata bahwa penyerahan draf gambar sudah hambir tiba tapi mereka belum menghasilkan apa-apa. Sang-joon lalu heran kenapa Jin-ho menurut sekali dengan Kae-in padahal setelah proyek ini selesai mereka tak perlu ketemu lagi. Jin-ho hanya diam, Sang-joon lalu merasa kalau Jin-ho mulai ada perasaan khusus dengan Kae-in. Jin-ho hanya diam. Sang-joon semakin penasaran. Jin-ho lalu menatap Sang-joon penuh arti.

Tiba-tiba Tae-hoon datang dan mengatakan kalau ada tamu. Kae-in kemudian masuk ke ruangan Jin-ho. Sang-joon heran Kae-in datang kesana pagi-pagi. Jin-ho sendiri bersikap malas-malsan bertemu Kae-in. Jin-ho dan Kae-in kemudian bicara di teras kantor. Kae-in menyerahkan baju Jin-ho yang ia bawa dan berkata kalau ia tahu Jin-ho suka yang bersih-bersih jadi pasti tidak tahan kalau memakai baju yang sama selama 2 hari. Jin-ho kaget dan berkata “Apa?? Kamu sudah buka laciku?”. “Kita kan teman. Jadi tak perlu malu” kata Kae-in. Jin-ho lalu berkata kalau kae-in tak pelu repot seperti itu. Kae-in sedikit kesal dan berkata cukup ucapakan terimakasih kepadanya itu sudah cukup. Jin-ho lalu mengucapkan terima kasih dengan dingin. Kae-in lalu tanya apa Jin-ho merasa bersalah kepadanya. Jin-ho tak tahu maksudnya. Kae-in lalu berkata apa Jin-ho merasa bersalah karena tidak menemaninya saat ia mengalami kecelakaan. “Tidak” kataa Jin-ho dingin. Kae-in kesal kenapa Jin-ho tak punya rasa khawatir kepadanya. “Kenapa aku harus khawatir padamu?” tanya Jin-ho dingin. Kae-in terdiam kecewa mendengarnya. Jin-ho lalu berkata bukankah hati Kae-in sudah ditetapkan untuk balas dendam. Kae-in berkata bahwa sekarang mereka membicarakan pertemanan mereka bukan tentang masalah balas dendamnya. Jin-ho lalu berkata dengan tegas bahwa Kae-in harus fokus dengan tujuannya bukan hal lainnya. Jin-ho lalu menyuruh Kae-in pulang karena ia masih ada kerjaan. Kae-in bertanya apa Jin-ho ta ada hal lain yang dipikirkan selain masalah pekerjaan. “Ya, tidak ada” kaa Jin-ho dingin. Kae-in lalu pulang dengan perasaan kecewa.


Hari itu Kae-in bekerja sambil terus mengomel tentang sikap Jin-ho kepadanya. Tiba-tiba Do-bin datang dan mendengar omelan Kae-in. Kae-in kaget melihat Do-bin di sana. Do-bin pun kaget melihat luka di kepala Kae-in. Kae-in berkata kalau ia hanya mengalami luka sedikit saja jadi Do-bin tak perlu khawatir kepadanya. Do-bin lalu tanya apa yang sedang dilakukan Kae-in kenapa membuat bentuk yang sama dalam jumlah banyak. Kae-in berkata ia sedang membuat diafragma. “Diafragma?” tanya Do-bin. Kae-in lalu menjelaskan kalau ia ingin menumpu bentuk-bentuk itu jadi satu dinding diafragma. “Bermacam-macam warna. Seharusnya anak-anak pasti suka” kata Do-bin. “Ya. Barang yang berwarna-warna akan memberi reaksi pada otak anak-anak” Kata Kae-in. Do-bin berkata kalau ia suka ide itu. Kae-in lalu mengatakan terima kasih karena Do-bin memberi kesempatan kepada perusahaannya Jin-ho. Do-bin berkata kalau semua itu berata dukungan Kae-in waktu itu sehingga ia bisa membuat keputusan besar seperti itu. Kae-in lalu mengajak Do-bin minum kopi bersama dan Do-bin dengan senang hati menerimanya.


Ya walaupun Cuma kopi murahan tapi Do-bin senang menerimanya. Mereka lalu minum di sudut gedung Meiseu (coba liat lukisannya sepertinya sudah di ganti sesuai denngan saran Jin-ho dulu). Do-bin lalu tiba-tiba tanya apa baiknya cinta sepihak. “Cinta sepihak!” kata Kae-in. Kae-in lalu menjelaskan kalau cinta sepihak tidak memerlukan uang karena jika pasangan kekasih maka mereka biasanya akan saling berikan barang untuk psangannya. “Tidak ada batas.. juga sangat bebas” kata Do-bin menambahkan. “Tidak perlu di mana saja memikirkan pihak lawan, sehingga irit banyak hati” kata Kae-in. “Tidak perlu berharap mendapatan balsan dari pihak lawan karena hanya memandang pihak lawan sudah cukup” kata Do-bin. “Lagipula bila kita ingin mengakhirinya, mak bisa kapan saja berakhir. Dan hanay akan ada satu orang yang sedih” kata Kae-in sambil berpikir sesuatu (mikirin perasaannya pad Jin-ho kali ya???). “Bagian ini sepertinya kau lebih pintar dari pada aku” kata Do-bin. Kae-in dengan bangga berkata kalau itu adalah salah satu kepandaiannya. “Apa sekarang kau sedang cinta sepihak dengan seseorang” tanya Do-bin. “Ehm.. aku tak tahu apa ini termasuk cinta atau bukan. Di dalam hati selalu merasa khawatir dengan keadaan orang itu tapi juga takut ia meras ada beban karena permasalahan ini. Jadi saya sedang belajar besabar” kata Kae-in. “Pasti bukan hal mudah” kata Do-bin. “Benar, oleh karena itu saya sedang berusah fokus dengan yang lainnya. Saya ini orang yang sangat bodoh hanya bisa fokus pada 1 hal saja” kata Kae-in. “Aku harusnya juga berbuat begitu” kata Do-bin. “Apa kau juga sedang merasakan cinta sepihak pada seseorang?” tanya Kae-in. “Harusnya Ya” kata Do-bin. “Tak peduli bagaiman. Orang yang cinta sepihak adalah orang yang berani karena tak semua orang berani merasakan cinta. Orang yang di suai kepala Choi mungkin juga bukannya tidak suka tapi mungkin ia ingin mendapat pengakuan dari semua orang dengan pekerjaannya. Aku merasa seharusny dia orang yan gseperti itu bukan?” kata Kae-in. “Apa maksudmu adalah jangan menyerah?” tanya Do-bin. Kae-in terdiam lalu menjawabnya dengan lelucon. Mereka pun tertawa bersama dan berikrar menjadi adik dan kakak kelas dalam urusan cinta sepihak (curhat padahal orang yang di sukai sama.. hehe..).


Jin-ho datang ke gedung Meiseu untuk bertemu Do-bin, tapi ia tak sengaja berpapasan dengan In-hae. di sudut lain Kae-in tak sengaja melihat mereka berdua dan berhenti untuk medengar pembicaraan mereka. In-hae bertanya apa Jin-ho tidak capaek setelah tidak bisa tidur di apartementnnya. Jin-ho tak tertarik membahasnya. In-hae terus berkata kalau ia sangat Khawatir pada Jin-ho karean kejadian semalam ia takut mengganggu kerja Jin-ho. Ia lalu mau mengajak Jin-ho pergi setelah bertemu dengan etua Choi. Jin-ho tak menjawab ajakan itu dan segera pamit pergi. Sementara itu Kae-in terkejut mendengara jIn-ho bermalam di apatement In-hae.


Di tempat lain ayah Chang-ryul bertanya bagaimana hubungan Chang-ryul dengan putri Prof. Park. Chang-ryul berkata kalau masih berjalan dengan baik jadi ia belum sempat bicara dengan Kae-in tentang Prof. Park. Ayah Chang-ryul berkata bahwa peyerahan draf gambar proyek museum tak lama lagi. Chang-ryul berkata kalau Kae-in bukan orang yang mudah dikontrol. Ayah Chang-ryul lalu berkata bukankah Chang-ryul sudah bersikap baik pada Kae-in tapi kenapa bisa belum bisa meluluhkan Kae-in. “Kae-in bukan wanita seperti itu (yang gampang dirayu dengan barang2)” kata Chang-ryu. “Aigoo.. kau membuatku malu saja tidak bisa menaklukan seorang wanita seperti itu. semua wanita sama. Kamu tak liahat bagaiman ada banyak wanita disisiku” kata ayah Chang-ryul. Chang-ryul mulai kesal karena ayahnya menyuruhnya menirunya. Ayah Chang-ryul berkata kalau ia hanya tida ingin Chang-ryul dikontrol oleh seorang wanita. Chang-ryul berkata kalau Kae-in sekarang masih sedih dengan kelakuannya dulu jadi dia ingin menujukan kesungguhan hatinya dulu. Ayah Chang-ryul mengingatkan bahwa sudah tidak ada waktu lagi, ia lalu merasa kesal pada Kae-in karena ia telah bicara dengan jelas pada Kae-in agar bisa memaafkan kelakuan Chang-ryul dulu. Chang-ryul kaget dan kesal ayahnya bertemu dengan Kae-in untuk membicarakan itu. Ayah Chang-ryul kaget dan kesal melihat reaksi Chang-ryul seperti itu. Chang-ryul pun tak kalah kesal, ia lalu minta ayahnya tidak mencampuri urusan hidupnya lagi.

Do-bin ternyata memanggil In-ho untuk memberikan beberapa gambar referensi arsitek terkenal yang bisa di jadikan sumber ide buat jIn-ho mendesai Museum. Jin-ho jadi tak enak. Do-bin berkata kalau ia memberikan itu bukan karena perasaannya pada Jin-ho tapi karena ia sebagai teman Jin-ho ingin Jin-ho berusaha kesam memberikan yang terbaik. Tapi Jin-ho tetap menolaknya, ia berkata kalau ia bisa memenangkan tander kalai ini dengan kemampuannya sendiri. Do-bin jadi gugup dan berkata kalau ia sebenarnya sudah tahu pemberiannya itu akan ditolak tapi ai tetap memanggil Jin-ho karena ia sudah merasa bosan. Jin-ho kaget mendengarnya. Do-bin menjelaskan kalau ia bosan karena setiap hari duduk di depan simulasi arsitektur dan tidak ada teman yang bisa diajak bercanda. “Raja malah lebih kesepian dari pada rakyatnya” kata Do-bin. Jin-ho tertawa mendengarnaya (Suasana jadi cair deh). Do-bin lalu tanya apa Jin-ho sudah tidak lagi marah karena ia memanggilnya. Jin-ho berkata tentru saja tidak. Do-bin lalu memberanikan diri bertnaya apa Jin-ho kelak bisa datang jika ia panggil karena ia merasa bosan. Jin-ho berkata tentun saja bisa asal ia diberi lebih banyak referensi lagi. Kali ini Do-bin yang tertawa mendengarnya (Suasana jadi benar-benar cair). “Jadi apa kita bisa begini terus saling memahami” kata Do-bin tiba-tiba. Jin-ho kaget mendengarnya (Suasan jadi canggung lagi). “Nona Park Kae-in berkata hanya orang yang punya keberanian yang bisa merasakan cinta. Hari ini saya telah membangitkan keberanian yang sanngat besar untuk mengungkapkan ini” kata Do-bin (Suasana benar-benar jadi canggung akhirnya).


In-hae dan Jin-ho pergi makn berdua disebuah restoran .Di sana In-hae terus membicarakan tentang hubungan Chang-ryul dan Kae-in. Tapi Jin-ho tak mendengarkannya dan malah membayangkan kejadian tadi. In-hae menegurnya hingga Jin-ho sadar dari lamunannya. In-hae lalu mengucapkan terimaksih kepada Jin-ho karena membantunya kemarin malam dan untu itu ia ingin mengajak Jin-ho minum anggur di apartementnya. Jin-ho menolaknya. In-hae lalu minta ijin minum obat. Jin-ho tanya apa In-hae sedang sakit. In-hae berpura-pura dengan berkata kalau ia masih kaget denagn kejadian kemarin jadi badannya sedikit tidak sehat. Ia juga berkata kalau ia takut pulang, dan minta diantar pulang oleh Jin-ho.

Jin-ho mengantar In-hae sampai apartementnya. Setelah mengecek keadaan apartemnt In-hae Jin-ho pamit pulang dan menyuruh In-hae masuk saja. Tapi In-hae tiba-tiba mencium Jin-ho. Jin-ho kaget dan segera melepaskannya. “Kamu sedang buat apa!” kata Jin-ho kesal. “Kamu tidak suka wanita atau tidak suka padaku” kata In-hae. Jin-ho kesal dan berkata kalau ia heran dengan kelakuan In-hae. In-hae menyuruh Jin-ho menganggapnya sebagai pengakuan kalau ia menyukai Jin-ho dan kelak ia akan masuk dalam piiran dan hati Jin-ho. Jin-ho berkata kalau itu tidak akan mungkin. In-hae berkata walaupun ia pernah gagal tapi ia pikir ia tidak akan gagal untu kkedua kalinya. Jin-ho menyuruh In-hae cari orang lain saja karena ia salah orang. In-hae menegasakan bahwa ia kali ini tidak akan salah orang dan berkata kalau ia akan tetap mengejar Jin-ho. Jin-ho pamit pergi. In-hae berteriak bahwa cepat atau lambat Kae-in aan tahu kalau mereka satu jenis (bukan gay). Ia juga berkata bahwa barang yang ia inginkan pasti ia akan dapatkan (Jin-ho di sama in dengan barang... cek..cek!!). tapi Jin-ho tetap pergi dari sana.


Di kantor Jin-ho. Sang-joon sedang memikirkan cara bagaiman bisa mengambil gambar Sang Go-jae. Tae-hoon tiba-tiba datang mau pamit pulang. Sang-joon tiba-tiba dapat ide. “Kau iutaku sekarang ke Sang Go-jae” kata Sang-joon. “Sekarang? Kenapa malam-malam begini” tanya Tae-hoon. “Kau harus kerja hingga malam hari ini” kata Sang-joon. Ternyata Sang-joon meminta Tae-hoon membantunya untuk mengambil gambar Sang Go-jae dan Tae-hoon tentu saja menolaknya. Tapi Sang-joon terus memohon dan memaksa Tae-hoon meski mereka telah sampai rumah Tae-hoon. Hye-mi datang ke rumah Tae-hoon dan melihat Sang-joon tengah memohon-mohon dengan cara “aneh”. Hye-mi langsung sembunyi dan bergumam “Dua orang ini kenapa begitu? Oppa Sang-joon jangan-jangan benar-benar suka laki-laki”. Tae-hoon akhirnya luluh dan mau membantu Sang-joon dan mereka pergi lagi naik mobil.
Hye-mi mengikutinya dengan taksi.



Chang-ryul mengantar Kae-in pulang. Chang-ryul mengkhawatirkan kesehatan Kae-in. Tapi Kae-in cuek saja dan mau langsung rurun saja. Saat sampai di depan Sang Go-jae. Kemudian dengan sedikit rasa takut Chang-ryul berkata kalau ia sudah dengar ayahnya menemui Kae-in. Chang-ryul menyakinkan Kae-in bahwa bukan karena ayahnya ia mau kembali berhubungan dengan Kae-in. “Kenapa aku harus percaya padamu?” kata Kae-in dingin. Chang-ryul menjelasakan ia bukan orang yang tak berperasaan mau kembali hanya karena sekarang ia tahu Kae-in putri Prof. Park. “Bukankah perusahaanmu sekarang membutuhkan ayahku?” kata Kae-in. “Tentu saja bukan, itu hanya pemikiran ayahku saja” kata Chang-ryul. Kae-in tak tahan lagi ia berkata kalau sekarang ia sulit percaya pada Chang-ryul. “Kalau kamu tak percaya.. juga tak apa-apa” kata Chang-ryul sedih. Kae-in merasa tak enak, ia kemudian mengalihakan pembicaraan dengan berkata kalau ia sudah capek dan mau masuk ke dalam saja. Kae-in turun dan Chang-ryul ta dapat mencegahnya. Chang-ryul kemudian melihat bunga yang ia berikan tadi di tinggal begitu saja oleh Kae-in.

Sang-joon dan Tae-hoon telah sampai di deepan Sang Go-jae. Tae-hoon masih ragu hingga tak mau segera turun dari mobil. Ia menyakinkan Sang-joon bahwa tindaannya gila. Sang-joon berkata itu demi kelangsungan hidup perusahaan mereka jadi ia minta Tae-hoon menyelesaikannya sebelum Jin-ho datang. Tae-hoon teap tak mau dan berkata sebainya menunggu Jin-ho pulang saja. Tiba-tiba Hye-mi datang mengetuk jendela mobil. “Jadi ini adalah tempat tinggal Oppa Jin-ho” kata Hye-mi senang dan alangsung mau masuk ke dalam. Sang-joon dan Tae-hoon kaget serta panik. Mereka lalu buru-buru keluar untuk mencegah Hye-mi. “Kamu kenapa bisa di sini?” tanya Sang-joon sambil melirik Tae-hoon. “Tidak.. tidak.. bukan aku. Au satu kalimat pun tidak katakan” kata Tae-hoon. “Kalian sedang laukan apa. Kenapa masih tidak mau masu” kata Hye-mi. Sang-joon dan Tae-hoon mencegah Hye-mi lagi dan menarinya masu kedalam mobil. Mereka bertiga masuk edalam mobil. Hye-mi kesal ia bertanya apa yang sedang dilakuan merea berdua keapdanya. “Apa ada sesuatu yang kalain sembunyikan dariku?” kata Hye-mi. Sang-joon dan Tae-hoon bingung bagaiman menjelasakan keadaan sesungguhnya. Tiba-tiba Hye-mi berteriak “Itu.. wanita itu” kata Hye-mi saat melihat Kae-in keluar untuk membuanng sampah. Sang-joon dan Tae-hoon panik, mereka mendorong Hye-mi menunduk agar tak ketahuan Kae-in. “Bukankah wanita itu yang ada di pesta. Jangan-jangan.. apa Oppa Jin-ho tinggal bersama wanita ini!” kata Hye-mi mengelak bersembunyi. Sang-joon mau menjelasan, tapi Hye-mi mau keluar. Tae-hoon mencegah. Hye-mi tak bisa tenang melihat Jin-ho tinggal dengan Kae-in. Sang-joon panik dan berteriak “Sudah ku katakan bukan” sambil memukuli kursi. Hye-mi dan Tae-hoon kaget melihat reaksi Sang-joon seperti itu. “Kamu pulang ke rumah. Kamu antar dia. Aku sendiri yang akan kerjakan” kata Sang-joon yang kemudian turun dari mobil.


Sang-joon masuk kedalam Sang Go-jae. Sang-joon berakaata kalau ada brang yang ketinggalan sehingga ia datang malam-malam kesana. Kae-in heran tapi ia menyilahkan Sang-joon menunggu Jin-ho di dalam kamar Jin-ho. Sang-joon minta ijin agar ia bisa melihat-lihat Sang Go-jae. Kae-in kaget mendengarnya. Sang-joon beralasan bahwa rumah seperti Sang Go-jae adalah tumah impiannya kelak jika ia punya istri dan anak. Kae-in heran Sang-joon bukankah Sang-joon gay kenapa mau punya istri dan anak. Sang-joon buru-buru menambahkan kalau itu impian ibunya dan ia sedih sekali tak dapat mengabulkan impian ibunya. Kae-in merasa tidak enak dan minta maaf karenanya. Sang-joon sambil pura-pura sedih minta dibutkan minum oleh Kae-in. Kae-in langsung pergi membuatkan minuman. Sang-joon lalu beraksi ia mengeluarkan kamera dan mulai pergi memotret detail-detail Sang Go-jae.

Jin-ho datang ia heran melihat sepatu tapi tak ada satu orang pun di sana. Kae-in datang membawa minuman Sang-joon. Karena kejadian tadi siang hubungan mereka jadi canggung. Kae-in berkata kalau Sang-joo datang tepat saat Jin-ho tanya siapa yang datang. “Hyung Sang-joon ada di mana?” kata Jin-ho. Kae-in baru sadar dan heran, ia berkata kalautadi Sang-joon benar-benar ada di sana. Jin-ho berkeliling mencari Sang-joon dan menemukan Sang-joon sedang ada di belakang memotret detail Sang Go-jae. “Kamu sedang lakukan apa?” kata Jin-ho. “Tidak lihatkah! Tentu saja sedang kerja” kata Sang-joon sambil menunjuan kamera yang ia bawa. “Jangan lakukan” kata Jin-ho sambil mengambil kamera itu dari tangan Sang-joon. “Kenapa.. kenapa tidak biarkan aku mengambil gambar Sang Go-jae. kamu coba pikirkan lagi tujuanmu masuk ke dalam Sang Go-jae. Jangan-jangan kamu ada perasaan dengan nona Kae-in ya? Kau seharuany bisa membedakan permasalahan pribadi dengan kantor!” kata Sang-joon. “Ya. Aku tak bia membedakan masalah pribadi dengan masalah perusahaan” kata Jin-ho. “Kamu sadarlah! Kamu lebih tahu dari siapapun seberapa penting permasalahan ini” kata Sang-joon. “Ya. Karena tahu maka tak ingin demi keuntunga nsendiri melukai perasaan orang lain” kata Jin-ho. “Siapa yang terluka?” kata Sang-joon. “Kamu apa benar-benar tidak tahu! Hal seperti ini pasti akan membuat Park Kae-in mati dua kali.. tidak tahukah kamu?”.. “Perasaanmu.. apa benar-benar sudah sampai tahap seperti itu. Demi wanita.. kamu bisa menyerah dalam kariemu” kata Sang-joon heran meliaht reaksi Jin-ho. Jin-ho hanya tertunduk.
Tiba-tiba ada suara Kae-in memanggil-manggil Sang-joon. Sang-joon panik dan segera kabur dari sana. Jin-ho kelau menemui Kae-in. “Kamu di sini sedang buat apa?” tanya Kae-in. Jin-ho hanya menunjuk arah belakang. “Sang-joon pergi ke mana? Apa kalian berdua sedang bertengkar?” tanya Kae-in. “Ya” kata Jin-ho. Sang-joon menguping pembicaraan mereka. “Kenapa?” tanya Kae-in lagi. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu” kata Jin-ho serius. “Jika hal itu (kejadian tadi siang).. aku tak mau mendengarnya” kata Kae-in mau pergi. Jin-ho mencegah dengan menarik tangan Kae-in. “Kamu kira aku akan katakan apa? Walau tak ingin dengar coba dengarkan dulu. jika bukan hari ini, aku merasa selamanya tidak akan bisakatakan keluar lagi” kata Jin-ho. Kae-in lalu mau mendengar. “Aku masuk Sang Go-jae... adalah demi..”. Tiba-tiba Sang-joon datang pura-pura sedang mencari kucing (Lagi-lagi gagal). “Kae-in, apa kau memelihara kucing?” tanya Sang-joon. “Kucing?” kata Kae-in heran. “Iya tadi aku melihatnya disana sangat cantik” kata Sang-joon menujuk tempatnya. Kae-in bingung mendenagarnya. Sang-joon berkata mungin itu kucing tetangganya dan tak bisa pulang. Kae-in merasa kadihan dan minta ditunjukan tempatnya. Kae-in pergi mencari kucing itu setelah diberitahu tempatanya. “Kamu jangan katakan! Apa pun jangan katakan!” kata Sang-joon pada Jin-ho. “Hyung!”. “Tolonglah.. kalau kamu katakan satu kalimat lagi, aku aan langsung menggigit lidahku bunuh diri”. Tiba-tiba Kae-in datang dan berkata kalau ia tidak melihat kucing itu. Sang-joon berata mungkin sudah pulang, ia lalu minta minumannya tadi.


Sementara itu Hye-mi pulang ke rumah Jin-ho dalam keadaan menangis. Ibu Jin-ho heran, ia tanya ada masalh apa. Hye-mi sambil menangis berkata kalau Jin-ho tinggal dengan seorang wanita. Tae-hoon refleks alangsung menutup mulut Hye-mi dan menjelaskan pada ibu Jin-ho kalau bukan seperti itu kejadiannya. Hye-mi memberontak dan berteriak kalau Jin-ho tinggal dengan wanita yang di ajaknya kepesta dulu. “Apa!” teriak ibu Jin-ho kaget. Tae-hoon langsung bersujut adn minta ibu Jin-ho mengerti bahwa Jin-ho melakukan itu semua demi perusahaan. “Apa hubungannya perusahaan dan wanita itu?” tanya ibu Jin-ho. Tae-hoon sulit menjelaskannya. Hye-mi sudah kesal ia minta Tae-hoon jangan menyembunyikan sesuatu pada mereka lagi.

Jin-ho habis mengantar Sang-joon pulang. Kae-in melihatnya dengan pandangan aneh. Jin-ho langsung mau masuk kamarnya. Kae-in kesal mengingat perkataan In-hae pada Jin-ho di gedung Meiseu, ia lalu menyindir Jin-ho yang terlihat sibuk akhir-akhir ini hingga membawa kerjaan pulang atau hanya pura-pura sibuk. Jin-ho berhenti, ia juga kesal mengingat sikap Kae-in pada Chang-ryul tadi siang. “Selamat padamu” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget. “Jadi wanita yang menerima bunga dari laki-laki. Baik-baik merawatnya dan simpa selamanya” kata Jin-ho lagi. “Kenapa kau begitu menyindirku. Kamu jelas tahu aku apa tujuanku melakukannya!” kata Kae-in. “Aku benar-benar dengan tulus ingin mengucapkan selamat padamu, apa aku salah? Ekspresimu saat menerima bunga itu sangat tak biasa” kata Jin-ho. “Jika kamu bilang permainan berakhir. Akau akan segera mengakhirinya” kata Kae-in. “Itu bukan masalahku. Mau akhiri atau tidak itu pilahnmu” kata Jin-ho lalu pergi masuk kamarnya (hehe.. saling cemburu ni ye!).

“Kenapa jadi begini kekanak-kanakan” gumam Jin-ho didalam kamar. Tiba-tiba In-hae menelepon dan Jin-ho tak mau mengangkatnya. Kae-in pun bekerja di bengkelnya dengan perasaan kesal. Ia sengaja memukul keras-kerasa sat melihat Jin-ho keluar dari kamarnya. Tiba-tiba In-hae telepon, Kae-in dengan malas-malasan menerimanya. Kae-in tanya ada urusan apa In-hae meneleponnya. In-hae berkata kalau ia tidak mencari Kae-in tapi ia mncari Jin-ho dan minta Kae-in menyerahan teleponya kepada inho sebentar. Kae-in sebetulnya tak mau tapi In-hae meakasa. Kae-in mengetuk kamar mandi, kemudian masuk dan menyerahkan telepon dari In-hae dengan malas-malasan dan berkat asepertinay ada keadaan darurat. Kae-in keluar sambil membanting pintu dan Jin-ho menerima telepon In-hae itu. In-hae minta maaf atas kejadian tadi, tapi ia juga berkata kalau ia tak bisa menahan perasaannya lagi. Jin-ho tak mau mendengarnya lagi dan berkata kalau akan menutup teleponnya.


Jin-ho keluar dan menyerahkan telepon Kae-in sambil bicara apa Kae-in tak tahu kalau ia tak mau menerima telepon dari In-hae. Kae-in yang tadi sudah kesal tambah kesal dikatai seperti itu. “Bagaiman mungkin aku tahu hal itu” kata Kae-in kesal. “Tidak peduli bagaimana. Kenapa kamu hal seperti ini pun kamu mau lakukan? Bukankah In-hae sudah mengkhianatimu” kata Jin-ho tak kalah kesal. “Itu adalah masalhku dengan In-hae. Aku tak tahu kau dan In-hae ada masalah apa di rumah In-hae.. Di rumah In-hae menginap bersama” kata Kae-in kesal. Jin-ho kaget mendengarnya. “Kamu.. bagaiman bisa tahu” kata Jin-ho. “Aku tak sengaja mendengarnya” kata Kae-in. Kae-in mau pergi, tapi berbalik lagi dan berkata “Tidak bisa karena kau dan kamu adalah teman. Jidi aku tak akan biarkan kamu ada hubungan dengan In-hae. Aku tahu In-hae adalah orang penting dalam perusahaan Maiseu dan bisa sangat membantu Jin-ho. Aku merasa kelak ia akan menjadi orang yang penting bagimu. Aku bagaiman bisa tidak menerima teleponnya” kata Kae-in menjelaskan alasannya menerima telepon itu. Ia kemudian kembali ke bengkel kerjanya dan memukul-mukul sambil kesal. Jin-ho datang menghentikannya . “Apa kau ingin terluka lagi!” kata Jin-ho. “Apa hubungannya denganmu” kata Kae-in mengelak. “Karena rumah In-hae kecurian makanya baru pergi ke sana” KATA Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget mendengranya. “Waktu kau telepon aku, aku masih ada di kantor. Ah.. benar-benar tak tahu kenapa aku harus menjelasakn ini padamu” kata Jin-ho. “Apa di bertemu dengan pencurinya? Terlua tidak?” tanya Kae-in khawatir. “Kamu sekarang khawatir dengannya? Kamu ini benar-benar...” kata Jin-ho. “Jika hal seperti ini kenyataannya kamu kan bisa katakan padaku dulu” kata Kae-in. “Apa itu perlu? Akau tak mau menyombongkan diri utnuk dapat pujian” kata Jin-ho. “Walaupun aku tahu kamu tidak seperti laki-lak lain yang bisa melakukan hal-hal “itu”. Tapi waktu aku mendengarnya, aku merasa sangat bingung. Aku merasa teman paling baikku di dunia ini pun akan direbut In-hae juga” kata Kae-in sedih. “Tidak akan begitu” kata Jin-ho. Kae-in tersenyum tipis dan berkata “benarkah”. Tiba-tiba ada suara telepon. Kae-in mengangkatanya dan ternyata dari Chang-ryul. Jin-ho kesal dan pergi dari sana.


Chang-ryul memberitahu kalau ia sedang mabuk. Kae-in berkata kalau mabuk sebaiknya Chang-ryul tidur saja. Chang-ryul mengatakan kalau Kae-in meninggalkan bunga pemberiannya di mobil. Ia menebak Kae-in pasti tak tahu hal itu. Kae-in berkata kalau ia lupa. Chang-ryul berkata bagaiman bisa Kae-in melupakan bunga pertama pemberiannya, padahal dulu Kae-in selalu menghargai pemberiannya meski itu sebuah gantungan kunci tapi kenapa sekarang tidak. Kae-in tak mau mendengarnya lagi dan berkata kalau ia akan meutup teleponnya.

Kae-in lalu keluar ia melihat kamar Jin-ho dengan perasaan hawatir apa yang akan dipikirkan Jin-ho tentangnya. Sementara Jin-ho dalam juga memikirkan kae-in. Kae-in kembali kekamarnya. Mereka berdua tidak bisa tidur malam itu salang memikirkan satu sama lain.


Keesokan harinya. Kae-in menelepon pegawai pabrik kayu dan mengabarkan kalau kayu pesanannya sudah datang. Pegawai tanya bagaimana keadaan kae-insekarang. Kae-in berkata kalu ia baik-baik saja. Pegawai pabrik kayu lalu berkata kalau Kae-in benar-benar beruntung karena banyak orang yang mencintainya. Kae-in kaget mendengarnya. Pegawai menjelaskan bahwa ada 2 orang anak muda yang khawatir dengan keadaan Kae-in saat itu. yang pertama yang menemani Kae-in ke rumah sakit dan yang kedua menelepon tanya dimana rumah sakit Kae-in berasa. Kae-in kaget ada orang yang telepon menanyakan keadaannya. Pegawai pabrik kayu tanya apa Kae-in tidak bertemu dengannya padahal ia sudah memberitahu alamatnya. Ia juga memberittahu bahwa nada orang yang telelpon itu sepertinya sangat khawatir dengan keadaan Kae-in saat itu. Kae-in tak percaya mendengarnya.

Kae-in lalu telepon Jin-ho dan minta bertemu. Mereka lalu bertemu di sebuah taman. Kae-in membawa bekal makanan. Kae-in berkata kalau sudah lama ia ingin melakukan hal seperti itu dengan pacaranya. Jin-ho berkata agar Kae-in melakuannya denga nChang-ryul. Kae-in lalu berkata enapa Jin-ho bicara seperti itu padahal ia tahu masud Kae-in sebenarnya pada Chang-ryul. “Aku tak tahu” kata Jin-ho. “Sudahlah aku demi mau membuatmu senang sudah berusaha seperti ini” kata Kae-in. “Kalau begitu semua ini yang kamu buat sendiri kah?” kata Jin-ho. “Sebenarnya ingin seperti itu, tapi karena kemampuan tak cukup jadi membelinya. Kamu coba rasakan ini. Ini adalah sayur uungu bertenaga setan. Tak peduli bagaiman makan masih akan ingin makan lagi” kata Kae-in. “Semua nasi gulung sama” kata Jin-ho. “Kau bukankah tiap hari juga ditipu orang. Cepat sedikit. Buka mulumu.. a..a..” kata Kae-in sambil menyuapi Jin-ho. Jin-ho akhirnya mau memakannya. “Bagaimana? Enak kan? Ini karena sudah dimasukan bahan sepesial dari Park Kae-in baru jadi begini” kata Kae-in bangga. Jin-ho kaget mendengarnya. Kae-in menjelaskan kalau ia telah mendenagra kalau Jin-ho datang ke ruamh sakit saan ia kecelakaan. “Kenapa pernah datang tapi katakan tak pernah datang”. “Aku tidak harus pergi halangi kalian”. “Kamu bukannya tidak tahu aku ada di pabrik kayu mana”. “Bahan kayu Zhen Ying. Tinggal telepon 114 akan tahu” kata Jin-ho. “Aigoo.. kenapa kau tidak memberitahuku lebih cepat. Aku jadi makin terharu” kata Kae-in sambil memukul Jin-ho. “Hanya karena kaget.. mkanya pergi lihat. Jangan terlalu diperbesar” kata Jin-ho merendah. “Tapi akau ingin memperbesarnya”. Jin-ho kaget mendengarnya. “Karena teman jadi baru bisa khawatir bukankah begitu” kata Kae-in membahi. “Jin-ho, bagaimana jika aku adalah laki-laki? Apakah kau akan ada sedikit rasa suka padaku?”. “aku tak bisa membayangkannya” kata Jin-ho. “tak bisa bayangkah!” Kae-in lalu mengambil rumput laut dan memasangannya di mulutnya sehingga mirip kumis. “Bagaiman?” kata Kae-in. Jin-ho tertawa melihatnya. “Baiklah.. hari ini aku jadi pacar laki-lakimu” kata Kae-in. “Apakah aku ganteng? Sangat bagus kan!”. Jin-ho tertawa meliahtnya.


Mereka lalu pergi kepusat perbelanjaan. Kae-in mengubah penampilannya jadi laki-laki dan menghampiri Jin-ho yang sedang berada di photo box. Jin-ho kaget dan geli melihat penampilan Kae-in. “Kamu sudah lakukan apa?” kata Jin-ho. Mereka tertawa berdua kemudain foto bersama dengan penampilan itu. Saat sudah selesai Jin-ho menyuruh Kae-in kembali kepenampilan semula tapi Kae-in menolak. “Aku tak ingin jalan dengan wanita gila sepertimu” kata Jin-ho. Tiba-tiba Kae-in memukul Jin-ho. “Tenagaku sangat mirip laki-laki kan?”. Jin-ho malu dan meninggalakan Kae-in. Kae-in mengejarnya terus.


Sementara itu Chang-ryul mendapat laporan dari orang suruhannya bahwa Jin-ho itu benar-benar laki-laki sejati sejak kecil tidak ada satu pun bukti yang menunjukan dia gay. Chang-ryul kaget mendengarnya.

Kae-in dan Jin-ho ketempat permaianan game. Tiba-tiba Chang-ryul menelepon, Kae-in tak mau mengangkatanya. “Teman. Ayo kita Main saja” kata Kaae-in. Mereka lalu main tembak-tembakan. Sepasang remaja di sebelah mereka heran melihat mereka. Si perempuan bilang kenapa laki-laki tampan seperti Jin-ho mau bersama dengan seorang gadis yang berpenapilan laki-laki seperti Kae-in. Kae-in terganggu mendengarnya, Jin-ho minta Kae-in konsentrasi saja pada permainan. Si teman pria bilang laki-laki tampan apa, tampan seperti bebek seperti itu di bilang tampan. Alai ini Jin-ho yang terganggu mendengarnya, Kae-in memarahi Jin-ho karena membuat pemainan mereka kalah.

Di perjalanan pulang Kae-in kesal dengan omongan anak-anak tadi dan juga geli melihat reaksi Jin-ho saat dikatakan seperti bebek. Jin-ho minta mereka tidak usah membahasanya lagi, ia lalu tanya sampai kapan Kae-in akan berpenampilan seperti laki-laki. “Jin-ho kamu bisa tidak pakai pakaian wanita. Aku meresa akan sangat menarik” kata Kae-in. “Aku bukan orang gila. Bagaimana mungkin memakai pakaian wanita” kata Jin-ho menolak. “Dengan nama pertemanan, bukankah seharusnya kamu disa melakukannya” kata Kae-in. “Kamu ini kenapa selalu memaai nama pertemanan untuk menyuruhku pergi bunuh diri” kata Jin-ho. Kae-in lalu berakting dan berkata kalau ia terharu sekali mendenagrnya. Jin-ho malu melihat tikah Kae-in itu dan meninggalkan Kae-in. “Sangat memalukan” kata Jin-ho sambil berjalan pergi. “Teman.. Hai teman kamu mau pergi kemana” teriak Kae-in mengejar. Jin-ho menoleh, Kae-in terdiam sambil memandang Jin-ho.


Dalam hati Kae-in bergumam “Park kae-in. Laporan cuaca besok: aku sudah lam memikirkannya. Apa yang bisa aku lakukan untuk berterima kasih padamu? Aku pernah ingin mengatakan kalau aku mencintaimu. Tapi aku tak punya keberanian seperti itu jadi aku bersedia menjadi seorang laki-laki yang sama mencintaimu seperti aku. Aku harap kamu bisa melihat dan tergerak hatinya karena melihat begini. Mulai hari ini laporan cuaca kan tidak jelas. Laporan cuaca Park Kae-in”

Kae-in lalu berlari mengejar Jin-ho sambil terus pura-pura jadi laki-laki. Chang-ryul datang ke Sang Go-jae menggedor-gedor pintu ingin bertemu Kae-in. Tpi Kae-in belum pulang, Chang-ryul lalu menelepon In-hae. “Chang-ryul, ada apa kau menghubngiku?” kata In-hae. “Apa kau sedang bersam Jin-ho sekarang ini?”. “Kamu kenapa tanya ini? Chang-ryul kau hanya perlu perhatian pada Kae-in sudah bisa kan?”. “Kamu jawab saja! Sebenarnya apa kamu bersama dengan atau tidak bisa kan?”. “Sebenarnya kenapa?”. “Aku khawatir ia hanya pura-pura baik pada Kae-in. Aku khatir jika iam asih bersama Kae-in”. “Kenapa? Kamu sekarang di mana?”. “Kenapa sekarang aku harus bertemu denganmu? Hari ini aku ingin bertemu Kae-in membongkar semua kebenaran tentang Jin-ho” kata Chang-ryul kesal sambil menutup teleponnya.

Sementara itu. “Teman kita minum dulu baru balik, bagaimana?” kata Kae-in. “Tidak berminat, teman”. “Diantara laki-laki bukankah seharusnya bersama minum sedikit soju dulu baru ngobrol secara terbuka”. Jin-ho tak tahan ia mencobot dandannan Kae-in secara paksa. “Jangan lakukan lagi..cabut saja” kata Jin-ho. “Kamu buat apa?” tanya Kaein. “Ini juga” kat jin-ho sambil mencabut kumis palsu Kae-in. “Ao..”. “Sakitikkah?”. “Tentu saja sakit, bagaiman mungin tidak sakit”. “Aku sudah bilangkan tadi.. kamu kenapa lakukan hal seperti ini?”. “Aku khawatir ehidupan yang akan datang tak bisa dilahirkan jadi laki-laki” kata Kae-in sedikit sedih. Jin-ho kaget mendengarnya. “Jin-ho kehidupan yang akan datang jika kau masih dilahirkan seperti sekarang ini. Kita bertemu lagi saja”. “Aku suka Park Kae-in yang sekarang ini”. Gantian Kae-in yang kaget mendengarnya.


Chang-ryul masih menunggu di depan Sang Go-jae. Tiba-tiba In-hae datang. “Chang-ryul” panggil In-hae. “Bicara denganku saja” ajak In-hae lagi. “Aku sekarang tidak ada waktu bicara denganmu lagi”. “Kae-in, karena ia tahu Jin-ho gay makanya tinggal bersama Jin-ho”. “Apa? Jin-ho tinggal di sini? Bersam Kae-in?”. “Kita lebih baik cari tempat untuk bicara hal ini selagi Kae-in dan Jin-ho belum pulang” ajak In-hae. “Ap amaksud perkataanmu tadi? Jin-ho tinggal disini bersama Kae-in! Mulai kapan? Kenapa orang itu bisa tinggal di sini?”. Belum sempat IN-hae menjawab mobil jIn-ho sudah sampai di depan Sang Go-jae. Jin-ho dan Kae-in kaget melihat In-he dan Chang-ryul ada di sana. Chang-ryul kaget melihat Kae-in datang bersam Jin-ho. Kae-in dan Jin-ho turun dari mobil. Chang-ryul yang sudah kesal langsung memukul Jin-ho. Kae-in dan In-hae mau mencegah. “Kamu kenapa selalu ikut campur urusan hidupku” kata Chang-ryul kesal pada Jin-ho. “Sebenarnya apa yang sudah aku lakuan?” tanya Jin-ho. “Kamu ada tujuan apa tinggal di rumah ini? Kamu sudah lakukan apa pada Kaae-in?” tanya Chang-ryul. “Aku tak pernah lakukan apa-apa pada Kae-in”. “Park kae-in kenap kamu masih bisa tinggal bersam orang ini? Kenapa tidak memberitahuku?”. “Itu.. karean ada alasan itu..” akta Kae-in mencoba menjelasakan. “Sebab bagaimana?”. Kae-in tak bisa menjawabnya. “Kamu segera hilang dari sisi wanitaku, Mengerti!” kata Chang-ryul pada Jin-ho. “Han Chang-ryul. kamu termasuk urutan berapa berani memerintahku! Aku di sisi Park Kae-in, apa membuatmu begitu peduli? Kamu begitu tak percaya dirikah?”. Chang-ryul tak tahan ia mau memukul Jin-ho lagi. Tapi Jin-ho berhasil menepisnya. “Aku bukannya tidak bisa memukulmu” kata Jin-ho melepasakan tangan Chang-ryul. Tapi Chang-ryul alngsung memukul Jin-ho lagi. In-hae memarahi Chang-ryul dan berusaha menolong Jin-ho sementara Kae-in hanya dia mbingung harus bertindak apa. “Orang yang tidak berguna” kata jin-ho pergi mau masuk rumah. Chang-ryul mencegah dan mau memukul Jin-ho, tapi kali ini Jin-ho berhasil menepisnya sealigus membalas pukulan Chang-ryul hingga membuat ia terjatuh ke jalanan. Kae-in refleks menghampiri Chang-ryul dan bertanya ap Chang-ryul abaik-baik saja. Jin-ho tak suka melihat perhatian Kae-in pada Chang-ryul. “Chang-ryul kamu tidak apa-apa kan?”.

Jumat, 25 Juni 2010

1 Gambar Penuh Makna (De Rossi)

bagi yg tahu artinya harap di isi titik di bawah ini:
.............
(haha... kayak banyak pengunjung aja...
but it's OK.. this blog is just for fun)

Ok... sekarang saatnya isi titik-titik di atas
sebenernya saat laga ke-2 Italia aku mau nulis tentang De Rossi yang menjadi pahlawan bagi Italia saat laga pertama, tapi hasil laga kedua adalah seri (bahkan hampir kalah) jadi aku urungkan niat itu. Kemudian dalam hati aku berharap di laga ke-3 nanti Rossi bisa menjadi pahlawan lagi dan berhasil membawa Italia juara dunia seperti Totti membawa juara dunia Italia th 2006. Karena takut harapan itu akan tidak tekabul jadi hanya tulis seperti tulisan diatas.

Tapi kenyataannya aku salah mau ditulis atau gak, Italia tetap kalah...
hiks..hiks.. sedih baget rasanya...
tapi ya sudahlah aku hanya bisa berdo'a, team Italia yang berusaha dan tuhan yang menuntukan..

Rabu, 23 Juni 2010

Personal Taste episode 8

Jin-ho mengemudikan mobilnya dengan gila-gilaan. Ia teringat kejadian saat pengakuan tadi ternyata ada Kae-in yang mendengarkan. Sementara itu saat Kae-in kembali kedalam bertemu Chang-ryul dan menamparnya, saaat itu In-hae melihatnya dan merasa kesal. Tapi saat In-hae tahu Kae-in marah karena Jin-ho, ia jadi kaget karen Jin-ho mengakui bahwa dia gay di depan Chang-ryul. Chang-ryul kesal pada Kae-in ia memberitahu kalau Jin-ho itu gay dan memanfaatkannya untuk mendekati Do-bin sehingga memenangkan tander museum. Kae-in tak percaya dengan penjelasan Chang-ryul, ia berkata kalau Jin-ho bukan orang yang bisa menggunakan cinta untuk bisnis. Chang-ryul curiga bagaiman bisa Kae-in tahu banyak tentang Jin-ho. Kae-in tak mau menjelasakan dan pergi dari sana. Chang-ryul semakin kesal, In-hae mendekatinya dan bertanya sebenaranya ada apa. Chang-ryul berkata kalau Jin-ho memanfaatkan kekurangannya untuk mendekati Do-bin sehingga bisa memenangkan tander musem. Kae-in sangat khawatir dengan keadaan Jin-ho, ia mencoba menelepon Jin-ho tapi tak diangkat. Kae-in lalu meninggalkan sebuah pesan untuk Jin-ho.


Jin-ho berhenti di pinggir sungai setelah mendengar pesan dari Kae-in. Kae-in menyuruhnya berhenti jika pikirannya masih kacau karena mengemudi dalam keadaan seperti itu tak ada gunannya dan bisa mengakibatkan kecelakaan. Ia juga menyuruh Jin-ho mengambil nafas untuk meredakan emosinya. Jin-ho kembali tersenyum setelah mengingat pesan Kae-in itu. Ia kemudian mendapat pesan yang mengingatkan Jin-ho bahwa hari itu adalah hari peringatan meninggalnya ayahnya.


Jin-ho pulang kerumahnya dan bersiap melakukan upacara peringatan. Sang-joon yang juga datang untuk upacara itu merasa heran dengan keadaan Jin-ho. Ia bertanya apa Jin-ho sedang memikirkan proyek museum atau masalah gay nya. Ia mendekati Jin-ho dengan gerakan aneh dan terlihat oleh Hye-mi. Hye-mi merasa kedakatan Sang-joon dan Jin-ho aneh seperti pasangan gay. Tapi kemudian ibu Jin-ho datang meminta bantuan Hye-mi. Setelah Hye-mi pergi. Sang-joon bertanya pada Jin-ho apa benar ia mencintai Jin-ho dan tidak tertarik dengan wanita. Jin-ho tak mau menanggapinya dan dengan dingin menyuruh Sang-joon keluar dari kamarnya saja. Jin-ho dan keluarganya kemudian melakukan upacara peringatan kematian ayahnya.


Di rumah Kae-in, Kae-in sedang bercerita pada Young-soon tentang kejadian tadi siang. Young-soon kaget dan tidak menyangka Jin-ho seberani itu melakukan pengakuan di depan Chang-ryul. Kae-in berkata kalau ia khawatir dengan keadaan Jin-ho sekarang. Ia juga bercerita kalau tadi siang ia juga menampar Chang-ryul. Young-soon tambah kaget tak menyangka Kae-in berbuat begitu. Kae-in beralasan kalau ia sangat marah ketika Chang-ryul mengatai Jin-ho kotor. Young-soon semakin heran, ia merasa Kae-in punya perasaan tertentu sama Jin-ho. Kae-in berkata kalau Young-soon jangan berpikiran yang aneh-aneh karena ia dan Jin-ho hanya bersahabat.

Jin-ho pergi ke warung soju dengan Sang-joo. Ia minum banyak disana. Sang-joon heran dan bertanya ada masalah apa. Jin-ho bertanya apa sebaiknaya mereka menyerah terhadap tander museum kali ini. Sang-joon berkata bagaiman bisa menyerah kalau memang tidak ada kesempatan lagi (Sang-joon belum taahu kalau Do-bin sudah mengusahakan agar semua orang bisa ikut tander). Jin-ho lalu teringat Do-bin yang ada di kejadian tadi siang dan minum-minum lagi.

Kae-in sedang menunggu Jin-ho pulang di teras, tapi saat Jin-ho datang ia berasalan tidak bisa tidur. Karena melihat Jin-ho habis minum, Kae-in menyuruh Jin-ho langsung tidur saja. Jin-ho menurut tapi saat akan mau masuk ke kamar tiba-tiba Kae-in bertanya bagaiman keadaan Jin-ho setelah kejadian tadi siang. Jin-ho diam, Kae-in minta maaf dan menyuruh Jin-ho masuk saja. Tapi Jin-ho malah ikut duduk di teras bersama Kae-in. Jin-ho kemudian bercerita kalau saat itu ia melihat Do-bin dengan mata sedih sehingga ia tidak bisa bilang tidak pada Chang-ryul. Jin-ho juga berakata kalau ia juga tidak tahu apakah ia memanfaatkan itu untuk menang dari Chang-ryul atau memang karena Do-bin. Kae-in berkata kalau itu pasti karena Do-bin. Jin-ho bertanya bagaiman Kae-in bisa begitu yakin kepadanya. Kae-in berkata karena mereka adalah teman jadi harus saling percaya. Jin-ho memperinagtkan agar Kae-in tidak mudah percaya pada orang lain. Kae-in berkata kalau ia tidak tolol dan bisa menilai Jin-ho sesungguhnya bagaimana. Jin-ho jadi tidak enak, ia lalu mau mengatakan yang sebenarnnya. Tapi Kae-in berkata kalau sudah malam dan sebaiknya Jin-ho pergi tidur saja (Gagal lagi deh..).


Kae-in kembali ke ruang kerjanya. Jin-ho melihat Kae-in kesulitan, ia lalu menghampirinya dan mau membantunya. Kae-in lalu mendapat ide bagamna kalau mereka berdua bekerja sama saja memebentukusaha sampingan. Jin-ho berkata kalau ia tidak tertarik dengan ide itu. Kae-in memelas dan berkata apa Jin-ho sedang meremehkan kemampuannya. Jin-ho dengan tegas berkata “Ya”. Kae-in jadi sedikit kesal. Jin-ho berkata kalau Kae-in tak punya uang bisa kembali lagi sama Chang-ryul dan bisa minta dibelikan sesuatu. Kae-in berkata itu tak mungkin karena ini masalah harga dirinnya sekarang. Jin-ho bertanya apa Kae-in tahu apa maksud harga diri itu. Kae-in kesal ia lalu mengambil gergajinya, Jin-ho jadi ketakutan ia teringat saat pertama kalli tinggal di Sang Go-jae, Kae-in menakutinya dengan gergaji. Kae-in semakin jail, ia mengangkat gergajinya lagi dan bertanya apa ia msih tidak punya harga diri. Karena ketakutan Jin-ho akhirnya menyerah dan bilang kalau harga diri Kae-in sangat kuat (Hubungan mereka jadi baik lagi deh..).


Pagi hari Kae-in tidak seperti biasanya ia berdandan dan memakai lipstik. Kae-in berangkat kerja bersama Jin-ho. Kae-in bertanay aap Jin-ho tidak merasa ada sesuatu yang berbeda dnegan dirinya. Jin-ho berkata tidak ada dan tanya memangnya ada yang beda. Kae-in berkata kalau hari ini dia memakai topi dan lipstik. Jin-ho tersenyum mendengarnya. Kae-in tiba-tiba meminta di turunkan di pemberhentian bus segera karean bus yang akan ia gunakan sudah tiba. Jin-ho menurutinya. Kae-in turun dan berlari mengejar bus agar bisa naik. Jin-ho tersenyum melihatnya. Setelah bus berhenti Kae-in langsung naik dan mengambil tempat duduk dekat jendela. Jin-ho tersenyum lagi saat melihat Kae-in melambaikan tangannya dari bus untuknya sat ia akan pergi.



Saat sampai di tempat kerjanya, Kae-in sudah ditunggu oleh Chang-ryul. Kae-in menghindar, tapi Chang-ryul memaksa untuk bicara berdua. Mereka lalu pergi ke sebuah restoran. Chang-ryul berkata kalau Kae-in sekarang benar-benar telah berubah. Kae-in hanya diam. Chang-ryul lalu berkata kalau ia ingin kembali menjalin hubungan dengan Kae-in. Kae-in kaget dan tak percaya mendengar perkataan Chang-ryul. Chang-ryul berkata kalau ia tahu persaaan Kae-in padanya saat ini dan ia berkata kalau ia akan sabar menunggu samapi Kae-in mau kembali kepadanya. Kae-in dengan dingin berkata agar Chang-ryul jangan bertindak sembarangan terhadapnya lagi. Chang-ryul berkata kalau ia sudah memikirkan hal itu, ia juga berkata kalau ia baru sadar kalau Kae-in baik saat Kae-in bersedia menemainya bertemu ibunya. Kae-in tak tahan dan pergi dari sana.


Dikantor M, Sang-joon berteriak terkejut karena mendapat email pemberitahuan bahwa gedung Maiseu telah mengurangi persyaratan peserta tander. Emua pekerja pun terkejut dan senang mendengarnya karena itu berarti perusahaan mereka ada kesempatan lagi. Mereka lalu berlari keruang Jin-ho untuk memberitahunya. Tapi Jin-ho hanya tenang-tenang saja dan menyuruh mereka kerja yang benar dan jangan terlalu senang.

Di tempat lain ayah Chang-ryul yang juga mendengar kabar itu terlihat kesal sekali. Ia minta penjelasan dari gedung Maiseu, dan merek berkata kalau direktur Choi (Ayah Do-bin) tak bisa menolak lagi keinginan anaknya. Ayah Chang-ryul semakin kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa. Chang-ryul berkata apa mungkin karena kedekatan Jin-ho dengan Do-bin sehingga terjadi keputusana seperti itu. Ayah Chang-ryul kesal dan meminta Chang-ryul lebih waspada. Setelah Chang-ryul pergi, ayah Chang-ryul berfikir kalau Jin-ho bisa menggunakan cara khusus maka ia juga kan menggunakan cara khusus. Chang-ryul menemui seorang dedektif, ia minta dedektif itu menyelidiki tentang Jin-ho.

Sang-joon terkejut mendengar Young-soon. Young-soon juga terkejut bagaimana bisa Sang-joon tidak mengetahui kejadian itu dan bertanya apa ia takut Jin-ho direbut Do-bin. Sang-joon berpura-pura sedih. Young-soon berkata agar Sang-joon jangan bersikap seperti itu, karena dai Kae-in ia juga tahu bahwa Sang-joon selingkuh dengan Tae-hoon. Sang-joon terkejut dan mau menjelasakan. Tapi Young-soon terus bicara ia merasa hubungan pria dan perempuan sudah rumit tapi ternyata hubungan pria dan pria lebuh rumit lagi. Sang-joon lalu buru-buru pamit pergi dari sana.

Sang-joon lalu menemui Jin-ho. Ia bertanya bagaiman bisa Jin-ho melakukan pengakuan didepan Chang-ryul tentang hubungannya dengan Do-bin. Jin-ho yang tengah bersiap pergi terkejut dan bertanya Sang-joon mendengar itu dari mana. Sang-joon berkata dari Young-soon. Jin-ho kesal karena Sang-joon terus berhubungan dengan Young-soon (berpura-pura seperti kakak adik). Sang-joon berkata bukan itu permsalahannya sekarang. Jin-ho lalu berkata kalau ia ingin pergi ke gedung Meiseu. Sang-joon tambah panik ia merasa Jin-ho akan mengatakan yang sebenaranya pada Do-bin kalau ia bukan gay. Dan benara Jin-ho memang mau melakukan itu. Sang-joon memaksa agar Jin-ho jangan melakukan itu demi perusahaannnya ia minta Jin-ho minta maaf saja pada Do-bin.

Jin-ho menemui Do-bin di gedung Meiseu. Do-bin menyambut ramah Jin-ho, ia juga berkata kalau Jin-ho datang untuk mengucapkan terima kasih karena ia telah membuka kesempatan lagi untuk perusahaan Jin-ho, itu tidak perlu. Jin-ho dengan perasaan sedikit muram berkata kalau ia sangat berterima kasih kepada Do-bin tapi ia juga tidak dapat membalas peraasaan Do-bin kepadanya. Do-bin telihat kecewa. Jin-ho juga berkata kalau ia tidak ingin Do-bin berfikir kalau ia memanfaatkan kedekatannya dengan Do-bin untuk memenangkan tander museum. Do-bin bertanya apa ia juga jenis orang yang mencampurkan perasaan dengan pekerjaan. Jin-ho jadi tedak enak. Do-bin lalu mengalihkan pemmbicaraan dengan mencoba mengaja Jin-ho pergi macing lain kali. Tapi Jin-ho masih terlihat muram. Do-bin lalu berkata kalau ia menyesal karena ia masih ada janji lain. Jin-ho berkata kalau ia merasa berhutang dan berjanji akan bekerja lebih keras untuk membayarnya. Do-bin berkata kalau hal itulah yang ia ingin dengar dan Jin-ho pun pamit pamit pergi.


Di luar Jin-ho bertemu In-hae. In-hae mengucapkan selamat pada Jin-ho dan menagih janji Jin-ho untuk mentraktirnya makan. Mereka pun akhirnya pergi makan di sebuah restoran. Disana In-hae berkata kalau kemarin Kae-in menampar Chang-ryul hanay demi membela Jin-ho di depan Chang-ryul. ia merasa Kae-in mempunyai perasaan khusu kepada Jin-ho. Jin-ho keget mendengarnya, ia juga mulai tak tertarik dengan perkataan In-hae. In-hae berkata kalau ia tidak menyangka kalau Do-bin adalah gay karena selam bekerja di sana ia tidak melihat tanda-tanda itu. Jin-ho kesal ia minta maaf karena ia tidak tertarik mendengarnya dan mau pergi saja. Sebelum Jin-ho pergi, In-hae bertanya apakah Jin-ho benara-benar memanfaatkan Do-bin karena ia yakin Jin-ho bukan seorang gay. Jin-ho tak tertarik membalasnya dan pamit pergi dari sana.


Kae-in keget saat seseorang memanggilnya dan berkata kalau ia adalah ayah Chang-ryul. Kae-in dan ayah Chang-ryul lalu bebicar disebuah restoran. Disana Ayah Chang-ryul berkata kalau ia sengaja menunggu di depan Sang Go-jae karena ia takut kae-in tak mau menemuinya. Ia juga berkata kalau ia minta maaf atas kelakuan anaknya. Kae-in berkata kalau itu sudah masa lalu. Ayah Chang-ryul lalu berkata kalau ia tahu Kae-in adalah anak Prof. Park, ia tentu tidak akan membiarkan keadaan menjadi seperti sekaranng ini. Kae-in kaget mendengarnya. Ayah Chang-ryul terus mengoceh jika ia tahu sejak dulu tentu ia akan merasa terhotmat menajdi besan Prof. Park arsitek terkenal Korea. Setiba di rumah Kae-in merasa kesal sekali dengan perkataan ayah Chang-ryul dan juga pada Chang-ryul. Kae-in merasa Chang-ryul ingin kemabali kepadanya karena ia telah tahu ia putri siapa. Tiba-tiba Young-soon datang ke Sang Go-jae ia memberi kabar alau furniture – furniture Kae-in yang ada ditokonya telah laku semua, Kae-in kaget dan senang mendengarnya. Tapi kemudia nYoung-soon memberitahu kalau yang membelinya adalah Chang-ryul. Kae-in semakin kesal ia merasa semakin terhina dengan kejadian itu.


Jin-ho baru saja tiba saat mendengar suara barang jatuh di ruang kerja Kae-in. Ia seger menuju kesana. Ternyata Kae-in sedang kesal hingga tak konsentrasi bekerja dan membuat tanyanya luka. Jin-ho langsung mau menolong, tapi Kae-iin menolak dan langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan lukanya sendiri. Jin-ho menyusul ke kamar mandi dan bertany sebenarnya ada apa. Kae-in hanya diam. Jin-ho lalu berkata kalau Kae-in punya kebiasaan buruk menyakiti diri sendiri. Ia juga berkata walapun hati sedang kesal seharusnya kae-in tidak menyakiti diri sendiri. “Karena aku bodoh. Dan Karena ayakku semua orang baru tunduk padaku” kata Kae-in akhirnya.


Keesokan harinya. Kae-in bertemu Chang-ryul sambil menahan perasaan kesal. Chang-ryul sendiri merasa sangat senang karean Kae-in mengajaknya bertemu. Kae-in lanngsung menanyakan apa tujuan Chang-ryul membeli semua furniturenya. Chang-ryul berkata kalau ia mnedengar tentang masalah furnitur itu. Kae-in semakin curiga tapi ia juga mengucapka terima kasih. Chang-ryul berkata kalau itu tidak perlu karena itu bantuan itu tak berarti baginya, lagi pula ia ingin menggunkan furniture itu untuk proyeknya. Kae-in hanya diam saja. Channg-ryul berkata apa Kae-in tidak percaya dengan ketulusan hatinya. Kae-in lalu bertanya apa Chang-ryul serius ingin kembali dengannya. Chang-ryul kaget dan senang mendengarnya.


Jin-ho heran karena Kae-in pagi-pagi sudah bertindak aneh (sedang melakukan jungkir balik). Kae-in berkata kalau ia sedang menata pikirannnya yang kacau. Tiba-tiba Kae-in berkata kalau ia ingin lari. Kae-in berlari mengelilingi sekuat tenaga. Ternyata Kae-in sedang kesal memikirkan Chang-ryul dan ayahnya. Jin-ho melihatnya semakin heran, ia lalu menarik Kae-in agar berhenti berlari karena tubuhnyatak akan mampu melakukan olahraga keras. Ia juga tanya sebenarnya ada hal apa yang terjadi. Kae-in menatap Jin-ho dalam dan berkata kalau ia ingin balas dendam.


Jin-ho lalau pulang buru-buru. Ternyata Kae-in memintanya untuk membantu dia balas dendam pada Chang-ryul dan Jin-ho menolaknya. Kae-in terus memaksa di sepanjang perjalanan kembali ke rumah. Jin-ho sudah tak tahan ia berhenti kemudian memegang tubuh Kae-in seraya berkata kalau Kae-in tak mungkin bisa melakukan balas dendam karena itu sudah jadi fakor genetik pada diri Kae-in. Kae-in berkata kalau ia bisa dan benar-benar ingin menunjukan kepada orang-orang yang menganggapnya rendah bahwa ia juga bisa. Jin-ho lalu bercerita kalau didunia ini ia sangat mnecintai ibunya. Kae-in tak mengerti kenapa tiba-tiba Jin-ho bercerita tentang ibunya. Jin-ho melanjutkan ceritanya bahwa yang paling membuatnya sedih didunia ini juga adalah ibunya. Jin-ho berkata kalau ibunya terlalu rapuh. Kae-in mulai paham tapi ia tetap ingin balas dendam. Jin-ho lalu berkata kalau ibunya juga ingin balas dendam tapi ia tidak bisa melakukannya karena ketika ia melihat orang-orang yang ingin dibalasnya ia akan langsung sedih. Jin-ho lalau berkata kalau ia bisa berteman denngan Kae-in karean Kae-in sama dengan ibunya, jadi Kae-in tak akan bisa balas dendam. Jin-ho lalu pergi pulang, Kae-in mencegah dan tetap memaksa agar Jin-ho membantunya balas dendam sambill menangis di tengah jalan.


Akhirnya Jin-ho mau membantu, Kae-in berjanji ia akan sungguh-sungguh untuk balas dendam pada Chang-ryul. Jin-ho berkata kalau janji Kae-in itu tak akan ada gunanya, yang dibutuhkan ae-in adalah menjadi kuat dan percaya diri. Jin-ho lalu menyuruh Kae-in berlatih agar menjadi lebih percaya diri. Latihan pertama didepan cermin Kae-in gagal. Jin-ho berkata agar Kae-in memiirkan dendamnya agar berhasil. Kae-in mencoba lagi dan mualai berhasil (latihannya mengucapkan “AKU CANTIK” didepan cermin.. siapa yang ingin ikiu latihan jadi pd ngacung???? Saya!!!). Jin-ho tersenyum melihat kesungguhan Kae-in.


Kae-in berdandan cantik saat akan latihan kencan dengan Jin-ho dan Jin-ho terpesona melihatnya. Saat akan naik mobil Jin-ho membukakan pintu untuk Kae-in. Kae-in bingung. “Silakan naik tuan putri” kata Jin-ho. Kae-in jadi malu mendengarnya. Jin-ho berkata wanita harus membuat dirinya mulia dan hal yang ia lakukan adalah penghormatan pada yang mulia. Kae-in mengerti, kemudian ia bersikap seperti perkataan Jin-ho.


Jin-ho dan Kae-in pergi menonton film. Jin-ho tanya Kae-in mau menonton apa. Tapi Kae-in berkata terserah Jin-ho saja. Jin-ho kesal, ia lalu memberi pelajaran lagi bahwa setiap wanita harus punya pendirian sendiri tidak tergantung terus pada pasangannya. Jin-ho lalu berkata kalau ia ingin nonton film action, Kae-in dengan tegas berkata kalau ia tidak mau dan mau menonton film komedi saja. Jin-ho kaget tapi kemudian ia tertawa karena Kae-in ternyata mengerti maksud perkataannya tadi.


Lalu tiba-tiba seseorang dari belakang memanggil Jin-ho. Mereka lalu berbalik, Jin-ho telihat kaget melihat Eun Soo adik kelasnya ada di sana (Hayo... siapa yang g kenal ngacung???). Eun Soo bertanya siapa gadis yang bersama Jin-ho. Jin-ho memeperkenalkan Kae-in pada Eun Soo. Eun Soo lalu bertanya apa Kae-in adalah pacar Jin-ho. Jin-ho berkata bukan, Kae-in langsung berkata bukankah dia adalah pacar Jin-hoo. Jin-ho kaget mendengarnya, Eun Soo malah tertawa mndenagrnya. Mereka lalu ngobrol di sebuah restoran. Kae-in merasa heran karean Eun Soo dan Jin-ho ternyata beda jurusan tapi sangat akrab. Jin-ho tersenyum mendengarnya. Eun Soo menjelaskan kalau mereka berdua sering bertemu di perpusatakaan. Jin-hoo lalu berkata bahwa sekarang Eun Soo sepertinya sudah mulai hidup normal dengan pergi keluar menonton film. Eun-soo berkata kalau ia sudah 3 tahun tidak menoton film, ia juga berkata kalau ia iri dengan Jin-ho yang ternyata sudah hidup normal dengan pergi menonton film bersama pacar pula. Kae-in lalu jadi malu dan berkata sesungguhnya ia bukanlah pacar Jin-ho. Jin-ho berkata kalau Eun Soo adalah orang yang sibuk sehingga tidak ada waktu untuk hal-hal seperti itu. Eun Soo berkata seharusnya Jin-ho berkata yang baik-baik sebagai teman lamanya. Jin-ho berkata kenapa harus. Jin-ho tersenyum dan berkata apakah hubungan mereka bisa disebut teman lama. Eun Soo kaget mendenngarnya dan berkata apakah Jin-ho tak mau menjadi temannya. Melihat suasana jadi kaku ae-in lalu mengalihkan pembicaraan. Eun Soo lalu bertanya bagaiman awalnya Kae-in bertemu Jin-ho. Kae-in tertawa ia berkata alau awal pertemuan mereka sangat unik karena saat itu Jin-ho memegang pantatnya. Jin-ho langsung mencegah Kae-in bercerita lebih lanjut. Eun Soo kaget mendengarnya. Ia lalu pamit mau pergi. Ae-in berkata enapa Jin-ho tidak mengundang Eun Soo makan bersama mereka. Eun Soo berkata tidak perlu karena ia tidak ingin mengganggu Jin-ho. Eun Soo kemudian pamit pulang lagi.


Jin-ho mengantar Eun Soo sampai luar. Di luar Eun Soo berkata kalau ia ingin sekali bertanya pada Jin-ho, apakah Jin-ho menyesal dulu sebelum ia pergi luar negeri Jin-ho tak mau menahannya karena jika saat itu Jin-ho melakuannnya ia pasti akan tinggal demi Jin-ho. Jin-ho berkata kalau ia menyesal. Tapi Eun Soo tahu itu bohong, ia berkata karena karena sikap Jin-ho seperti itulah yang membuatnya menyukainnya. Eun Soo kemudian pergi, tapi sebelum pergi ia berkata kalau Kae-in adalah Gadis yang baik. Eun Soo pergi dan Jin-ho hanya bisa menatapnya saja. Kae-in kemudian datang, ia bertanya apa Jin-ho dan Eun Soo dulu ada hubungan. Jin-hoo berkata kalau ia hidup untuk laki-laki dan perempuan Seperti Eunsoo hanya menunjukan bahwa ia terobsesi dengannya. Kae-in lalu berkata sepertinya Eun Soo memiliki kepribadian yang bagus. Jin-ho berkata keberanian Eun Sooo adalah yang selamai ni membutanya merasakan ada sesuatu seperti penyakit dalam hatinya. Jin-ho lalu mengalihkan pembicaraan dan mengajak Kae-in masuk lagi untuk menonton film. Kae-in berkata kalau sikap Eun Soo tadi seperti peremuan yang pernah menjadi mantan pacar Jin-ho. Jin-ho kaget mendengaranya (Soalnya bener Eun Sooo itu memang mantannya Jin-ho).


Malam harinya Kae-in dan Jin-ho pergi ke atas suatu bukit. “Aku mencintaimu” kata Jin-ho tiba-tiba. Kae-in kaget dan menoleh untuk melihat jIn-ho. “ Karena kau membuatku tertawa setiap harinya” kata Jin-ho lagi. Kae-in jadi gugup mendengaranya. Jin-ho llau berakata bahwa kata-kata seperti itu biasanya akan diucapkan seorang laki-laki yang mengajak seorang wanita kencan dan kemudian mereka pergi ke seatu tempat yang tinggi. Kae-in keget dan akhirnya mengerti bahwa tadi adalah sebuah pembelajran bukan sungguhan. Jin-ho lalu teringat saat ia jadian dengan Eun Soo. Tiba-tiba Jin-ho berkata kalau kelas hari ini sudah cukup dan mau pergi pulang. Tapi Kae-in mencegah ia minta Jin-ho diam di tempat dan jagan melihat kebelakang. Kae-in Kemudian menulis sesuatu di punggung Jin-ho.


“Ramalan cuaca Park Kae-in untuk besok. Aroma bunga selam berhari-hari. Teman jika kau lahir kembali aku harap kau bisa jatuh cinta pada wanita. Ketika seeorang tak punya epentingan papaun ramalan cuaca Park Kae-in pun berakhir di sini”.

Keesokan harinya saat berangkat kerja bersam. Jin-ho berkata kalau pria tertarik dengarn wanita yang punya rasa humor tinggi. Kae-in berkata kalau hal seperti itu pasti ia bisa. Jin-ho lalu menantang Kae-in agar hari itu mengajukan hal-hal yang bisa membuatnya tertawa. Kae-in langsung merasa tertantang, ia segera mengajukan sebuah plesetan dan menyuh jIn-ho menebaknya. Tapi Jin-ho tak tahu, Kae-in memberi tahu jawabannya dan jadi tertawa sendiri. Kae-in lalu bertanya apa Jin-ho masih ragu padanya. Jin-ho lalu merasa kesal. Kae-in berkata kalau hari ini ia kan menunggu telepon dari Jin-ho agar Jin-ho bisa mengujinya.

Di kantor saat makan siang bersama Sang-joon dan Tae-hoon, tiba-tiba Jin-ho bertanya apa mereka berdua punya cerita atau plesetan lucu. Sang-joon dan Tae-hoon merasa curiga kalau Jin-ho sedang jatuh cinta. Jin-ho tentu menyangkalnya, ia berkata kalau ia hanya sedang bosan saja. Sang-joon lalu menceritakan sebuah kisah lucu dan Jin-ho segera menelepon Kae-in untuk mengujinya. Jin-ho yang menceritakan hal tersebut tanpa basa-basi membuat Kae-in kaget tapi kemudian ia mengerti kalau itu adalah ujin humor. Kae-in berkata kalau ia akan membiarkan Jin-ho menang kali ini. Tapi Jin-ho tetap memaksa Kae-in menjawabnya. Kae-in tak mau dan berakta kalau ia kan menutup telepon Jin-ho. Kae-in senag bisa mengerjai Jin-ho sementara Jin-ho merasa kesal karena ceritanya tak berhasil.

Jin-ho menelepon lagi saat Kae-in berada di pabrik kayu hinata. Kae-in meminta agar Jin-ho kali ini benar-benar memberikan plesetan yang lucu. Jin-ho memberian pertanyaannya dan Kae-in menjawabnya dengan mudah. Kae-in sedang melihat jenis-jenis kayu yang ditujukan pegawa pabrik saat Chang-ryul menelponnya. Karean Kae-in sibuk bertelepon pegawai pabrik meninggalkannya sebentar. Chang-ryul bertanya Kae-in ada di pabrik kayu mana dan kenapa tidak minta bantuannya untuk mengantarkan kesana. Kae-in berkata kalau itu tidak perlu. Chang-ryul lalu berkata kalau ia kan menjemput Kae-in. Jin-ho menelopn kembali dan mengajukan sebuah lelucon dan kali ini berhasil membuat Kae-in tertawa. Jin-ho merasa senang arenanaya. Lalu tiba-tiba tumpukan kayu menjatuhi tubuh Kae-in. Telepon Kae-in yang tiba-tiba putus membuat Jin-ho sanngat khawatir dan langsung memutuskan pergi mencari Kae-in. Para pekerja pabrik segera membawa Kae-in ke rumah sakit.


Jin-ho pergi sambil menelepon mncari pabrik kayu yang dimaksud Kae-in tadi. Setelah berhasil Jin-ho menelepon paberik itu dan pegawai disan bilang kalau ae-in sudah di bawa kerumah sakit. Jin-ho langsung banting setir menuju rumah sakit. Sesampainya dirumah sakit Jin-ho mersa lega bisa menemukan Kae-in dalam keadaan baik-baik saja. Tapi saatakan mendekat tiba-tiba Chang-ryul datang membawa minuman untuk Kae-in. Jin-ho pun berhenti dan melihat Chang-ryul dengan mesra mebantu Kae-in minum.


Jin-ho datang menghampiri Kae-in dan menyuruh Chang-ryul pergi dari sana. Kae-in dan Chang-ryul kaget mlihat Jin-ho di sana. Jin-ho langsung mendekati Kae-in untuk melihat luanya tanpa memeperdulikan Chang-ryul. Chang-ryul tak terima ia berkata kalau Jin-ho tak mungkin mencinatai seorang wanita. Jin-ho tak mau kalah dan berkata bahwa Chang-ryul juga sama seperti dia tak dapat mencintai wanita.. Kae-in kaget mendenagranya, Jin-ho llau bertanya apa Kae-in cukup kuat untuk pergi dari sana. Kae-in mengangguk, kemudian Jin-ho menggandeng Kae-in pergi dari sana. Chang-ryul mencegah dan bertanya apa Jin-ho sudah mau berhubungan dengan wanita. Jin-ho berkata “Ya” dan minta Chang-ryul tak mengganggu wanitannya lagi. Jin-ho menarik tangan Kae-in hingga samapai diluar. Jin-ho lalu menoleh melihat Kae-in yang tampak kebingungan. Tapi tiba-tiba sosok Kae-in hilang dan tangan Jin-ho tak menggenggam apapun. Atau dengan kata lain itu hanya byangan jIn-ho saja. “Latiha ini dilakukan untuk balas dendam dan bahkan kau membantunya. Lalu mengapa kau sekarang harus mencegahnya Jeon Jin-ho” gumam Jin-ho sendiri.


Sementara itu Kae-in bersikap dingin pada Chang-ryul karena ia lebih mengharapan Jin-ho yang datang membantunya bukan Chang-ryul. Kae-in sudah kesal pada Chang-ryul ia meminta Chang-ryul tidak usah perpura-pura peduli dengannya karena ia tidak mempercayai Channg-ryul lagi. Chang-ryul kecewa dan berkata bagaimana mereka bisa memulai hubungan baru jika Kae-in tidak memepercayainya. Jin-ho sendiri datang ke ruang adaminstrasi dan membayar biaya pengobatan Kae-in dan menanyakan keadaan Kae-in. Jin-ho merasa hanya itu yag bisa ia lakukan untuk Kae-in. Kae-in memakasa untuk pulang tapi Chang-ryul juga berusaha mencegah ia sangat mencemasakan kesehatan Kae-in dan memintannya tetap tinggal di rumah sakit. Hal ini membuat Kae-in mulai ragu karan Chang-ryul terlihat serius mengkhawatirkannya.

Sabtu, 19 Juni 2010

Keep Hwaiting 9

Idola Cilik 3 Kamu dan Aku Bisa

Mari raih impian
Bersama kawan semua
Pasti kita kan bisa
Ayo Raih bersama
Pastikan kita kan bisa
Meraih semua itu (Ozy
Bersama selalu

Hey ayo kita
nyanyikanlah
nada yang indah dilagumu
Ceria bernyanyi
Janganlah kau bersedih
Kamu dan aku bisa
Hai semua hai semua
Kamu dan aku bisa

Mari raih impian
Bersama kawan semua
Pastikan kita kan bisa
Meraih semua itu
Bersama selalu (all finalist

Hey ayo kita
nyanyikanlah
nada yang indah dilagumu
Ceria bernyanyi
Janganlah kau bersedih
Kamu dan aku bisa
Hai semua hai semua
Kamu dan aku bisa