Selasa, 25 Mei 2010

Memories Of Bali episode 20 (Final)


In-wook masih berada di kantor dan sedang menyiapkan surat pengunduran diri. Soo-jung baru pulang dari bekerja ia kaget melihat Jae-min menunggu sambil tiduran di depan rumahnya. “Sudah pulang?” kata Jae-min bagun dari tidurnya. Soo-jung tak peduli ia berniat masuk rumah, tapi Jae-min menariknya. “Kenapa kau begini tak sopan? Melihat orang seharusnya menyapa” kata jae-min sempoyongan karena mabuk. Soo-jung melepaskan tangan Jae-min dan berkata “Apa kabar?” dan langsung pergi lagi. Jae-min menarik lagi dan berkata “Aku sama sekali tidak baik. Karena kau! Aku mau tanya, apa karena mau membuatku cemburu. Sehingga kau sengaja berkencan dengan bocah tengik itu di depanku?”. Soo-jung tersenyum mendengarnya. “Sebelum bersamaku, kau sudah ada (main) dengan bocah tengik itu?”. Soo-jung menatap Jae-min kesal. Melihat itu Jae-min jadi tak enak. “Apa kau mencintai Kang In-wook? meski hatimu mencintai Kang In-wook, namun demi uang, kau tidur denganku”.
“Betul. Kau boleh enyah!” kata Soo-jung dingin. “Tapi kenapa kau tidak menerima uangku? Bukankah begini sangat aneh? Kenapa kau tidak menerima uangku? Apa karena uangnya terlalu sedikit?”. Soo-jung melihat Jae-min tajam. “Beginikah? Kalau begitu kau mau berapa?” kata jae-min sambil berusaha mencari dompetnya. Soo-jung tak tahan ia menampar Jae-min dan pergi dari sana. Jae-min menariknya lagi. “Lepaskan!” kata Soo-jung marah. “Aku mau tanya. Jika aku bercerai. Apa kau mau menikah denganku? Karena.. aku benar-benar akan mati. Tadinya aku berencana terus bersabar. Hal lain kau bisa bersabar. Meski kau marah, aku pun bisa bersabar. Namun aku tidak tahan kalau kau mengabaikanku” kata Jae-min sedih. Soo-jung berusha tidak mendengarnya. “Jadi mohon tunggu aku. Jangan pergi kemana-mana. Kau harus menungguku!”. Jae-min pergi dan ternyata In-wook sudah berdiri di sana melihat kejadian itu. Jae-min berhenti, kemudian tersenyum dan mendekati In-wook seraya berkata “Pak Kang”. Soo-jung kaget mendengar nama In-wook. “Kita benar-benar sering bertemu” kata Jae-min sebelum pergi.



In-wook mendekati Soo-jung. “Ada apa?”. “Tak ada”. “Kalau tidak ada apa-apa, kenapa menangis?”. Soo-jung mengalihkan pembicaraan. “Kenapa tidak bilang dulu langsung kemari? Mau minum teh di dalam?”. In-wook tersenyum. “Tak usah. Aku mau pulang. Selamat malam”. In-wook pergi, Soo-jung tiba-tiba berkata. “Aku...”. Tapi In-wook benar-benar pergi. Soo-jung sedih. In-wook melihat Jae-min pergi berjalan kaki sepoyongan, kemudian melirik ke arah rumah Soo-jung, ia merasa ada sesuatu yang telah terjadi diantara mereka.


Soo-jung masuk rumah. Ia merasa sangat sedih. Jae-min pulang ke rumahnya. Young-joo sedang duduk memegang remote tv dan tidak mmeperdulikan Jae-min. Jae-min merebut paksa remote itu, mematikan tv kemudian membuang remote itu. “Kita... sampai kapan mau hidup seperti ini? Kau pernah bilang... terhadap orang yang tidak punya harapan. Kau tidak tertarik bukan?”. “Sebenarnya apa yang ingin kaukatakan?”. “Aku... seperti yang kaukatakan, sekarang aku sangat menyesal. Jadi aku mau mengakhiri hidupku. Bagaimana menurutmu?”. “Tak setiap orang mampu melakukan ini”. Jae-min tersenyum “Kau terlalu meremehkanku. Aku pasti mampu melakukan” kata Jae-min serius. Young-joo tersenyum “Kalau begitu lakukan saja. Tak ada yang menghalangimu”. Young-joo mengambil remote tv dan menghidupkan tv. “Aku memutuskan bercerai denganmu”. “Bercerai?” kata Young-joo tak percaya. “Ya. Setelah bercerai denganmu aku akan menikah dengan Lee Soo-jung. Kemudian kami akan pergi ke tampat yang jauh” teriak Jae-min. Young-joo dengan tenang berkata “Apakah Kang In-wook akan lepas tangan?”. Jae-min tertawa “Bocah tengik itu... pokoknya dia segera habis”. Young wajahnya berubah jadi khawatir. “Apa maksudmu?”. “Bukan urusanmu! Pokoknya... meski kau tak mau, aku teap akan pergi. Pergi dengan Soo-jung. Begini!”. Jae-min pergi ke kamar, Young-joo terdiam kesal dan khawatir.


Dirumah orang tua Jae-min. Kakak Jae-min yang sedang menonton tv tiba-tiba tertawa dengan suara keras, ayah Jae-min yang tidak sengaja mendengarnya jadi heran apa yang aterjadi. Ia melihat tv tapi acaranya adalah tentang binatang yang sedang memakan mangsanya. “Kenapa? Ada hal gembira apa?”. Kakak Jae-min kaget. “Tidak, tak ada apa-apa”. “Gila!” kata ayah Jae-min. Kemudian ayahnya pergi, kakak Jae-min kembali tertawa tapi kali ini ia menutup mulutnya agar tidak bersuara.

Pagi hari Jae-min berangkat kerja, ia melirik kesal kepada In-wook. Kakak Jae-min datang kekantor Jae-min menyerahkan suatu laporan. “Apa yang kita bicarakan kemarin, aku sudah merapikannya. Meski kita saudara beberapa hal harus jelas. Dengan begitu kelak takkan terjadi perselisihan. Kau baca pelan-pelan dulu. Kalau ada masalah telepon aku” kata kakak Jae-min (o.. surat perjanjian sepertinya). Kakak Jae-min pergi tapi kemudian berhenti dan berkata “Ada lagi, permintaanmu itu dalam waktu dekat akan kubereskan. Jangan cemas”. “Apa rencanamu?”. “Pokonya dia tak mampu bangun lagi!” kakak Jae-min pergi dengan tertawa bahagia. Jae-min termangu kesal tapi puas.

“Aku rasa jangan mengundur waktu lagi. Tentu.” Kata in-wook ditelpon dengan teman luar negerinya. “Saat dana pak Choi masuk, persyaratannya mungkin akan lebih rumit. Baik, cepat sedikit” lanjutnya (Jae-min kalo serius kerja semua orang jadi takut g kakak, In-wook juga).

Young-joo mencoba menelpon In-wook tapi tak bisa, tapi saat akan menelpon lagi Ibu Jae-min datang. “Ada masalah apa?”. “Tidak”. “Mana nona Wang?”. “Dia ada sedikit urusan di bank. Kau mau minum teh?”. “Boleh”. Tiba-tiba ada bunyi telepon. Ibu Jae-min mengangkatnya. Dan ternyata itu adalah Jae-min. Young-joo kaget ia tahu maksud Jae-min menelpon ibunya. Ibu Jae-min merasa anaknya ingin bicara dengan Young-joo. Tapi Jae-min berkata tidak. Ia menelpon karena ia ingin bertemu dengan keluarganya di rumah. “Jae-min ada urusan apa?” tanya Young-joo. “Tak tahu katanya malam ini mau ke rumah”. Young-joo panik mendengarnya.

Malam harinya di rumah orang tua Jae-min. Kakak Jae-min sambil bermain catur berkata pada ayahnya bahwa ia tak perlu kawatir lagi tentang bisnis sirkulasi lagi jika negosiasi kali ini berjalan baik. “Ayah” kata Jae-min sedikit takut. “Ya”. “Aku...aku mau bercerai”. Keluarganya kaget, Young-joo yang ada disana juga kaget. “Seharusnya sebelum menikah aku sudah mengatakan ini. Maaf. Meski kau suruh aku enyah, aku mau. Bukan karena wanita itu. Dia.. dia sama sekali tidak menyukaiku. Cuma... aku sendiri sudah tak tahan. Mohon kau bisa memaklumiku. Young-joo. Maaf” kata Jae-min berani. Jae-min langsung pergi dari rumah itu. Ibu Jae-min mengejarnya. “Jae-min” panggil ibunya. Tapi sudah tak terkejar. “Apa dia sudah gila?” kata ibu Jae-min lagi. Ia kemudian menemui Young-joo. “Bagaimana Young-joo?”. “Dia bilang kalau tak bisa bercerai akan lari dengan wanita itu” kata Young-joo. Ibu Jae-min bingung mendengarnya (dasar pengadu).



Jae-min pergi dengan mobilnya ia sudah merasa lega bisa mengatakan keinginannya pada ayahnya. Tapi kemudian ia merasa khawatir. Soo-jung sedang membersihkan tempat biliard saat Jae-min menelponnya. Soo-jung sebenarnya malas tapi ia akhirnya mengangkat telepon itu. “Halo”. “Kau ada dimana?”. “Tempat biliard”. “Tidak terjadi apa-apa bukan?”. “Apa?”. “Tidak. Aku segera ke sana”. “Kau tak usah ke sini. Aku mau pulang”. “Ada masalah penting yang akan kukatakan padamu. Tunggu aku!” kata Jae-min langsung menutup teleponnya. Soo-jung heran, ia tak peduli kata Jae-min dan malah langsung berberes pulang.


Saat akan pulang tiba-tiba segerombolan pria datang. “Kami sudah tutup”. “Kau Lee Soo-jung bukan?”. “Kalian siapa?”. “Pergi dengan kami!”. “Kalian siapa?”. “Nanti kau akan tahu”. Mereka memaksa Soo-jung pergi bersama mereka. Soo-jung mencoba melawan tapi tak bisa. Tiba-tiba In-wook datang. “Minggir!”. In-wook langsung memukul pria-pria itu. Dan menarik Soo-jung pergi dari sana. “Kejar!”. In-wook dan Soo-jung bersembunyi di suatu tempat hingga tidak bisa ditemukan oleh oarang-orang itu. “Penjahat yang dulu bukan?” tanya In-wook di tempat persembunyian. “Bukan” kata Soo-jung. In-wook lalu memikirkan sesuatu.



Jae-min tiba di tempat biliard ia kaget melihat pintu tempat biliard terbuka tapi lampu di dalamnya mati. Jae-min masuk dan melihat tempat itu berantakan. Ia jadi khawatir ia melihat kedalam lagi mencari Soo-jung. “Soo-jung. Lee Soo-jung” penggil Jae-min. Tapi tak ada sahutan, ia lalu mencoba menelpon Soo-jung tapi ia malah mendengar suara hp di sana. Jae-min mencari asal suara ternyata berasal dari tas Soo-jung yang terjatuh di lantai. Jae-min mengambil tas itu dan melihat kedalamnya dan ternyata memang ada hp Soo-jung. Ia jadi tambah khawatir.



In-wook membawa Soo-jung ke rumahnya. Soo-jung masih shyok dan seperti memikirkan sesuatu. In-wook menyuruh Soo-jung beristirahat di sana dan menyuruh Soo-jung menelpon Mixi untuk bilang bahwa ia ada disana. Soo-jung tiba-tiba teringat sesuatu. “Tasku ada di temapt biliard”. In-wook menelepon rumah Mixi. Mixi berkata tadi ada beberapa pria datang kesana mencari Soo-jung. Selesai menerima telepon ada terikan dari luar. “Soo-jung” teriak Jae-min sambil mengetuk rumah Mixi dengan cemas. Mixi kesal ia pergi keluar. “Sebenarnya ada urusan apa?”. “Soo-jung ada tidak?”.


Di rumah Kang In-wook. Soo-jung terlihat khawatir. In-wook berkata “Sebelum masalah ini jelas, kau tinggal di sini dulu”. “Mana boleh?”. “Mungkin kurang leluasa. Tapi sekarang tempat ini paling aman” kata In-wook sebelum pergi berganti baju. Soo-jung sempat berpikir sejenak kemudian ia berbalik ingin mengatakan sesuatu tapi ia malah mellihat In-wook sedang ganti baju. “Aku..”. Soo-jung berbalik lagi karena kaget.


Ayah Jae-min mendapat laporan dari orang-orang suruhannya. Kemudian Jae-min datang tergesa-gesa kesana. “Kau apakan dia?”. “Jae-min ayahmu darah tinggi. Kau jangan membuat dia cemas. Kau keluar dulu” kata Ibu Jae-min mencoba menahan anaknya. Jae-min tak peduli, ia terus bertanya “Kau apakan Soo-jung?”. “Tutup semua kartu kredit dan rekening Jae-min!” kata Ayahnya. “Baik, ayah” kata kakak Jae-min. “Kau apakan dia?” teriak Jae-min marah. “Jika sampai aku tahu ada yang memberi uang kepada Jae-min. Lihat saja!” kata ayahnya lagi tak menghiraukan pertanyaan Jae-min. “Aku sudah tahu” jawab kakak Jae-min. “Kau juga” kata ayah Jae-min pada ibu Jae-mn. “Aku tahu”. “Apa kau tak dengar apa yang kukatakan? Soo-jung pergi kemana? Sebenarnya Soo-jung melakukan kesalahan apa?”. Ayahnya tak tahan dan hendak pergi. “Aku tidak butuh uang! Aku tidak butuh apa-apa! Ayah, tak peduli apa yang kaulakukan. Aku tetap akan bercerai dengan Young-joo!”. “Dengar! Kelak jangan membiarkan dia melangkah masuk rumah ini! Keluar! Kau cepat enyah!” teriak ayah Jae-min. Ibu Jae-min menangis sedih. Jae-min melepaskan tangan ibunya yang dari tadi berusaha menenangkan Jae-min. “Beraninya minta bercerai di depanku!” kata ayah Jae-min. Ia lalu melihat kearah kakak Jae-min dan pergi dengan kesal.




Jae-min pulang ke apartemntnya sambil memeluk tas Soo-jung. Ia melihat ke kamar tapi Young-joo tak ada (sepertinya sudah kembali kerumah orang tuannya). Jae-min lalu duduk di sofa. Ia memandang dan mengelus-elus tas Soo-jung yang ia bawa. Jae-min mengeluarkan isi tas Soo-jung, dan melihat foto Soo-jung didompetnya. Ia mengelus foto itu sambil menahan sedih. Ia mengambil hp Soo-jung dan menekan angka 1, tapi ternyata sudah di ganti nomor In-wook lagi. Jae-min menutupnya dan jadi sedih karenanya. Ia menangis sambil mencium tas Soo-jung.




In-wook bekerja sambil memandangi gambar hotelnya dan Soo-jung yang tidur di tempatnya. Soo-jung bangun pagi harinya dan kaget ia berada di rumah In-wook. Ia lalu bangun dan mendapati sebuah bantal dan selimut di sofa. Ia tersenyum karenanya, kemudian ia melihat di meja makan telah di siapkan makanan untuknya. Soo-jung kaget dan senang melihat hal itu. Soo-jung juga membaca pesan dari In-wook menyuruhnya jaga diri baik-baik saat ia pergi. In-wook juga meninggalkan sejumlah uang untuk Soo-jung.

Ibu Young-joo datang kegaleri. Ia marah karena Jae-min tak peduli dengan istrinya yang tidur di rumah orang tuanya. Ibu Jae-min hanya bisa minta maaf. Ibu Young-joo lalu bercerita bahwa ia telah pergi kerumah Soo-jung lagi tapi ia tidak ada. “Kami juga sedang cari” kata ibu Jae-min. “Apa-apaan ini. Maling teriak maling. Jae-min mana boleh minta bercerai? Apa karena merasa rendah diri, sehingga begini?” kata ibu Young-joo marah. “Kau jangan keterlaluan. Rendah diri apa?” balas ibu Jae-min. “Masa bukan begini? Karena tidak tahan istrinya terlalu cerdas. Dia baru bilang mau hidup bersama seorang pembantu. Apakah standar Jae-min Cuma begini?”. “Apa yang kaukatakan? Perkataanmu sungguh keterlaluan. Hal ini sebenarnya siapa yang membangkitkan? Sebenarnya tadinya aku sendiri tak ingin mengatakan. Aku rasa lupakan saja” kata ibu Jae-min tidak jadi bicara. “Tak usah! Kenapa harus dilupakan? Coba katakan saja”. Ibu Jae-min berpikir sejenak kemudian pergi mengambil sesuatu dan menyerahkannya pada ibu Young-joo. “Foto apa ini?”. “Setelah melihatnya kau akan tahu?”. Ibu Young-joo melihat foto-foto Young-joo dengan In-wook. ia tidak enak, tapi untuk jaga gengsi ia berkata “Memangnya kenapa?”. Ibu Jae-min kaget. “Masa... Young-joo menyebabkan masalah terhadap rumah ini?”. Ibu Young-joo berdiri hendak pergi. “Kalian sekarang mau memakai cara ini melimpahkan kesalahan pada Young-joo? Tunggu saja!” kata ibu Young-joo marah dan pergi dari sana. Ibu Jae-min heran dengan reaksi ibu Young-joo.

Jae-min terus melamun di kantornya. Asistennya masuk menanyakan apa Jae-min tidak ikut rapat karena yang lainnya sudah masuk. Jae-min tak peduli, tapi ia kemudian pergi kesana tanpa membawa apa-apa. Asisten Jae-min bingung dan membawa bahan-bahan rapat Jae-min. Penandatangan perjanjian antara perusahaan Jae-min dengan perusahaan teman In-wook telah terlaksanan pada rapat itu. Tapi Jae-min tak tertarik dan hanya melamun di sana. Saat semua orang bertepuk tangan karena perjanjian itu, Jae-min hanya diam. In-wook yang melihatnya tersenyum senang.


Kakak Jae-min sangat senang karena perjanjian itu akhirnya terlaksana. Ia memuji-muji In-wook dan menyuruhnya cuti untuk liburan. In-wook sebetulnya tak ingin, tapi kakak Jae-min memaksa dan berkata bahwa ia akan membayar liburan itu. In-wook heran mendengarnya. “Minggu depan bagaimana? Dalam waktu dekat, Pak Kang boleh beristirahat. Aku rasa istirahat seminggu saja”. “Terima kasih, Pang Jung”. “Untuk apa berterima kasih? Akulah yang harus berterima kasih padamu”.

“Uang ini sebaiknya dibelanjakan dimana? Beli sebuah kapal pesiar. Tentu saja aku akan meminjamkan kepadamu. Jangan lupa hal yang kusuruh kau melakukannya. Minggu depan. Apalagi sekarang ada cuti, akan lebih mudah untuk pergi. Karena aku punya cuti panjang. Bukan hari ini. Betul. Tak boleh dicampakkan pacar lagi. Terima kasih. Baik. Bye...” kata In-wook dengan rekan bisninya.

In-wook pergi pulang tapi Young-joo telah menunggunya di lobby apartementnya. “Kenapa begitu malam? Hari ini kau terus berbicara di dalam hp. Masalah apa begitu sibuk?”. “Kali ini urusan apa lagi?” tanya In-wook dingin. “Jangan memakai sikap ini terhadapku, boleh? Tidak naik?”. “Bicara di sini saja”. Mereka akhirnya bicara di dalam mobil Young-joo. “Aku merasa tak punya harga diri. Sikapmu terhadapku begitu dingin, aku malah datang mencarimu. Tadinya aku kira Lee Soo-jung tak ada harga diri. Sekarang kelihatannya yang tak ada harga diri adalah aku”. Young-joo tertawa setelah berkata itu. “Jung Jae-min minta bercerai” lanjutnya. In-wook kaget mendengarnya. “Dia mau bersama Lee Soo-jung. Sudah lama aku memikirkan hal ini. Asal aku menolak, dia takkan bisa bercerai. Atau aku pun mencampakkan semuannya pergi bersamamu. Namun sekarang tak perlu mencampakkan semua pun bisa. Jika.. jika aku bercerai, kita menikah. Bagaimana?”. In-wook tersenyum. “Mungkin ibuku akan melarang. Namun beberapa saat lagi, mungkin dia akan setuju. Bagaimanapun putrinya sendiri pun sudah pernah bercerai”. “Young-joo, kau rela percaya hingga kini aku masih mencintaimu bukan? Sebenarnya... sudah lama aku telah melupakanmu”. “Kenapa mau lupa? Kenapa? Hingga kini aku masih mencintaimu”. “Kenapa kau melakukan ini?”. “Apa yang baik pada wanita itu? Apakah dia begitu baik sampai kau harus menikah dengan dia? Jung Jae-min dan kau. Kalian sudah gila”. “Ya. Kami sudah gila” kata In-wook sambil mengangguk-angguk kemudian berniat pergi dari sana. “Aku dengar Jung Jae-min bilang kau hampir habis”. In-wook tersenyum dan berkata “Terima kasih... kau lebih awal memberitahuku”. In-wook pergi, Young-joo kesal.


Soo-jung sedang menyiapkan makan malam di rumah In-wook. In-wook bertanya “Kau tidak beritahu orang kalau kau ada di sini bukan?”. “Aku... merasa cemas karena tidak mengunci pintu tempat biliard. Aku menelpon kakaku dan Mixi”. “Tak apa”. “Mixi bilang... ibu Young-joo pergi ke sana mencariku”. ‘Benarkah?” . “Klau begitu aku pulang dulu. Sebenarnya seterlah kupikir. Aku tak perlu bersembunyi seperti seorang terdakwa. Juga tak mungkin bersembunyi seperti ini terus. Aku rasa takkan terjadi apa-apa bukan?”. “Sudah makan?”. “Belum”. "Meski mau pergi kau harus makan dulu baru pergi. Mana ada orang yang sudah masak tapi tidak makan dan langsung pergi?” kata in-wook yang sebetulnya tak setuju. Mereka makan malam bersama. “Kau tak suka bersamaku?” tanya In-wook. “Tidak. Bukan begini”. In-wook menyerahkan sesuatu. “Apa ini?” tanya Soo-jung. “Coba di buka”. Soo-jung membukanya dan ternyata sebuah tiket yanng bertuliskan atas namanya dengan tujuan Bali dan keberangkatan 5 Mei. Soo-jung kaget melihatnya dan menatap In-wook. “Tak peduli kau berangkat atau tidak, aku tetap berangkat. Aku takkan kembali lagi. Kau putuskan sendiri. Aku akan menunggumu”. Soo-jung terdiam.



Soo-jung pulang kerumah Mixi. “Kenapa kau pulang? Kalau aku, akan selamanya tinggal di sana”. “Tidak terjadi apa-apa bukan?”. “Tuhan, aku sebenarnya ini pun tak pernah melihat hal seperti ini. Aduh, kenapa mereka begini? Setelah mereka ingin menculikmu. Apa mau menganiayamu atau apa? Apakah hal seperti ini pantas terjadi di sebuah negara hukum?”. “Mixi”. “Ya”. “Jung Jae-min datang kemari tidak?”. “Ya. Aku sungguh tak paham, kenapa dia masih datang kemari? Meski dia kelihatan merasa bersalah terhadapmu. Oranng itu benar-benar gila. Kenapa tertarik pada orang sepertimu? Istrinya dianggap apa? Mereka sungguh aneh. Kenapa datang menangkapmu?”. Soo-jung jadi bingung ia teringat perkataan Jae-min. “Karena itulah harus menungguku. Kau jangan pergi kemana-mana” dan perkataan In-wook tadi “Tak peduli kau berangkat atau tidak, aku tetap akan berangkat. Takkan kembali lagi. Kau putuskan sendiri. Aku akan menunggumu”. In-wook mengemasi barang-barangnya. Soo-jung masih bingung sampai tak bisa tidur.

Keesokan harinya In-wook mengajak ibunya makan di sebuah restoran mahal. Ibunya heran ada kejadian apa hingga ia bisa diajak makan di restoran itu. Ia memuji anaknya tapi kemudian ia sedikit sedih dan bertanya “Tapi kau mau bertugas ke mana? Pergi begitu lama. Di luar harus hati-hati”. “Ibu”. “Ya”. “Maaf”. “Apa?”. “Pertama kali membawamu datang ke tempat seperti ini”. “Karena aku sibuk di restoran. Aku sendiri buka restoran kenapa harus makan di tempat lain? Tapi dia bagaimana?”. “Baik-baik saja”. “Sering bertemu”. “Ibu, benarkah kau begitu tak menyukai dia?”. “Latar belakang manusia harus sama baru bisa bersama. Dengan begitu kalian baru bisa bahagia”. “Pasti bahagia, kau tak perlu cemas”. “Baik, kau sudah besar. Tahu apa yang harus kaulakukan”. In-wook mengeluarkan sebuah buku tabungan. “Untuk apa ini?” tanya ibunya kaget. “Aku menabung sedikit uang di dalam. Pakailah!”. Ibunya tertawa senang “Putraku sungguh baik”. Ibu In-wook mengambil tabungan itu dan melihat isinya. Ia kaget “Uang ini darimana?”. “Aku mengambil deposito berjangka”. “Deposito berjangka apa, begini banyak?”. “Bukankah kau ingin memakai uang sampai puas? Pakai saja!”. “Ini.. benarkah?”. “Aku harap ibu bisa bahagia”. Ibunya jadi tidak enak dan sedikit bingung.


Hari keberangkatan. In-wook melihat tiketnya kemudian melihat jam. Ia merasa khawatir karena Soo-jung belum juga datang. In-wook kemudian tersenyum dan memantapkan hati untuk pergi sendiri. Tapi saat ia membuka pintu ternyata Soo-jung telah sampai di depan rumah In-wook. “Sekarang belum terlambat bukan?” kata Soo-jung. In-wook langsung memeluk Soo-jung. In-wook tersenyum bahagia karena Soo-jung akhirnya datang.


Di lain pihak Young-joo membereskan barang-barangnya yang ada di apartement Jae-min. “Barangmu sudah bawa semua” teriak Jae-min. Young-joo diam saja dan pergi dari sana. Wajah Jae-min terlihat stress dan sedih dengan keadaannya sekarang.



In-wook dan Soo-jung telah sampai bandara. Soo-jung sebenarnya masih ragu dengan keputusannya. Ia melihat kebelakang saat akan masuk ke pesawat. Seperti berharap seseorang datang mencegahnya pergi. In-wook menggandeng Soo-jung masuk pesawat. Didalam pesawat In-wook memegang tangan Soo-jung dan berkata “Terima kasih. kau mau datang”. Soo-jung tersenyum kecil tapi kemudian ia memandang sedih keluar jendela.


Malam hari Jae-min menunggu di depan rumah Mixi hingga kedinginan tapi tak ada orang di sana. Ia lalu berjalan pulang sambil terus memandangi rumah itu.


Keesokan harinya Kakak Jae-min menyerahkan berkas kepada orang baru kepercayaannya. “Semua ada di sini. Mau menangkap Kang In-wook sendiri. Mungkin bukan hal sulit. Sebelum Kang In-wook pulang dari cuti. Harus diurus sampai tuntas”. “Baik”. Orang baru itu lalu pamit pergi. Kakak Jae-min lalu mengecek lewat komputer rekeningnya di bank Amerika. Tapi tak bisa masuk. Kakaknya mulai merasa ada yang tidak beres. Ia lalu menghubungi pihak bank. “Aku Pang Jung dari grup Pax. Ada masalah dengan rekeningku. Apa? Kau bilang apa?” teriak kakak Jae-min kaget. “Tuan Kang In-wook yang melakukan? Tidak... tunggu...”. Kakak Jae-min menenangkan diri. “Aku akan menelponmu lagi”. Kakak jae-min marah-marah sambil mumukul mejanyadengan gagang telpon hingga ia terkena serangan jatung.


Jae-min datang kekantor, ia heran tidak melihat In-wook ditempat duduknya. Saat masuk kedalam ruanganya Jae-min menemukan surat pengunduran diri In-wook. Tapi sebelum membacanya asisten Jae-min datang dalam keadaan gugup ia berkta “Masalah besar!”. Jae-min kaget dan segera pergi keruang kakaknya. Kakaknya sedang mendapat pertolongan pertama dan Jae-min terlihat bingung dengan keadaan itu.


Para karyawan bergosip tentang kejadian itu. “Kabarnya Pak Jung mau menangkap Kang In-wook. tapi dia sendiri malah terjatuh!”. “ Kabarnya Pak Jung memakai banyak uang perusahaan”. “Karena itulah dia mau memakai kesempatan investasi kali.. untuk menutupi kekosongan itu”. “Dia sendiri mendirikan sebuah perusahaan lain. Akhirnya Kang In-wook malah memakannya”. “Sebenarnya dia makan berapa?”. “Jumlahnya sekitas US$ 30 juta”. Para karyawan kaget mendengar itu. “Banyak sekali”. “Kalau begitu apa yang akan terjadi pada perusahaan kita?”. “Hari ini akan diadakan rapat mengenai hutang. Kita lihat saja”.

Jae-min stress diruangnya, ia terus mendapat laporan – laporan (kesimpulan sendiri) dari asistennya. “Waktu dia pulang dari Jakarta dulu sepertinya sudah ada rencana. Bukti kenapa lee Soo-jung sengaja mendekati kau. Sekarang pelan-pelan pun sudah muncul. Saat pulang dari Jakarta, mereka naik pesawat yang sama. Setelah pulang pun menjadi tetangga. Dan sudah dipastikan sebelum berangkat ke luar negeri. Mereka sama-sama tinggal di ruamah Kang In-wook yang diberikan oleh..Pak Jung itu. Tentu mereka keluar negeri pun naik kepsawat yang sama. Sekarang cuma tahu mereka sama-sama pergi ke Pulau Bali. Tempat tinggal mereka masih diselidiki. Mungkin dari Pulau Bali mereka akan pergi ke negara ketiga. Karena hotel kecil di Pulau Bali terlalu banyak. Kalau mau dicari, benar-benar agak...”. “Kau keluar saja”. “Baik”. Jae-min lalu memikirkan percakapannya dengan Soo-jung dulu “Kenapa Kang In-wook bisa tinggal disebelahmu?”. “Aku juga merasa aneh. Di pulau Bali juga begitu. Aku sewa kamar disana. Dia tinggal di sebelahku. Tempat itu harus pelan-pelan dicari. Sebuah gang yang sulit ditemukan”. “Benarkah?”. “Ya”. “Ada lagi, kali ini pulang kami satu pesawat. Dan dia tinggal di sebelahku”. “Kebetulan sekali”. “Ya”. “Setelah pulang masih tinggal disebelahmu”. “Betul. Apalagi rumah itu bukan aku yang sewa, tapi temanku yang sewa”. “Kalian benar-benar berjodoh”. “Betul. Banar-benar aneh. Seperti sudah takdir”.




Jae-min memutuskan pergi tapi ia terus teringat perkataan Soo-jung. “Aku merasa waktu di sana lebih baik. Waktu itu aku masih ada impian”. “Impian apa?”. “Membuka sebuah hotel kecil di pantai yang tak banyak pengunjung”. Jae-min sudah di bandara memegang tiket. “Dulu aku cuma ingin mendekatimu. Karena kau terlalu kaya. Kemudian aku pun menjadi tamak. Hatiku berpikir, mungkin kau akan menyukaiku. Aku tidak menyerahkan hatiku kepadamu. Karena ingin mempertahankan harga diriku yang terakhir”. “Aku tak peduli”.



Jae-min sudah sampai di Bali. Ia berjalan menyusuri jalanan di Bali untuk mencari Soo-jung dan In-wook. Akhirnya Jae-min menemukan mereka. Ia dari jauh melihat Soo-jung dan In-wook sedang bersenang-senang. In-wook diam-diam mendekati Soo-jung yang tengah tertidur dan menciumnya.




Jae-min pergi ke pasar gelap dan membeli sebuah pistol.



In-wook sedang berduan dengan Soo-jung di kamar. “Apa yang sedang kau pikirkan? Tanya Soo-jung. “Kenapa kita bisa sampai ke tahap begini? Kau dan aku? Kita.. benar-benar punya jodoh yang tak bisa diputus”. “Benar”. “Mungkin ini adalah takdir bukan?”. “Dulu... aku pun pernah mengatakan kata yang sama pada Jung Jae-min. Benarkah kau tak mau pulang lagi?”. “Kau mau pulang tidak?”. “Tidak”. “Bahagia tidak?”. “Agak tak tenang” kata Soo-jung sambil mengeluarkan air mata. “Kenapa?”. “Aku merasa...Seperti datang ke satu dunia yang tak ada hubungan dengan aku. Aku selalu merasa sini adalah surga dalam impianku”. “Mungkin bukan”. “Aku pun tak tahu”. “Atau... Kau masih merindukan sesuatu?”. “Sudah tidak. Sudah tak ada apa-apa lagi... yang pantas membuatku mengenang”. “Dari matamu melihat sedikit kerisauan. Bahkan ada kesedihan kosong. Apa alasannya? Kenapa kau tidak bahagia? Lama aku memikirkannya. Akhirnya aku sudah tahu. Karena kau telah meninggalkan hatimu. Aku memang tak bisa pulang. Dan aku pun takkan pulang. Namun kau... bagaimanapun kau tetap bebas”. Soo-jung semakin deras air matanya. “Aku mau kau bebas. Bebas bagai seekor burung. Jika kau ingin pulang, pulanglah. Aku akan selamanya...tinggal di sini”. “Aku benar-benar...tak ingin memberikan hatiku... kepadanya. Anggap ini.. untuk mempertahankan harga diriku yang terakhir. Maaf sekali. Benar-benar maaf sekali”.




Tiba-tiba Jae-min sudah ada dikamar itu dengan tangan memegang pistol dan melihat mereka sedang berduaan. Soo-jung menangis ia tidak sengaja menoleh dan kaget mendapati Jae-min ada di sana. In-wook juga melihatnya. Soo-jung berusaha bangkit, tapi Jae-min yang marah dengan cepat menembak In-wook kemudian menembak Soo-jung.




Jae-min tersadar dengan tindakannya. In-wook meninggal seketika. Tapi Soo-jung yang masih sadar berusaha mengatakan sesuatu. Jae-min mendekatinya, ia bingung dengan tindakannya. “Kaulah yang tetap kucintai” kata Soo-jung. Jae-min menangis histeris. Ia memegang tangan Soo-jung. Tapi akhirnya Soo-jung juga meninggal di sana.



Jae-min memegang pistol berjalan lunglai ke tepi pantai. Ia berlutut menangis menyesali tindakannya. Ia kemudian bunuh diri disana.







Cerita di akhiri dengan perkataan Soo-jung saat mengantar mereka tour “Sebuah pulau Misterius. Surga terakhir di dunia. Selamat datang di Pulau Bali”

HAH AKHIRNYA SELESAI... ISTIRAHAT DULU..AH..NTAR DILANJUTIN MA RECAP FILM DULU YANG PENDEK-PENDEK...BARU DRAMA LAGI...